Tensi Politik RI Memanas Lagi, IHSG Belum Pernah Hijau Sesi I

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 September 2019 12:49
Tensi Politik RI Memanas Lagi, IHSG Belum Pernah Hijau Sesi I
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (30/9/2019), dengan koreksi sebesar 0,11% ke level 6.190,37, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum pernah merasakan manisnya zona hijau. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi 0,58% ke level 6.161,27.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei jatuh 0,75%, indeks Shanghai melemah 0,4%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,31%.

Potensi memanasnya hubungan AS-China di bidang perdagangan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. CNBC International melaporkan bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump kini sedang mempertimbangkan langkah untuk memangkas investasi AS di China, seperti dikutip dari seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Sumber tersebut menyebut bahwa salah satu opsi yang mungkin diambil adalah memblokir seluruh investasi keuangan dari AS terhadap perusahaan-perusahaan asal China. Restriksi tersebut dimaksudkan untuk melindungi investor asal AS dari risiko yang berlebihan yang mereka tanggung, seiring dengan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh China terhadap perusahaan-perusahaan di sana. 

Sebelumnya, Bloomberg memberitakan bahwa para pejabat pemerintahan AS mempertimbangkan opsi untuk men-delisting perusahaan-perusahaan asal China yang melantai di AS. Langkah ini dimaksudkan guna membatasi aliran modal portofolio dari investor asal AS ke perusahaan-perusahaan asal China. Lebih lanjut, AS juga mempertimbangkan untuk melarang dana pensiun dari pegawai pemerintah untuk diinvestasikan ke pasar keuangan China.

Pemberitaan ini muncul kala kedua negara akan segera menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington. Melansir Bloomberg, Kementerian Perdagangan China menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertandang ke AS selepas tanggal 7 Oktober guna memimpin delegasi China.

Sebelumnya, seperti dilansir dari CNBC International yang mengutip tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut, negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China akan digelar selama dua hari, yakni pada tanggal 10 dan 11 Oktober.

Sekedar mengingatkan, sebelumnya hubungan AS-China di bidang perdagangan telah berangsur-angsur membaik. Pada pekan lalu, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa Beijing telah membeli kedelai dan daging babi asal AS dalam jumlah yang cukup besar menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi antar kedua negara.

Pengumuman ini merupakan sebuah perubahan sikap yang signifikan dari pihak China, mengingat pada bulan lalu Beijing memutuskan untuk menghentikan seluruh pembelian produk agrikultur asal AS.

Jika perang dagang kembali tereskalasi, dikhawatirkan bahwa perekonomian AS dan China akan mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 - > Rilis Angka Inflasi Bikin Grogi

Dari dalam negeri, kinerja IHSG dibebani oleh kekhawatiran yang menyelimuti rilis angka inflasi periode September 2019. Data ini akan dirilis esok hari (1/10/2019) oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memproyeksikan pada bulan September justru terjadi deflasi sebesar 0,15% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) diproyeksikan berada di level 3,52%.

Jika benar ada deflasi pada bulan lalu, maka akan menandai deflasi pertama sejak bulan Februari.

Pada periode Agustus 2019, BPS mencatat terjadi inflasi 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level sebesar 3,49%.

Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,16% dan inflasi secara tahunan berada di level 3,54%. 

Rilis angka inflasi yang berada di bawah ekspektasi mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada di level yang relatif rendah. Apalagi, tanda-tanda lemahnya daya beli masyarakat juga ditunjukkan oleh indikator lain.

Melansir Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) pada bulan lalu, penjualan barang-barang ritel periode Juli 2019 hanya tercatat tumbuh sebesar 2,4% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Juli 2018) yang sebesar 2,9%.

Untuk bulan Agustus, angka sementara menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh 3,7% YoY, jauh di bawah pertumbuhan pada Agustus 2018 yang mencapai 6,1%.

Sebagai catatan, sudah sedari Mei 2019 pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3%.

Dikhawatirkan, rilis angka inflasi esok hari akan semakin mengonfirmasi lemahnya daya beli masyarakat Indonesia.

Hingga akhir sesi satu, indeks sektor barang konsumsi terkoreksi sebesar 0,64%, menjadikannya sektor dengan kontribusi negatif terbesar ketiga bagi IHSG setelah indeks sektor jasa keuangan yang melemah 0,62% dan indeks sektor industri dasar yang ambruk 1,29%.

Saham-saham konsumer yang banyak dilepas pelaku pasar hingga tengah hari di antaranya: PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-1,6%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,28%), PT Kimia Farma Tbk/KAEF (-1,37%), dan PT Mayora Indah Tbk/MYOR (-1,32%).

BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Indonesia Berpotensi Memanas Lagi

Lebih lanjut, Indonesia yang berpotensi memanas lagi juga menjadi faktor yang membuat pelaku pasar melego saham-saham di tanah air. Seperti yang diketahui, Indonesia memanas dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan gelombang demo yang terjadi di berbagai daerah terkait dengan beberapa isu.

Isu-isu yang dimaksud di antaranya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang belum lama ini sudah disahkan oleh parlemen. Disahkannya revisi UU KPK dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya yang sistematis untuk melemahkan posisi KPK, sebuah lembaga yang memiliki rekam jejak oke dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia.

Selain revisi UU KPK, aksi demo juga digelar guna menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lebih lanjut, ada RUU Permsayarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan juga RUU Minerba yang lagi-lagi meresahkan masyarakat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejatinya sudah mengambil beberapa langkah guna mendingikan suasana, seperti berdiskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang pada akhirnya mendorong pengesahan RUU KUHP dan tiga RUU kontroversial lain dibatalkan.

Kepastian pembatalan pengesahan empat RUU tersebut datang pada hari Selasa (24/9/2019) dari Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Empat RUU yang dibatalkan pengesahannya adalah RUU KUHP, RUU Permasyarakatan, RUU Pertanahan dan RUU Minerba.

Kemudian, Jokowi menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh bangsa dari berbagai elemen di Istana Kepresidenan. Pasca menggelar pertemuan, Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu untuk UU KPK yang sangat kontroversial.

"Ya tentu ini akan kita segera hitung kalkulasi dan nanti setelah kita putuskan akan kami sampaikan pada senior dan guru-guru saya yang hadir," kata Jokowi.

Namun, belum semua tuntutan pendemo dipenuhi. Kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menolak mentah-mentah ajakan Jokowi untuk bertemu pada hari Jumat (27/9/2019).

Kalangan mahasiswa menganggap, yang dibutuhkan saat ini bukanlah pertemuan melainkan sikap tegas kepala negara dalam memenuhi tuntutan dan aspirasi kalangan mahasiswa.

"Kami rasa tuntutan yang diajukan telah tersampaikan secara jelas di berbagai aksi dan jalur media. Sehingga sejatinya yang dibutuhkan bukanlah sebuah pertemuan, melainkan tujuan kami adalah sikap tegas bapak Presiden memenuhi tuntutan," tulis keterangan resmi BEM SI.

Pada hari ini, aksi demo akan kembali digelar di Gedung DPR. Aksi demo ini bertepatan dengan Rapat Paripurna terakhir oleh anggota DPR periode 2014-2019.

Melansir CNN Indonesia, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) akan kembali menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR. Aliansi ini terdiri dari sejumlah kampus yang ada di Jakarta dan daerah lainnya.

"Kalau BEM secara keseluruhan turun di DPR lagi (atas nama) Aliansi Mahasiswa Indonesia," Koordinator Media BEM Seluruh Indonesia Ghozi Basyir Amirullah saat dikonfirmasi CNN Indonesia, Senin (30/9/2019).

Masih melasir CNN Indonesia, sebanyak 20.500 personel disiagakan guna mengamankan aksi demonstrasi hari ini.

"20.500 personel gabungan disiagakan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, Senin (30/9/2019).

Argo menjelaskan, puluhan ribu personel tersebut terdiri atas personel gabungan. Mereka berasal dari TNI, Polri dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Kendaraan taktis juga disiagakan di sana, seperti baracuda dan water canon," lanjut Argo.

Situasi di Indonesia yang berpotensi kembali memanas membuat pelaku pasar bermain defensif dengan melego saham-saham di tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular