Atraktif! Rupiah Bak Roller Coaster di Kuartal III-2019

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 October 2019 16:57
Panas Dingin Hubungan AS-China Ikut Beri Pengaruh
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Selain kebijakan moneter BI dan The Fed, hubungan AS dengan China yang panas dingin juga membuat rupiah naik turun melawan dolar AS. 

Kedua negara ini terlibat perang dagang dalam lebih dari satu tahun terakhir, yang berdampak pada pelambatan ekonomi global. AS dan China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, perang dagang kedua negara membuat arus perdagangan internasional menjadi tersendat. 

Oleh karena itu, pelaku pasar sangat berharap kedua negara segera mencapai kesepakatan dagang agar perekonomian global kembali bangkit.
Pada periode Juli-September, hubungan kedua negara memang panas dingin. Perundingan dagang kedua negara berujung eskalasi perang dagang dengan saling menaikkan tarif impor. 


Ketika hubungan kedua negara membaik, sentimen terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar akan meningkat, dan aset-aset berisiko serta berimbal hasil tinggi akan menjadi buruan pelaku pasar. Rupiah akan diuntungkan ketika kondisi tersebut terjadi. Sebaliknya jika hubungan kedua negara memanas, maka risk appetite akan menurun, dan rupiah tertekan.

Pada bulan Agustus lalu, China mengumumkan bahwa pihaknya akan membebankan bea masuk bagi produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar. Pembebanan bea masuk tersebut akan mulai berlaku efektif dalam dua waktu, yakni 1 September dan 15 Desember. Bea masuk yang dikenakan China berkisar antara 5%-10%.

Lebih lanjut, China juga mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% terhadap mobil asal pabrikan AS, serta bea masuk sebesar 5% atas komponen mobil, berlaku efektif pada 15 Desember. Untuk diketahui, China sebelumnya telah berhenti membebankan bea masuk tersebut pada bulan April, sebelum kini kembali mengaktifkannya.


AS pun merespons dengan mengumumkan bahwa per tanggal 1 Oktober, pihaknya akan menaikkan bea masuk bagi US$ 250 miliar produk impor asal China, dari yang saat ini sebesar 25% menjadi 30%.

Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.

Namun, perang dagang tersebut tidak berlangsung lama, kedua negara sepakat untuk menunda kenaikan tarif dan memulai kembali perundingan dagang AS-China pada 10-11 Oktober di Washington. 

Ini merupakan perundingan tingkat tinggi, delegasi China akan dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara AS akan dikomandoi oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert Lighthizer.

Hasil perundingan kedua negara tersebut akan menjadi salah satu penggerak utama rupiah melawan dolar di kuartal IV-2019. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular