Deflasi September Kelewat Dalam, IHSG Makin Terpuruk!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 October 2019 12:33
Deflasi September Kelewat Dalam, IHSG Makin Terpuruk!
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (1/10/2019), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, IHSG terkoreksi tipis 0,08% ke level 6.163,98. Namun, dengan cepat IHSG bisa membalikkan keadaan dengan merangsek ke zona hijau.

Sayang, per akhir sesi satu IHSG sudah kembali ke zona merah. IHSG melemah 0,22% ke level 6.155,46.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-2,09%), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk/AMRT (-7,04%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,33%), PT Barito Pacific Tbk/BRPT (-2,53%), dan PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-3,03%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru sedang kompak ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,69%, indeks Straits Times menguat 0,53%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,56%. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China.

Asa damai dagang yang kembali membuncah menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Asia. Sebelumnya, hubungan AS-China di bidang perdagangan sempat memanas sehingga membuat asa atas damai dagang kedua negara menjadi memudar.

CNBC International melaporkan bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump kini sedang mempertimbangkan langkah untuk memangkas investasi AS di China, seperti dikutip dari seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Sumber tersebut menyebut bahwa salah satu opsi yang mungkin diambil adalah memblokir seluruh investasi keuangan dari AS terhadap perusahaan-perusahaan asal China. Restriksi tersebut dimaksudkan untuk melindungi investor asal AS dari risiko yang berlebihan yang mereka tanggung, seiring dengan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh China terhadap perusahaan-perusahaan di sana.

Sebelumnya, Bloomberg memberitakan bahwa para pejabat pemerintahan AS mempertimbangkan opsi untuk men-delisting perusahaan-perusahaan asal China yang melantai di AS. Langkah ini dimaksudkan guna membatasi aliran modal portofolio dari investor asal AS ke perusahaan-perusahaan asal China. Lebih lanjut, AS juga mempertimbangkan untuk melarang dana pensiun dari pegawai pemerintah untuk diinvestasikan ke pasar keuangan China.

Namun, kini asa damai dagang kembali membuncah seiring dengan klarifikasi dari Gedung Putih. Penasihat Dagang Gedung Putih Peter Navarro mengatakan pemberitaan bahwa AS sedang mempertimbangkan pembatasan terhadap investasi di perusahaan asal China tidaklah akurat.

Sebagai informasi, sejauh ini kedua negara masih dijadwalkan untuk menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi pada bulan ini di Washington. Melansir Bloomberg, Kementerian Perdagangan China menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertandang ke AS selepas tanggal 7 Oktober guna memimpin delegasi China.

Sebelumnya, seperti dilansir dari CNBC International yang mengutip tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut, negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China akan digelar selama dua hari, yakni pada tanggal 10 dan 11 Oktober.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Rilis Angka Inflasi Konfirmasi Lemahnya Daya Beli

IHSG melemah kala bursa saham regional menguat seiring dengan rilis data inflasi periode September 2019 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,27% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) berada di level 3,39%. Deflasi tersebut lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memproyeksikan deflasi sebesar 0,15% saja secara bulanan.

Sebelum BPS merilis angka inflasi, IHSG ditransaksikan melemah 0,08% ke level 6.163,98. Selepas rilis angka inflasi, koreksi IHSG berangsur-angsur bertambah dalam.

Sepanjang bulan lalu, deflasi disumbang oleh pos bahan makanan yang terkontraksi 1,97% secara bulanan. Sementara itu, pos lainnya memang menyumbang inflasi, namun tipis saja sehingga deflasi pada bulan September tetap lebih dalam dari ekspektasi. 

Rilis angka inflasi periode September lantas mengonfirmasi lemahnya daya beli masyarakat Indonesia.

Sebelumnya pada periode Agustus, BPS mencatat terjadi inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,49%. Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,16% dan inflasi secara tahunan berada di level 3,54%.

Untuk diketahui, tanda-tanda lemahnya daya beli masyarakat juga sudah ditunjukkan oleh indikator lain. Melansir Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel periode Juli 2019 tercatat hanya tumbuh sebesar 2,4% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Juli 2018) yang sebesar 2,9%.

Untuk bulan Agustus, angka sementara menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh 3,7% YoY, jauh di bawah pertumbuhan pada Agustus 2018 yang mencapai 6,1%.

Sebagai catatan, sudah sedari bulan Mei pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular