Rilis Inflasi & Demo, Bikin IHSG Grogi & Masuk Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 October 2019 09:36
Rilis Inflasi & Demo, Bikin IHSG Grogi & Masuk Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (1/10/2019), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, IHSG terkoreksi tipis 0,08% ke level 6.163,98 menanti rilis inflasi yang akan disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) dan kekhawatiran demonstrasi saat pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Namun, dengan cepat IHSG bisa membalikkan keadaan. Pada pukul 09:30 WIB, IHSG mencatatkan apresiasi walaupun tipis saja, yakni sebesar 0,06% ke level 6.172,8 dan tak lama berselang masuk ke zona merah.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,79%, indeks Straits Times menguat 0,78%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,59%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China.

Asa damai dagang yang kembali membuncah menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Asia. Sebelumnya, hubungan AS-China di bidang perdagangan sempat memanas sehingga membuat asa atas damai dagang kedua negara menjadi memudar.

CNBC International melaporkan bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump kini sedang mempertimbangkan langkah untuk memangkas investasi AS di China, seperti dikutip dari seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Sumber tersebut menyebut bahwa salah satu opsi yang mungkin diambil adalah memblokir seluruh investasi keuangan dari AS terhadap perusahaan-perusahaan asal China. Restriksi tersebut dimaksudkan untuk melindungi investor asal AS dari risiko yang berlebihan yang mereka tanggung, seiring dengan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh China terhadap perusahaan-perusahaan di sana.

Sebelumnya, Bloomberg memberitakan bahwa para pejabat pemerintahan AS mempertimbangkan opsi untuk men-delisting perusahaan-perusahaan asal China yang melantai di AS. Langkah ini dimaksudkan guna membatasi aliran modal portofolio dari investor asal AS ke perusahaan-perusahaan asal China.

Lebih lanjut, AS juga mempertimbangkan untuk melarang dana pensiun dari pegawai pemerintah untuk diinvestasikan ke pasar keuangan China.

Namun, kini asa damai dagang kembali membuncah seiring dengan klarifikasi dari Gedung Putih. Penasihat Dagang Gedung Putih Peter Navarro mengatakan bahwa pemberitaan bahwa AS sedang mempertimbangkan pembatasan terhadap investasi di perusahaan asal China tidaklah akurat.

Sebagai informasi, sejauh ini kedua negara masih dijadwalkan untuk menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi pada bulan ini di Washington. Melansir Bloomberg, Kementerian Perdagangan China menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertandang ke AS selepas tanggal 7 Oktober guna memimpin delegasi China.

Sebelumnya, seperti dilansir dari CNBC International yang mengutip tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut, negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China akan digelar selama dua hari, yakni pada tanggal 10 dan 11 Oktober.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Dibatasi Rilis Angka Inflasi

Di sisi lain, apresiasi IHSG dibatasi oleh kekhawatiran yang menyelimuti rilis angka inflasi. Data ini dijadwalkan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB.

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memproyeksikan pada bulan September justru terjadi deflasi sebesar 0,15% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) diproyeksikan berada di level 3,52%.

Jika benar ada deflasi pada bulan lalu, maka akan menandai deflasi pertama sejak bulan Februari.

Pada perdagangan kemarin (30/9/2019), pelaku pasar sudah terlihat grogi dalam menantikan rilis angka inflasi. Pada perdagangan kemarin, indeks sektor barang konsumsi terkoreksi 0,45%, menjadikannya sektor dengan kontribusi negatif terbesar kedua bagi IHSG setelah indeks sektor jasa keuangan yang melemah 0,88%. Kemarin, IHSG ditutup melemah 0,45%.

Pada perdagangan hari ini, indeks sektor barang konsumsi melemah sebesar 0,02%.

Memang, ada beberapa hal yang bisa menjelaskan terjadinya deflasi seperti kehadiran musim panen dan turunnya harga emas dunia. Namun begitu, dikhawatirkan bahwa adanya deflasi justru mempertegas lemahnya daya beli masyarakat Indonesia.

Sebelumnya pada periode Agustus 2019, BPS mencatat terjadi inflasi 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,49%. Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,16% dan inflasi secara tahunan berada di level 3,54%.

Rilis angka inflasi yang berada di bawah ekspektasi mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada di level yang relatif rendah.

Lebih lanjut, tanda-tanda lemahnya daya beli masyarakat juga ditunjukkan oleh indikator lain. Melansir Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) pada bulan lalu, penjualan barang-barang ritel periode Juli 2019 tercatat hanya tumbuh sebesar 2,4% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Juli 2018) yang sebesar 2,9%.

Untuk bulan Agustus, angka sementara menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh 3,7% YoY, jauh di bawah pertumbuhan pada Agustus 2018 yang mencapai 6,1%.

Sebagai catatan, sudah sedari Mei 2019 pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3%. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular