Duh! Harga Timah Dunia Masih Amsyong, Begini Strategi TINS

tahir saleh, CNBC Indonesia
04 October 2019 13:44
Harga timah di bursa berjangka hingga penghujung September 2019 berkisar di level US$ 16.300/metrik ton.
Foto: Tambang PT Timah di Pemali, Pulau Bangka (REUTERS/Fransiska Nangoy)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rendahnya harga timah dunia membuat produsen komoditas logam mineral ini berupaya mencari cara guna menahan kejatuhan harga. Betapa tidak, harga timah di pasar dunia yang masih jeblok dinilai belum menguntungkan para produsen timah Tanah Air.

Harga timah di bursa berjangka hingga penghujung September 2019 berkisar di level US$ 16.300/metrik ton, harganya pun tak jauh berbeda di awal pembuka Oktober ini.

Mengacu data Investing, harga timah di bursa berjangka (futures) turun 0,26% pada Jumat ini (4/10/2019), di level US$ 16.392/metrik ton. Padahal, pada awal Februari lalu, harga komoditas logam ini naik di level US$ 21.615/metrik ton.


Manajemen emiten timah BUMN, PT Timah Tbk (TINS) pun melakukan sejumlah kebijakan pengurangan produksi dan menurunkan ekspor, sebagai respons perusahaan menyikapi penurunan harga timah.

Direktur Utama Timah, Mochtar Riza Pahlevi mengatakan perusahaan telah mengeluarkan kebijakan efektifitas dan efisiensi pada operating cost, terutama volume ekspor menyikapi harga timah yang rendah.

Riza menegaskan upaya perseroan menahan laju produksi dan penjualan timah guna merespons harga timah dunia yang menurun. Pengurangan produksi dilakukan dengan pemberhentian Operasi Kapal Keruk (Dredge). Sedangkan untuk tambang darat, yang semula dilakukan tiga shift kerja, saat ini hanya beroperasi satu shift.

"Tujuh Kapal Isap Produksi saat ini hold untuk tidak melakukan operasi penambangan, termasuk tambang darat sudah kita kurangi shift operasinya," kata Riza, dalam keterangan resmi dikutip CNBC Indonesia, Jumat (4/10/2019).


Riza mengatakan, Timah yang selama ini dalam pertambangan bermitra dengan masyarakat dan perusahaan swasta, juga turut mengalami pengurangan produksi.

"Untuk kemitraan masyarakat saat ini menurun salah satu penyebabnya adalah musim kemarau dan keterbatasan air," tambahnya.

Dari sisi pemasaran, TINS memang telah mengurangi penjualan. Sejak Juli 2019, TINS sudah mengurangi ekspor antara 1.000 - 1.500 ton/bulan. Saat ini, TINS akan menambah pengurangan ekspor sekitar 1.000 ton/bulan sehingga total terjadi pengurangan ekspor 2.000 - 2.500 ton/bulan.

"Harga saat ini belum menguntungkan jika dilihat dari apa yang sudah kami lakukan sebagai perusahaan tambang," kata Riza.

Lebih lanjut Riza menjelaskan Timah sebagai salah satu produsen timah dunia dalam proses penambangan sudah menerapkan sistem pertambangan yang baik dan bertanggungngjawab, mulai dari proses eksplorasi hingga pascatambang, di mana tanggung jawab lingkungan, reklamasi, bisnis dan HAM juga pemberdayaan masyarakat menjadi komitmen perusahaan.

Belum lagi sektor pertambangan yang dalam operasionalnya memiliki berbagai risiko. Riza menyampaikan, dari sisi teknologi Timah telah menerapkan teknologi penambangan yang bertujuan menjaga ketersedian cadangan timah sekaligus menjamin keberlangsungan industri timah dunia.

"Industri pertimahan Indonesia sudah comply terhadap segala regulasi dan standar yang diberlakukan sehingga sudah sangat layak untuk mendapatkan apresiasi dari market tentu dengan harga yang baik," jelasnya.

Dia menjelaskan fluktuasi harga timah dunia terus terjadi di sepanjang tahun 2019 ini. Meski sempat meroket pada Februari lalu, namun harga timah sempat turun drastis pada Juli lalu. Loyonya harga timah ini turut dipengaruhi perdang dagang AS-China, padahal timah banyak digunakan dalam industri baterai, elektronik, campuran baja, dan kemasan produk.

Sebelumnya, Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AAETI), mengutip data Timah, juga mendukung rencana Timah mengurangi produksi dan ekspor timah. "AAETI mendukung,, kita memang harus berani untuk menurunkan volume produksi selagi harga di level rendah," kata Sekretaris Jenderal AAETI Jabin Sufianto, dikutip CNBC Indonesia.


Dengan adanya pengurangan produksi dan ekspor akan memberikan dampak bagi harga timah. Dengan harga saat ini produsen tidak perlu jor-joran untuk ekspor timah. Selain itu, Indonesia sebagai produsen timah dunia juga harus menjalankan strategi terhadap permintaan timah dunia.

"Semua kan tergantung supply dan demand, kalau demand lagi jelek, ya tidak usah jualan dulu. Toh timah kan bisa disimpan dalam waktu ratusan tahun."

Data perdagangan Bursa Efek Indonesia, sesi II, Jumat ini, menunjukkan harga saham TINS berada di level Rp 915/saham, atau turun 2,66%. Secara year to date, saham TINS naik 21,19% dengan kapitalisasi pasar Rp 6,81 triliun.

 


(tas/hps) Next Article PT Timah Genjot Kinerja, Analis: Investor Nantikan RUPSLB

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular