Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan China

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 October 2019 12:17
Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan China
Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang AS-China sudah berlangsung lebih dari 1,5 tahun. Dalam periode itu, dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut telah mengenakan bea masuk bagi produk impor masing-masing negara senilai ratusan miliar dolar.

Hingga kini, saga perang dagang AS-China belum juga usai. Malahan, kini balas membalas bea masuk sudah tereskalasi menjadi sesuatu yang tak terbayangkan sebelumnya, yakni AS memblokir perusahaan-perusahaan asal China guna menekan Beijing kala melakukan dialog seputar kesepakatan dagang kedua negara.

Pada Mei 2019, Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif.  

Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS. 

Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan ChinaFoto: REUTERS/Jonathan Ernst

Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.

Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.

Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan ChinaFoto: CNBC Indonesia TV

Kemudian pada Agustus 2019, pemerintah AS memutuskan untuk menambah daftar perusahaan yang masuk ke dalam daftar hitam, yakni sebanyak 46 perusahaan yang terafiliasi dengan Huawei Technologies.

Alasannya, mereka dianggap berisiko untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.

PT Huawei Tech Investment yang berlokasi di Indonesia menjadi salah satu dari 46 perusahaan yang ditambahkan oleh AS ke daftar hitam. 

Dimasukannya Huawei ke daftar hitam jelas menjadi masalah, lantaran Huawei merupakan pemain besar dalam dunia telekomunikasi, salah satunya dengan menjadi produsen ponsel pintar (smartphone).

Dengan sanksi yang diberikan AS, smartphone buatan Huawei tak lagi bisa menikmati akses layanan dari Google (yang merupakan perusahaan asal AS) secara penuh.

Memang, dalam perjalanannya AS memberikan kelonggaran bagi Huawei. Pemerintah AS memberikan kelonggaran bagi Huawei untuk membeli beberapa komponen asal AS, sebuah langkah yang dimaksudkan untuk meminimalisir dampak yang dirasakan konsumen AS.

Melalui kelonggaran ini, Huawei dimungkinkan untuk tetap menyuplai pembaruan ke perangkat-perangkat yang sebelumnya sudah diproduksi sebelum Huawei dimasukkan ke dalam daftar hitam. Kelonggaran ini diberikan oleh AS hingga tanggal 19 Agustus 2019, sebelum kemudian diperpanjang selama 90 hari.

Namun tetap saja, perangkat Huawei yang diproduksi setelahnya tak bisa mendapatkan akses penuh terhadap perangkat keras dan lunak yang diproduksi perusahaan asal AS.

Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan ChinaFoto: Huawei Mate 30 (REUTERS/Michael Dalder)


Itulah sebabnya Huwei Mate 30 Pro yang merupakan smartphone flagship teranyar dari Huawei diluncurkan tanpa aplikasi-aplikasi bawaan yang biasanya akan didapati pada smartphone lain yang menjalankan sistem operasi Android.

Pejabat pemerintah AS sudah turun tangan untuk meredam suasana dengan mengatakan bahwa langkah keras yang diambil AS terhadap Huawei murni didasari oleh dasar keamanan nasional dan tidaklah berkaitan dengan perang dagang yang tengah berkecamuk antar kedua negara.

Namun nyatanya, Trump sendiri yang menepis hal tersebut. Jelas bahwa langkah keras yang diambil AS terhadap Huawei mengandung unsur perang dagang.

"AS tidak akan berbisnis dengan Huawei. Namun, itu bisa berubah jika ada kesepakatan dagang AS-China," kata Trump pada pertengahan bulan Agustus.

Bukan hanya keamanan nasional, Hak Asasi Manusia (HAM) juga dijadikan alasan oleh pihak AS untuk memblokir perusahaan asal China dalam upayanya untuk memenangkan perang dagang.

Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan ChinaFoto: Presiden Donald Trump menarik perhatian karena mengundang sejumlah kelompok korban persekusi di berbagai negara, termasuk Muslim Uighur, ke Gedung Putih. (REUTERS/Leah Millis

)


Per tanggal 9 Oktober 2019, AS resmi memasukkan 28 entitas asal China ke dalam daftar hitam, di mana sebanyak delapan di antaranya merupakan
perusahaan teknologi raksasa asal China.

Dimasukkan delapan
perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut membuat merekatak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.

Keputusan ini menandai kali pertama AS menggunakan alasan HAM guna menekan korporasi asal China. Sebelumnya, seperti yang sudah disebutkan di atas, AS menggunakan alasan keamanan nasional.



BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kesepakatan Dagang Jadi Semakin Sulit Diteken

Langkah AS yang terus-menerus menekan korporasi asal China sejauh ini terbukti tak berbuah manis.

Untuk diketahui, pada saat ini perhatian pelaku pasar di seluruh dunia sedang tertuju pada negosiasi dagang tingkat tinggi AS-China yang akan digelar di Washington pada hari ini waktu setempat.

Dalam delegasi tingkat tinggi ini, delegasi China akan dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara delegasi AS akan dipimpin oleh Kepala Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin akan ikut berpartisipasi dalam delegasi yang dipimpin oleh Lighthizer.


Seiring dengan langkah AS yang terus-menerus menekan China, Beijing justru menjadi geram dan prospek tercapainya kesepakatan dagang menjadi meredup.

Merespons dimasukannya
delapan perusahaan teknologi raksasa asal China oleh AS ke dalam daftar hitam, Beijing dengan tegas mengatakan bahwa pihaknya tak akan tinggal diam. 

“China akan terus mengambil langkah-langkah yang tegas dan kuat untuk mempertahankan kedaulatan negara, keamanan, dan pembangunan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, seperti dilansir dari CNBC International.

Pemberitaan dari South China Morning Post (SCMP) menyebutkan bahwa AS dan China tak menghasilkan perkembangan apapun kala perbincangan tingkat deputi digelar pada awal pekan ini.

SCMP kemudian menyebut bahwa delegasi pimpinan Wakil Perdana Menteri China Liu He hanya akan menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi dengan delegasi AS selama satu hari dan akan kembali ke Beijing pada hari Kamis. Untuk diketahui, sebelumnya delegasi China dijadwalkan kembali ke Beijing pada hari Jumat (11/10/2019).

Masalah transfer teknologi secara paksa yang ditolak untuk dirundingkan oleh pihak China menjadi dasar dari mandeknya perbincangan antar kedua negara, seperti dilaporkan oleh SCMP. 

Sejatinya, pemberitaan dari SCMP dibantah oleh Gedung Putih. Melansir CNBC International, Gedung Putih menyebut bahwa pemberitaan dari SCMP tidaklah akurat. Menurut Gedung Putih, hingga saat ini pihaknya tak mendapat informasi bahwa terdapat perubahan dalam jadwal kunjungan delegasi China.

Lebih lanjut, seorang pejabat senior pemerintahan AS menginformasikan kepada CNBC International bahwa delegasi China masih dijadwalkan untuk kembali ke Beijing pada Jumat malam, dan rencana jamuan makan malam pada Kamis malam masih terjadwal.

Namun kemudian, seorang sumber yang terlibat dalam negosiasi dagang AS-China mengatakan kepada CNBC International bahwa jadwal negosiasi dagang tingkat tinggi kini sudah menjadi tidak jelas, dengan negosiasi pada hari Jumat menjadi sebuah pertanyaan.

 

Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan ChinaFoto: Wakil Perdana Menteri China Liu He berjabat tangan dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin di luar kantor Perwakilan Dagang AS di Washington, AS, (9/5/2019). (REUTERS / James Lawler Duggan)

Menurut sumber tersebut, salah satu skenario yang bisa terjadi adalah Wakil Menteri Keuangan China Liao Min tetap tinggal di Washington guna melanjutkan negosiasi, sementara Liu He bertolak ke China terlebih dulu. Opsi lainnya adalah negosiasi tingkat tinggi diakhiri pada hari Kamis.

Kini, ada potensi yang besar bahwa perang dagang AS-China justru akan tereskalasi pasca kedua negara selesai menggelar negosiasi tingkat tinggi. Jika ini yang terjadi, perekonomian keduanya terancam mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Mengingat posisi AS dan China selaku dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi, pastilah hard landing yang terjadi di sana akan membawa dampak negatif yang sangat signifikan bagi perekonomian dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 


(ank/tas) Next Article Meneropong Dampak Perang Dagang AS-China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular