Lumayan! CPO Kuartal III Kinclong, Harga Naik 9%

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 October 2019 17:03
Lumayan! CPO Kuartal III Kinclong, Harga Naik 9%
Foto: Kelapa sawit (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (CPO) di kuartal III tahun 2019 berfluktuasi tetapi cenderung naik. Harga CPO mengalami apresiasi sebesar 9,04% secara point-to-point di kuartal ke III tahun ini.

Komoditas CPO diperdagangkan di harga RM 1.958/ton pada 1 Juli 2019 mengawali kuartal III tahun fiskal 2019. Harga kemudian ditutup menguat di akhir September ke level RM 2.35/ton. Artinya harga CPO naik 9,04% secara point-to-point di kuartal III.

Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, harga CPO di kuartal III merupakan performa terbaik di tahun ini. Harga CPO di kuartal I cenderung melemah tipis 0,7% (point-to-point) sedangkan di kuartal II harga cenderung terkoreksi lebih dalam yaitu 7,67% (point-to-point).



Kinerja ekspor produk minyak sawit Indonesia dan Malaysia memang turun tipis masing-masing 2% dan 1% dibandingkan dengan kuartal II. Pada kuartal II ekspor produk minyak sawit Malaysia mencapai 4,57 juta ton sedangkan ekspor Indonesia mencapai 5,71 juta ton. Ekspor turun tipis di kuartal III. Berdasarkan data dari Refinitiv, ekspor Indonesia dan Malaysia untuk kuartal ke III masing-masing 5,66 juta ton dan 4,5 juta ton.



Namun kinerja ekspor kedua negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia tersebut masih ditopang oleh permintaan minyak sawit yang cukup tinggi dari India dan China di bulan Juli dan Agustus. Per 1 Juli dan Agustus, total ekspor Malaysia ke India mencapai 928.099 ton ke India dan 482.943 ton ke China. Untuk periode yang sama, Indonesia mengekspor sebanyak 856.827 ton produk minyak sawit ke India dan 805.548 ton produk minyak sawit ke China. 


Pada Juli-Agustus, ekspor Indonesia ke India melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan dengan dua bulan sebelumnya. Sementara itu Malaysia lebih banyak mengekspor produk minyak sawit ke China sedangkan ekspor ke India cenderung menurun pada bulan September.

China yang masih berseteru dengan partner dagangnya yaitu AS memberlakukan kenaikan tarif untuk produk AS senilai US$ 75 miliar dengan kenaikan tarif 5-10% per 1 September. Sejak perang dagang terjadi impor kedelai AS oleh China memang menurun ditambah dengan merebaknya African Swine Flu yang terjadi di China membuatnya mencari minyak nabati alternatif baru. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

India sebagai negara pengimpor minyak konsumsi terbesar di dunia per September lalu memberlakukan tarif impor yang sama pada Malaysia dan Indonesia untuk produk turunan minyak sawit jenis refined, bleached, deodorized (RBD). India menaikkan tarif impor minyak sawit olahan dari Malaysia sebesar 5% efektif per September 2019.

Kini tarif impor produk minyak sawit Malaysia dan Indonesia sama dengan besaran 50%. Akibatnya ekspor Malaysia ke India turun hingga 48% di bulan September dibandingkan bulan September.

 

Perdagangan di China juga tampaknya akan mengalami gangguan mengingat minggu ini adalah minggu dimana China merayakan hari raya nasionalnya. Libur panjang ini tentu akan membuat perdagangan menjadi sepi pada September yang berakibat pada penurunan ekspor minyak sawit Malaysia dan Indonesia ke China. Untuk periode September ekspor minyak sawit Malaysia ke China turun hingga 35% dibandingkan dengan Agustus.

Tren kenaikan harga CPO pada kuartal ke III juga ditopang oleh penguatan dolar greenback terhadap ringgit Negeri Jiran. Melemahnya mata uang ringgit membuat harga CPO yang dibanderol dalam ringgit menjadi murah untuk investor yang memegang mata uang dolar AS terutama.

Ringgit terus melemah terhadap dolar AS yang perkasa. Pada kuartal pertama tahun ini, rata-rata 1 US$ dipatok RM 4.090, di kuartal kedua ringgit melemah ke RM 4.146 dan tren tersebut berlanjut ke kuartal III dimana 1 US$ dipatok di RM 4.163. Itu artinya secara rata-rata ringgit melemah masing-masing 1,37% dan 0,39% terhadap dolar di kuartal II dan III.

Pelemahan ringgit ini memang cukup mendongkrak permintaan. Ekspor minyak sawit Malaysia dan Indonesia di bulan Juli dan Agustus cenderung tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Namun seiring dengan melemahnya ekspor di bulan September, harga minyak sawit kembali terkoreksi.

Secara fundamental harga minyak sawit masih berpotensi terkoreksi oleh lemahnya ekspor dan tingginya produksi. Melansir data dari Refinitiv untuk periode Oktober 2018-September 2019, produksi minyak sawit Malaysia naik 2% menjadi 20,9 juta ton sementara produksi minyak sawit Indonesia untuk periode yang sama juga naik 2,8% menjadi 46,3 juta ton.

 

 (TIM RISET CNBC INDONESIA)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular