
Top! IHSG Menghijau, Padahal Bursa Asia Kompak Memerah

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini, Rabu (2/10/2019), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi 0,22% ke level 6.124,44.
Namun, data perdagangan mencatat, dengan cepat IHSG bisa membalikkan keadaan dengan merangsek ke zona hijau. Pada pukul 09:30 WIB, IHSG ditransaksikan menguat 0,21% ke level 6.150,98.
IHSG menghijau kala seluruh bursa saham utama kawasan Asia sedang kompak ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,62%, indeks Hang Seng jatuh 0,84%, indeks Straits Times melemah 0,85%, dan indeks Kospi terkoreksi 1,18%.
Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China.
Rilis data ekonomi AS yang begitu mengecewakan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Asia. Kemarin (1/10/2019), Manufacturing PMI AS periode September 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 47,8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Forex Factory.
Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.
Kontraksi yang terjadi pada bulan September merupakan kontraksi terburuk yang dibukukan oleh sektor manufaktur AS dalam satu dekade terakhir. Perang dagang dengan China terbukti telah sangat menyakiti perekonomian AS.
Sejatinya, ada perkembangan yang positif terkait dengan perkembangan hubungan kedua negara di bidang perdagangan. Penasihat Dagang Gedung Putih Peter Navarro mengatakan pemberitaan bahwa AS sedang mempertimbangkan pembatasan terhadap investasi di perusahaan asal China tidaklah akurat.
Sebelumnya, hubungan AS-China di bidang perdagangan sempat memanas sehingga membuat asa atas damai dagang kedua negara menjadi memudar.
CNBC International melaporkan bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump kini sedang mempertimbangkan langkah untuk memangkas investasi AS di China, seperti dikutip dari seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Sumber tersebut menyebut bahwa salah satu opsi yang mungkin diambil adalah memblokir seluruh investasi keuangan dari AS terhadap perusahaan-perusahaan asal China. Restriksi tersebut dimaksudkan untuk melindungi investor asal AS dari risiko yang berlebihan yang mereka tanggung, seiring dengan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh China terhadap perusahaan-perusahaan di sana.
Sebelumnya, Bloomberg memberitakan bahwa para pejabat pemerintahan AS mempertimbangkan opsi untuk men-delisting perusahaan-perusahaan asal China yang melantai di AS.
Langkah ini dimaksudkan guna membatasi aliran modal portofolio dari investor asal AS ke perusahaan-perusahaan asal China. Lebih lanjut, AS juga mempertimbangkan untuk melarang dana pensiun dari pegawai pemerintah untuk diinvestasikan ke pasar keuangan China.
Sebagai informasi, sejauh ini kedua negara masih dijadwalkan untuk menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi pada bulan ini di Washington.
Melansir Bloomberg, Kementerian Perdagangan China menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertandang ke AS selepas tanggal 7 Oktober guna memimpin delegasi China.
Namun apa daya, rilis data ekonomi AS yang begitu mengecewakan terbukti lebih dominan dalam mendikte pergerakan bursa saham Asia.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Saham-saham Konsumer Rebound
Saham-saham konsumer yang mencetak rebound pada perdagangan hari ini sukses mengangkat IHSG ke zona hijau.
Untuk diketahui, dalam tiga hari perdagangan terakhir indeks sektor barang konsumsi selalu mengakhiri hari di zona merah. Jika ditotal, koreksi dalam tiga hari perdagangan tersebut adalah sebesar 1,11%. Pada perdagangan hari ini, indeks sektor barang konsumsi menguat 0,32%.
Dalam beberapa waktu terakhir, saham-saham konsumer dilego pelaku pasar seiring dengan lemahnya daya beli masyarakat Indonesia.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode September 2019 yang ternyata mengonfirmasi anggapan bahwa daya beli masyarakat sedang berada di level yang rendah.
Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,27% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) berada di level 3,39%. Deflasi tersebut lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memproyeksikan deflasi sebesar 0,15% saja secara bulanan.
![]() |
Sepanjang bulan lalu, deflasi disumbang oleh pos bahan makanan yang terkontraksi 1,97% secara bulanan. Sementara itu, pos lainnya memang menyumbang inflasi, namun tipis saja sehingga deflasi pada bulan September tetap lebih dalam dari ekspektasi.
Sebelumnya pada periode Agustus, BPS mencatat terjadi inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,49%. Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,16% dan inflasi secara tahunan berada di level 3,54%.
Untuk diketahui, tanda-tanda lemahnya daya beli masyarakat juga sudah ditunjukkan oleh indikator lain. Melansir Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel periode Juli 2019 tercatat hanya tumbuh sebesar 2,4% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Juli 2018) yang sebesar 2,9%.
Untuk bulan Agustus, angka sementara menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh 3,7% YoY, jauh di bawah pertumbuhan pada Agustus 2018 yang mencapai 6,1%.
Sebagai catatan, sudah sedari bulan Mei pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3%.
Aksi jual yang sudah menerpa saham-saham konsumer dalam tiga hari perdagangan terakhir kini membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli. IHSG pun pada akhirnya terkerek naik karenanya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau
