
Demo Buruh Damai, Rupiah Jadi Runner Up di Asia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 October 2019 17:44

Aksi demo buruh pada hari ini berlangsung damai, tidak ada kericuhan seperti aksi demo berbagai elemen masyarakat pada pekan lalu yang berakhir ricuh.
Situasi yang kondusif tersebut membuat rupiah mampu mempertahankan penguatannya hingga akhir perdagangan.
Di sisi lain, dolar AS yang sedang kuat-kuatnya rontok sejak perdagangan sesi AS Selasa kemarin. Isu resesi kembali menerpa Negeri Paman Sam, setelah sektor manufaktur AS menunjukkan kontraksi yang semakin dalam.
Selasa pagi waktu AS, Institute fo Supply Management melaporkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 artinya kontraksi yakni aktivitas sektor manufaktur semakin menyusut, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas.
Kontraksi yang dialami sektor manufaktur AS di bulan September tersebut merupakan yang terdalam sejak satu dekade terakhir, tepatnya sejak Juni 2009 ketika resesi besar di AS 2007-2009 berakhir.
Rilis data tersebut kembali memunculkan kecemasan di benak pelaku pasar akan kemungkinan terjadinya resesi di AS. Terbukti bursa saham AS mengalami aksi jual pasca rilis data tersebut, padahal sebelumnya masih nyaman di zona hijau. Tiga indeks utama, Dow Jones, S&P500, dan Nasdag anjlok lebih dari 1%.
Hasil survei Reuters pada September, probabilitas resesi AS dalam waktu 12 bulan ke depan adalah 30%. Tidak berubah dibandingkan posisi bulan sebelumnya.
Sementara kans AS mengalami resesi pada 24 bulan ke depan berdasarkan polling September adalah 45%. Juga sama seperti posisi Agustus.
Selain berdampak pada jebloknya bursa saham AS, kecemasan akan resesi kembali merubah peta probabilitas pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Data dari piranti FedWatch milik CME Group hingga sore ini menunjukkan probabilitas suku bunga dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB) sebesar 63,6%.
Situasi yang kondusif tersebut membuat rupiah mampu mempertahankan penguatannya hingga akhir perdagangan.
Di sisi lain, dolar AS yang sedang kuat-kuatnya rontok sejak perdagangan sesi AS Selasa kemarin. Isu resesi kembali menerpa Negeri Paman Sam, setelah sektor manufaktur AS menunjukkan kontraksi yang semakin dalam.
Selasa pagi waktu AS, Institute fo Supply Management melaporkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 artinya kontraksi yakni aktivitas sektor manufaktur semakin menyusut, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas.
Kontraksi yang dialami sektor manufaktur AS di bulan September tersebut merupakan yang terdalam sejak satu dekade terakhir, tepatnya sejak Juni 2009 ketika resesi besar di AS 2007-2009 berakhir.
Rilis data tersebut kembali memunculkan kecemasan di benak pelaku pasar akan kemungkinan terjadinya resesi di AS. Terbukti bursa saham AS mengalami aksi jual pasca rilis data tersebut, padahal sebelumnya masih nyaman di zona hijau. Tiga indeks utama, Dow Jones, S&P500, dan Nasdag anjlok lebih dari 1%.
Hasil survei Reuters pada September, probabilitas resesi AS dalam waktu 12 bulan ke depan adalah 30%. Tidak berubah dibandingkan posisi bulan sebelumnya.
Sementara kans AS mengalami resesi pada 24 bulan ke depan berdasarkan polling September adalah 45%. Juga sama seperti posisi Agustus.
![]() Sumber: CME Group |
Selain berdampak pada jebloknya bursa saham AS, kecemasan akan resesi kembali merubah peta probabilitas pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Data dari piranti FedWatch milik CME Group hingga sore ini menunjukkan probabilitas suku bunga dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB) sebesar 63,6%.
Probabilitas tersebut naik signifikan dibandingkan sebelum rilis data dari ISM yakni sebesar 41,1%, yang berarti pelaku pasar melihat peluang yang semakin besar The Fed akan memangkas lagi suku bunganya. Dolar yang begitu perkasa akhirnya KO juga, indeks dolar turun 0,25% dari level tertinggi sejak Mei 2017 Selasa kemarin.
Selain koreksi dolar AS, penguatan rupiiah pada hari ini juga terbantu technical rebound. Pada periode 13 September-2 Oktober, rupiah melemah 1,76%, dan berada di level terlemah sejak 4 September. Pelemahan tersebut terbilang cukup signifikan, sehingga memicu technical rebound.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Selain koreksi dolar AS, penguatan rupiiah pada hari ini juga terbantu technical rebound. Pada periode 13 September-2 Oktober, rupiah melemah 1,76%, dan berada di level terlemah sejak 4 September. Pelemahan tersebut terbilang cukup signifikan, sehingga memicu technical rebound.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular