
Lelang Obligasi Ramai, Meski Pasar SUN Sedang Melandai

Dalam rilisnya, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menunjukkan jumlah penerbitan surat utang negara (SUN) tersebut lebih besar dibandingkan dengan penerbitan serupa yang digelar setiap dua pekan sekali. Nilai penerbitan itu juga masih di atas rerata penerbitan dalam lelang serupa sejak awal tahun Rp 21,25 triliun.
Lelang SUN sebelumnya pada 24 September mencatatkan nilai penerbitan Rp 18 triliun, dan rerata penerbitan dihitung sudah ada 19 kali dan sudah mengecualikan lelang hari ini.
Nilai permintaan yang masuk dalam lelang hari ini Rp 48,01 triliun masih lebih tinggi daripada lelang sebelumnya Rp 34,06 triliun tetapi masih lebih rendah daripada rerata permintaan dalam lelang serupa Rp 48,32 triliun.
Tingginya nilai penerbitan dan minat lelang terjadi di tengah terkoreksinya pasar SUN hari ini, setelah sebelumnya sempat membentuk tren penguatan dalam 5 hari terakhir sejak 30 September.
Turunnya harga SUN hari ini itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 1,8 basis poin (bps) menjadi 7,69%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 8 Okt'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 7 Okt'19 (%) | Yield 8 Okt'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 8 Okt'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.649 | 6.646 | -0.30 | 6.6208 |
FR0078 | 10 tahun | 7.241 | 7.257 | 1.60 | 7.2302 |
FR0068 | 15 tahun | 7.677 | 7.695 | 1.80 | 7.6627 |
FR0079 | 20 tahun | 7.845 | 7.845 | 0.00 | 7.8402 |
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 0,08 poin (0,03%) menjadi 262,6 dari posisi kemarin 262,68.
Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 573 bps, melebar dari posisi kemarin 568 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun 2,6 bps hingga 1,52% dari posisi kemarin 1,55%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 8 Okt'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 7 Okt'19 (%) | Yield 8 Okt'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 1.718 | 1.715 | 3 bulan-5 tahun | 35.2 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.464 | 1.442 | 2 tahun-5 tahun | 7.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.413 | 1.391 | 3 tahun-5 tahun | 2.8 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.384 | 1.363 | 3 bulan-10 tahun | 18.1 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.553 | 1.534 | 2 tahun-10 tahun | -9.2 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.029,78 triliun SBN, atau 38,61% dari total beredar Rp 2.667 triliun berdasarkan data per 7 Oktober.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 136,48 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat keluar dari pasar SUN senilai Rp 1,05 triliun dan sejak awal bulan masih surplus Rp 340 miliar.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti penguatan yang terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya naik 0,65% dan 0,04%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, mayoritas masih terkoreksi sehingga yield mayoritas obligasi negara naik. Sebaliknya, di negara maju justru terjadi penguatan sehingga yield mayoritas obligasi negara tersebut turun.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 7 Okt'19 (%) | Yield 8 Okt'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.02 | 7.02 | 0.00 |
China | 3.155 | 3.139 | -1.60 |
Jerman | -0.575 | -0.588 | -1.30 |
Prancis | -0.27 | -0.289 | -1.90 |
Inggris | 0.451 | 0.419 | -3.20 |
India | 6.679 | 6.669 | -1.00 |
Jepang | -0.203 | -0.197 | 0.60 |
Malaysia | 3.362 | 3.409 | 4.70 |
Filipina | 4.6 | 4.637 | 3.70 |
Rusia | 6.84 | 6.83 | -1.00 |
Singapura | 1.636 | 1.666 | 3.00 |
Thailand | 1.48 | 1.485 | 0.50 |
Amerika Serikat | 1.553 | 1.527 | -2.60 |
Afrika Selatan | 8.215 | 8.3 | 8.50 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor