
Meski Melemah, Rupiah Masih Mampu Taklukkan Dolar Australia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 October 2019 19:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Jumat (7/10/19), padahal Mata Uang Garuda sedang loyo. Pelemahan Mata Uang Kanguru menunjukkan besarnya tekanan dari potensi berlanjutnya pelonggaran moneter di Australia.
Dolar Australia melemah 0,27% ke level Rp 9.527,64/AU$ di pasar spot, dan kembali mendekati level terlemah sejak 11 Februari 2016 Rp 9.461,89/AU$ yang dicapai pada Rabu (2/10/19) pekan lalu, berdasarkan data Refinitiv.
Rupiah pada perdagangan hari ini loyo setelah Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir September berada di US$ 124,3 miliar. Turun lumayan dalam yaitu US$ 2,1 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Posisi cadangan devisa pada akhir September setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Meski demikian penurunan cadev tersebut cukup memberikan tekanan bagi rupiah. Amunisi BI untuk melakukan intervensi kala Mata Uang Garuda tertekan menjadi berkurang kala cadev menurun.
Di sisi lain, Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) diprediksi kuat akan kembali memangkas suku bunga setelah melakukan tiga kali pemangkasan.
Pada Selasa (1/10/19) pekan lalu, RBA memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi ke level 0,75% dan menjadi rekor terendah sepanjang sejarah. Sebelumnya, bank sentral pimpinan Philip Lowe ini sudah memangkas suku bunga pada Juni dan Juli.
Tidak hanya itu, RBA membuka peluang kembali memangkas suku bunga jika diperlukan untuk merangsang perekonomian.
"Para dewan gubernur akan terus memantau perkembangan, termasuk pasar tenaga kerja, serta mempersiapkan pelonggaran moneter lebih lanjut jika diperlukan" kata Lowe saat pengumuman kebijakan moneter Selasa lalu.
Sikap RBA yang "belum puas" memangkas suku bunga memberikan tekanan yang kuat bagi dolar Australia.
Pelaku pasar melihat peluang sebesar 60% RBA akan memangkas suku bunga di bulan November sebesar 25 bps menjadi 0,5%. Sebelum pernyataan tersebut peluang itu hanya 30%, ini berarti naik dua kali lipat.
RBA dikatakan masih memiliki amunisi dengan beberapa kali pemangkasan suku bunga, dan setelah jika perekonomian tidak membaik kebijakan tidak biasa atau unconventional akan diterapkan.
"RBA kini memiliki tiga kali, atau bahkan lebih sedikit lagi, kebijakan pemangkasan suku bunga sebelum mereka mempertimbangkan kebijakan moneter unconventional - suku bunga negatif, quantitative easing (QE), atau menetapkan target yield obligasi" kata Rob Carnell, kepala ekonomi Asia Pasifik di ING, sebagaimana dilansir Reuters.
Sementara itu ekonom dari Goldman Sachs memprediksi jika RBA tidak ingin menerapkan suku bunga negatif, maka diperlukan QE senilai AU$ 200 miliar untuk menstimulasi perekonomian agar bisa bangkit kembali. Dengan RBA diprediksi masih akan terus melonggarkan kebijakan moneter, ke depannya kurs dolar Australia berpeluang terus melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Dolar Australia melemah 0,27% ke level Rp 9.527,64/AU$ di pasar spot, dan kembali mendekati level terlemah sejak 11 Februari 2016 Rp 9.461,89/AU$ yang dicapai pada Rabu (2/10/19) pekan lalu, berdasarkan data Refinitiv.
Posisi cadangan devisa pada akhir September setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Meski demikian penurunan cadev tersebut cukup memberikan tekanan bagi rupiah. Amunisi BI untuk melakukan intervensi kala Mata Uang Garuda tertekan menjadi berkurang kala cadev menurun.
Di sisi lain, Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) diprediksi kuat akan kembali memangkas suku bunga setelah melakukan tiga kali pemangkasan.
Pada Selasa (1/10/19) pekan lalu, RBA memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi ke level 0,75% dan menjadi rekor terendah sepanjang sejarah. Sebelumnya, bank sentral pimpinan Philip Lowe ini sudah memangkas suku bunga pada Juni dan Juli.
Tidak hanya itu, RBA membuka peluang kembali memangkas suku bunga jika diperlukan untuk merangsang perekonomian.
"Para dewan gubernur akan terus memantau perkembangan, termasuk pasar tenaga kerja, serta mempersiapkan pelonggaran moneter lebih lanjut jika diperlukan" kata Lowe saat pengumuman kebijakan moneter Selasa lalu.
Sikap RBA yang "belum puas" memangkas suku bunga memberikan tekanan yang kuat bagi dolar Australia.
Pelaku pasar melihat peluang sebesar 60% RBA akan memangkas suku bunga di bulan November sebesar 25 bps menjadi 0,5%. Sebelum pernyataan tersebut peluang itu hanya 30%, ini berarti naik dua kali lipat.
RBA dikatakan masih memiliki amunisi dengan beberapa kali pemangkasan suku bunga, dan setelah jika perekonomian tidak membaik kebijakan tidak biasa atau unconventional akan diterapkan.
"RBA kini memiliki tiga kali, atau bahkan lebih sedikit lagi, kebijakan pemangkasan suku bunga sebelum mereka mempertimbangkan kebijakan moneter unconventional - suku bunga negatif, quantitative easing (QE), atau menetapkan target yield obligasi" kata Rob Carnell, kepala ekonomi Asia Pasifik di ING, sebagaimana dilansir Reuters.
Sementara itu ekonom dari Goldman Sachs memprediksi jika RBA tidak ingin menerapkan suku bunga negatif, maka diperlukan QE senilai AU$ 200 miliar untuk menstimulasi perekonomian agar bisa bangkit kembali. Dengan RBA diprediksi masih akan terus melonggarkan kebijakan moneter, ke depannya kurs dolar Australia berpeluang terus melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular