Mohon Maaf Bapak-Ibu, Tak Ada Happy Weekend Buat IHSG!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 September 2019 16:34
Mohon Maaf Bapak-Ibu, Tak Ada Happy Weekend Buat IHSG!
Foto: Gedung Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini, Jumat (27/9/2019), dengan koreksi sebesar 0,26% ke level 6.213,93, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak pernah sekalipun merasakan manisnya zona hijau. Per akhir sesi dua, indeks saham acuan di Indonesia tersebut melemah 0,54% ke level 6.196,89. Tak ada yang namanya happy weekend bagi IHSG.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei jatuh 0,77%, indeks Hang Seng melemah 0,33%, indeks Straits Times terkoreksi 0,14%, dan indeks Kospi anjlok 1,19%.

Bursa saham Benua Kuning melemah kala sejatinya asa damai dagang AS-China kian terasa. Negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China di Washington akan digelar pada tanggal 10 dan 11 Oktober mendatang, seperti dilansir dari CNBC International yang mengutip tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut. Salah seorang sumber menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan memimpin delegasi dari China. 

Sebelum pemberitaan ini dipublikasikan oleh CNBC International, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa Beijing telah membeli kedelai dan daging babi asal AS dalam jumlah yang cukup besar menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi antar kedua negara.

Pengumuman ini merupakan sebuah perubahan sikap yang signifikan dari pihak China, mengingat pada bulan lalu Beijing memutuskan untuk menghentikan seluruh pembelian produk agrikultur asal AS.

Kesepakatan dagang bisa menjadi kunci untuk membawa perekonomian China, berikut perekonomian dunia, keluar dari tekanan. Menurut Beige Book yang dipublikasikan pada hari Rabu (25/9/2019), perekonomian China pada kuartal III-2019 berada di posisi terlemahnya selama tahun 2019. Lemahnya perekonomian China terjadi seiring dengan adanya kontraksi di sektor manufaktur dan jasa.

Menurut laporan tersebut, lemahnya perekonomian China pada saat ini utamanya disebabkan oleh aktivitas di sektor manufaktur yang tak bergairah. Laporan tersebut kemudian memaparkan bahwa penjualan dari perusahaan-perusahaan sektor manufaktur, laba bersih, volume penjualan, dan harga jual jatuh hingga dua digit jika dibandingkan dengan kuartal II-2019.

Sementara itu, sektor jasa tercatat terus-menerus membukukan pelemahan, dengan penjualan dan laba bersih pada kuartal III-2019 jatuh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Rekrutmen karyawan melambat, mengindikasikan bahwa jika sektor manufaktur harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar, sektor jasa tak memiliki kapasitas untuk menyerapnya.

Untuk diketahui, Beige Book disusun berdasarkan wawancara dengan lebih dari 3.300 perusahaan di China. Periode wawancara untuk Beige Book edisi terbaru ini adalah pertengahan Agustus hingga pertengahan September.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> The Fed Ditakutkan Tak Pangkas Bunga Lagi Hingga Akhir Tahun

Kekhawatiran bahwa Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS tak akan memangkas tingkat suku bunga acuan lagi di sisa tahun ini menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Asia.

Kekhawatiran ini muncul seiring dengan pembacaan final untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal II-2019 yang diumumkan di level 2% (QoQ annualized), sama dengan pembacaan kedua dan dengan konsensus, seperti dilansir dari Forex Factory. Untuk diketahui, pada pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS diumumkan berada di level 2,1%, sebelum kemudian direvisi menjadi 2% pada pembacaan kedua.

Pertumbuhan ekonomi AS yang ternyata tak kembali direvisi turun pada pembacaan final lantas memantik kekhawatiran bahwa The Fed akan menahan tingkat suku bunga acuan hingga akhir tahun di level saat ini. Apalagi, nada hawkish memang sebelumnya sudah terlontar dari mulut pejabat The Fed.

Sekedar mengingatkan, pada pekan lalu The Fed mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke rentang 1,75%-2%, menandai pemangkasan kedua di tahun ini pasca sebelumnya The Fed juga mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan Juli.

Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian AS, serta rendahnya tekanan inflasi.

Namun, ada nada hawkish yang dilontarkan oleh Jerome Powell selaku Gubernur The Fed pada saat konferensi pers. Walau menyebut bahwa pihaknya akan melakukan hal yang diperlukan guna mempertahankan ekspansi ekonomi, Powell menilai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan Juli dan pekan lalu sebagai “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment” dan bukan merupakan strategi untuk mendorong tingkat suku bunga acuan lebih rendah lagi.

Pernyataan tersebut lantas menegaskan komentar Powell di bulan Juli bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.

“Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif,” kata Powell pada bulan Juli silam, dilansir dari CNBC International.

“Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat.”

Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut oleh The Fed akan membawa perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

Ketika negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia mengalami hard landing, pastilah perekonomian dunia akan ikut mendapat tekanan yang signifikan.

BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Baru Masuk, Investor Asing Sudah Keluar Lagi

Investor asing yang kembali angkat kaki dari bursa saham tanah air membebani langkah IHSG pada hari ini. Per akhir sesi dua, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 185,2 miliar di pasar reguler.

Investor asing kembali meninggalkan pasar saham Indonesia. Untuk diketahui, dalam periode 12 September-25 September (10 hari perdagangan), investor asing selalu membukukan jual bersih di pasar reguler. Jika ditotal, nilai jual bersih investor asing dalam 10 hari tersebut mencapai Rp 5,1 triliun.

Kemarin (26/9/2019), investor asing memang mencatatkan beli bersih di pasar reguler, namun nilainya terbilang minim yakni senilai Rp 218,4 miliar, sebelum kemudian kembali mencatatkan jual bersih pada perdagangan hari ini.

Selain karena kekhawatiran bahwa The Fed tak akan memangkas tingkat suku bunga acuan lagi hingga akhir tahun, aksi jual juga dilakukan investor asing seiring dengan kondisi di Indonesia yang masih riskan.

Seperti yang diketahui, Indonesia memanas dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan gelombang demo yang terjadi di berbagai daerah terkait dengan beberapa isu.

Isu-isu yang dimaksud di antaranya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang belum lama ini sudah disahkan oleh parlemen. Disahkannya revisi UU KPK dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya yang sistematis untuk melemahkan posisi KPK, sebuah lembaga yang memiliki rekam jejak oke dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Selain revisi UU KPK, aksi demo juga digelar guna menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lebih lanjut, ada RUU Permsayarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan juga RUU Minerba yang lagi-lagi meresahkan masyarakat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejatinya sudah mengambil beberapa langkah guna mendingikan suasana, seperti berdiskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang pada akhirnya mendorong pengesahan RUU KUHP dan tiga RUU kontroversial lain dibatalkan.

Kepastian pembatalan pengesahan empat RUU tersebut datang pada hari Selasa (24/9/2019) dari Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Empat RUU yang dibatalkan pengesahannya adalah RUU KUHP, RUU Permasyarakatan, RUU Pertanahan dan RUU Minerba.

Kemudian kemarin, Jokowi menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh bangsa dari berbagai elemen di Istana Kepresidenan. Pasca menggelar pertemuan, Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu untuk UU KPK yang sangat kontroversial.

"Ya tentu ini akan kita segera hitung kalkulasi dan nanti setelah kita putuskan akan kami sampaikan pada senior dan guru-guru saya yang hadir," kata Jokowi.

Namun, belum semua tuntutan pendemo dipenuhi. Kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menolak mentah-mentah ajakan Jokowi untuk bertemu pada hari ini.

Kalangan mahasiswa menganggap, yang dibutuhkan saat ini bukanlah pertemuan melainkan sikap tegas kepala negara dalam memenuhi tuntutan dan aspirasi kalangan mahasiswa.

"Kami rasa tuntutan yang diajukan telah tersampaikan secara jelas di berbagai aksi dan jalur media. Sehingga sejatinya yang dibutuhkan bukanlah sebuah pertemuan, melainkan tujuan kami adalah sikap tegas bapak Presiden memenuhi tuntutan," tulis keterangan resmi BEM SI.

Mahasiswa menilai bahwa aspirasi yang disuarakan selama ini berasal dari kantung kegelisahan masyarakat akibat kebijakan pemerintah yang disebut tidak sesuai dengan keinginan masyarakat luas.

Lebih lanjut, depresiasi rupiah ikut memantik aksi jual oleh investor asing. Walaupun pada akhir perdagangan menguat 0,11% melawan dolar AS di pasar spot, rupiah cenderung bergerak melemah sepanjang hari ini. Di titik terlemahnya hari ini di level Rp 14.195/dolar AS, rupiah tercatat melemah sebesar 0,14%.

Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga aksi jual di pasar saham memang menjadi opsi yang sangat mungkin diambil.

Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 74,5 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 62,3 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 49,5 miliar), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 30,1 miliar), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 22,1 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular