Rapor Bursa Saham Asia

Bursa Jepang Terbaik di Kuartal 3, Indonesia Nomor Berapa?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 October 2019 13:12
Bursa Jepang Terbaik di Kuartal 3, Indonesia Nomor Berapa?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan bursa saham di kuartal-III 2019 resmi berakhir Senin kemarin (30/9/2019), dan kita sudah memasuki Oktober. Sepanjang kuartal-III 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Bursa Efek Indonesia (BEI) terkoreksi hingga 2,98%.

Data perdagangan mencatatat, k
inerja IHSG senada dengan mayoritas indeks saham acuan di negara-negara kawasan Asia lainnya yang juga melemah pada triwulan ketiga tahun ini.

Tercatat, hanya indeks Nikkei 225 selaku indeks saham acuan di Jepang yang mampu menguat pada kuartal-III, yakni sebesar 2,26%. Praktis, bursa saham Jepang menjadi bursa saham dengan kinerja terbaik pada periode tersebut. 

Sementara itu, jika dibandingkan dengan indeks saham acuan lain di Asia yang juga melemah, posisi IHSG berada di tengah-tengah: ada beberapa indeks saham yang koreksinya lebih dalam dari IHSG, namun ada beberapa indeks saham yang koreksinya lebih tipis.

Ada beberapa sentimen yang menjadi penyebab rontoknya bursa saham Asia pada kuartal III.

Pertama, perkembangan perang dagang AS-China. Walaupun mendingin mendekati akhir kuartal, perang dagang antar dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut sempat terlebih dulu tereskalasi.

Bursa Saham Jepang Terbaik di Kuartal 3, Indonesia Apa Kabar?Foto: AS-China Segera Kembali Bahas Negosiasi Perang Dagang (CNBC Indonesia TV)



Pada bulan Agustus, China mengumumkan bahwa pihaknya akan membebankan bea masuk bagi produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar. Pembebanan bea masuk tersebut akan mulai berlaku efektif dalam dua waktu, yakni 1 September dan 15 Desember. Bea masuk yang dikenakan China berkisar antara 5%-10%.

Lebih lanjut, China juga mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% terhadap mobil asal pabrikan AS, serta bea masuk sebesar 5% atas komponen mobil, berlaku efektif pada 15 Desember. Untuk diketahui, China sebelumnya telah berhenti membebankan bea masuk tersebut pada bulan April, sebelum kembali mengaktifkannya.

Eskalasi berikutnya datang dari langkah AS yang merespons bea masuk dari China dengan bea masuk versinya sendiri. Melalui cuitan di Twitter, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa per tanggal 1 Oktober, pihaknya akan menaikkan bea masuk bagi US$ 250 miliar produk impor asal China, dari yang saat ini sebesar 25% menjadi 30%.

Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.

"...Yang menyedihkan, pemerintahan-pemerintahan terdahulu telah membiarkan China lolos dari praktek perdagangan yang curang dan tidak berimbang, yang mana itu telah menjadi beban yang sangat berat yang harus ditanggung oleh masyarakat AS. Sebagai seorang Presiden, saya tak lagi bisa mengizinkan hal ini terjadi!...." cuit Presiden AS Donald Trump melalui akun @realDonaldTrump.

Tak hanya saling balas bea masuk, Trump nampak sudah semakin all-in dalam menghadapi perang dagang dengan China. Sebelum mengumumkan bea masuk baru terhadap importasi produk asal China, melalui serangkaian cuitan di Twitter, Trump memerintahkan perusahaan-perusahaan asal AS untuk meninggalkan China.

"Perusahaan-perusahaan hebat asal AS dengan ini diperintahkan untuk segera mulai mencari alternatif atas China, termasuk membawa perusahaan-perusahaan Anda pulang dan membuat produk-produk Anda di AS," cetus Trump.

Memang, belum jelas apakah Trump memang punya kuasa untuk mengutus perusahaan-perusahaan asal AS untuk hengkang dari China. Namun, jika ternyata sampai ada celah di sistem hukum AS yang bisa dimanfaatkan Trump untuk mengeksekusi perintahnya tersebut, dampaknya dipastikan akan parah.

Bagaimana tidak, sejauh ini China merupakan penyuplai barang terbesar bagi AS. Ada begitu banyak perusahaan-perusahaan AS yang membangun pabrik di sana lantaran biaya produksi yang lebih murah.

Jika sampai perusahaan-perusahaan asal AS dipaksa hengkang dari China, kegiatan produksi di seluruh dunia bisa terganggu dan ancaman resesi menjadi kian nyata.


BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Dua Kali The Fed Kecewakan Pelaku Pasar

Hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS ikut memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Pada kuartal III-2019, The Fed tercatat memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak dua kali, yakni pada bulan Juli dan September.

Pada pertengahan bulan lalu, The Fed mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke rentang 1,75%-2%, menandai pemangkasan kedua di kuartal III dan di tahun ini setelah sebelumnya The Fed juga mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan Juli.

Kedua pemangkasan tingkat suku bunga acuan tersebut sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar.

Adalah nada hawkish (agresif) yang dilontarkan oleh Jerome Powell selaku Gubernur The Fed pada saat konferensi pers yang memantik aksi jual di bursa saham Asia. Nada hawkish tersebut mengempiskan ekspektasi pelaku pasar bahwa masih akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan lagi hingga akhir tahun.

Dalam konferensi pers pascamemangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu, walau menyebut bahwa pihaknya akan melakukan hal yang diperlukan guna mempertahankan ekspansi ekonomi, Powell menilai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan Juli dan September sebagai “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment” dan bukan merupakan strategi untuk mendorong tingkat suku bunga acuan lebih rendah lagi.

Pernyataan tersebut lantas menegaskan komentar Powell di bulan Juli bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.

“Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif,” kata Powell pada bulan Juli silam, dilansir dari CNBC International.

“Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat.”

Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut oleh The Fed akan membawa perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.


BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Faktor Domestik Ikut Bebani IHSG

Selain karena faktor eksternal, kinerja pasar saham tanah air pada kuartal III juga dibebani oleh faktor domestik. Pertama, rilis angka pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan.

Pada awal bulan Agustus, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019.

Sepanjang 3 bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%. 

Pertumbuhan ekonomi pada 3 bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.

Padahal, pada 3 bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.

Lebih lanjut, gelombang demonstrasi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ikut memantik aksi jual oleh investor di pasar saham tanah air.

Seperti yang diketahui, Indonesia memanas dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan gelombang demo yang terjadi di berbagai daerah terkait dengan beberapa isu.

Isu-isu yang dimaksud di antaranya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang belum lama ini sudah disahkan oleh parlemen. Disahkannya revisi UU KPK dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya yang sistematis untuk melemahkan posisi KPK, sebuah lembaga yang memiliki rekam jejak oke dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia.

Bursa Saham Jepang Terbaik di Kuartal 3, Indonesia Apa Kabar?Foto: Sejumlah Pelajar yang anarkis bentrok dengan aparat kepolisian di Sekiat Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (25/9/2019). (CNBC indonesia/Tri Susilo)



Selain revisi UU KPK, aksi demo juga digelar guna menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lebih lanjut, ada RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan juga RUU Minerba yang lagi-lagi meresahkan masyarakat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejatinya sudah mengambil beberapa langkah guna mendinginkan suasana, seperti berdiskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang pada akhirnya mendorong pengesahan RUU KUHP dan tiga RUU kontroversial lain dibatalkan.

Kepastian pembatalan pengesahan empat RUU tersebut datang pada hari Selasa (24/9/2019) dari Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Empat RUU yang dibatalkan pengesahannya adalah RUU KUHP, RUU Permasyarakatan, RUU Pertanahan dan RUU Minerba.

Kemudian, Jokowi menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh bangsa dari berbagai elemen di Istana Kepresidenan. Pasca menggelar pertemuan, Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu untuk UU KPK yang sangat kontroversial.

"Ya tentu ini akan kita segera hitung kalkulasi dan nanti setelah kita putuskan akan kami sampaikan pada senior dan guru-guru saya yang hadir," kata Jokowi.

Namun, belum semua tuntutan pendemo dipenuhi sehingga aksi demonstrasi terus saja terjadi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/tas) Next Article Virus Corona Makin Brutal, Hari Sesi I IHSG Jatuh 0,99%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular