
Saham Garuda Terbang 10%, Ternyata Ini Penyebabnya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yakni PT Citilink Indonesia, berpeluang melakukan konversi utang ke dalam kepemilikan saham Sriwijaya Air dan opsi lainnya atas piutang yang dimiliki oleh maskapai BUMN tersebut kepada Sriwijaya Air Group.
"Citilink sampai dengan saat ini masih melakukan kajian terhadap opsi-opsi yang mungkin dilakukan dengan Sriwijaya Group, termasuk mengenai opsi konversi saham maupun opsi-opsi pelunasan lainnya," kata manajemen Garuda Indonesia, dalam surat jawaban kepada Bursa Efek Indonesia, Jumat (11/10/2019).
"Kajian tersebut dilakukan guna memberikan manfaat yang terbaik bagi kedua belah pihak," kata manajemen GIAA lagi.
Sampai saat ini, tulis manajemen Garuda, tidak ada informasi atau kejadian penting yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perseroan ke depan serta dapat mempengaruhi harga saham GIAA. "Perseroan akan melakukan pemenuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tulis manajemen Garuda.
Data penutupan perdagangan Jumat ini mencatat saham GIAA meroket hingga 10,48% di level Rp 580/saham. Year to date, saham GIAA sudah melesat 95% sejak awal tahun dengan catatan net buy asing Rp 96,90 miliar.
Selain terpengaruh dengan kabar akuisisi saham Sriwijaya Air ini, sentimen positif saham Garuda juga digerakkan oleh kerja sama pembangunan hanggar pesawat dengan Lion Air.
Lion Air Group melalui lini usahanya, Batam Aero Technic (BAT), menggandeng Garuda Indonesia lewat anak usahanya PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMFI) untuk membangun bengkel pesawat atau hanggar di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Kawasan Batam itu akan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) alias hanggar pesawat di Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Akshara pada pertengahan tahun mengatakan ada alasan di balik opsi akuisisi minimal 51% saham Sriwijaya Air. Opsi akuisisi ketika itu dipilih setelah sebelumnya dilakukan kerja sama operasi (KSO)--yang berujung menjadi kerja sama manajemen (KSM).
Menurut Ari Akshara, opsi akuisisi minimal 51% itu sebetulnya sudah ada dalam klausul KSO dengan Sriwijaya.
![]() |
Garuda melalui anak usahanya, Citilink Indonesia, memang sudah mengambilalih pengelolaan operasional Sriwijaya Air Group yang terdiri dari maskapai Sriwijaya Air dan NAM Air dengan ditekennya KSO pada 9 November 2018.
"Jadi Garuda Group punya piutang pada Sriwijaya US$ 58 juta dan total utang utang [Sriwijaya] ke BUMN Rp 1,6 triliun. Jadi untuk mengambilalih saham [saat itu] bukan opsi dan GIAA yang punya kondisi keuangan yang kurang baik juga pada September 2018," katanya dalam Squawk Box di CNBC TV Indonesia, Senin (4/3/2019).
Oleh sebab itu, katanya, opsi akuisisi minimal 51% saham bisa memungkinkan dilakukan dengan periode 5 tahun.
(tas/hps) Next Article Dirut Garuda Indonesia Patuhi Sanksi, Saham GIAA Melesat 6%
