Jelang Rilis Pertumbuhan Ekonomi AS, Rupiah Kurang Gairah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 September 2019 09:05
Jelang Rilis Pertumbuhan Ekonomi AS, Rupiah Kurang Gairah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasar spot hari ini. Di satu sisi rupiah punya potensi untuk menguat, tetapi di sisi lain sentimen eksternal agak kurang mendukung.

Pada Kamis (26/9/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.045 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,25% terhadap dolar AS. Pelemahan tersebut membuat rupiah lesu dalam tiga hari perdagangan beruntun.

Selama tiga hari tersebut, depresiasi rupiah tercatat 0,68%. Oleh karena itu, terbuka peluang bagi rupiah untuk mengalami technical rebound karena pelemahan yang sudah lumayan dalam.


Akan tetapi, potensi itu agak sulit terwujud karena cuaca sedang kurang mendukung. Di Asia, sejumlah mata uang utama melemah di hadapan dolar AS. Artinya, investor memang masih pikir-pikir, belum yakin betul untuk masuk ke pasar keuangan Benua Kuning.

Bahkan rupiah kemudian malah melemah. Pada pukul 08:40 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.160 di mana rupiah melemah 0,11%.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:41 WIB:



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Faktor eksternal memang sedang agak mixed, ada sentimen positif dan negatif. Kabar baiknya, hubungan dagang AS-China sepertinya bisa pulih dalam waktu yang lebih cepat dari perkiraan semula.

Sudah lebih dari setahun kedua negara ini terlibat perang dagang, saling balas bea masuk. Akibatnya rantai pasok global terganggu dan menyebabkan perlambatan ekonomi yang bukan tidak mungkin berujung kepada resesi.

Presiden AS Donald Trump mengungkapkan proses dialog Washington-Beijing berjalan mulus. Bahkan sang presiden ke-45 Negeri Adidaya sudah berani sesumbar bahwa kesepakatan damai dagang bisa segera terwujud.

"Mereka (China) ingin membuat kesepakatan, dan itu bisa terjadi lebih cepat dari yang Anda duga. Saya bersikap baik kepada mereka, dan kami melakukan pembicaraan yang positif. China mulai membeli kembali produk agrikultur kami seperti daging sapi dan babi, banyak sekali daging babi," ungkap Trump kepada para jurnalis di New York, seperti diberitakan Reuters.


Perkembangan ini tentu positif bagi pasar, dan seluruh pelaku ekonomi. Saat AS-China benar-benar sudah berdamai, maka arus perdagangan dan investasi global akan pulih sehingga pertumbuhan ekonomi bisa ditingkatkan.

Namun di sisi lain, investor terus memperhatikan dinamika politik AS yang menghangat. Kemarin, House of Representatives yang didominasi kubu oposisi Partai Demokrat resmi mengajukan proposal pemakzulan (impeachment) terhadap Trump.

Penyebabnya adalah pembicaraan telepon antara Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada 25 Juli lalu. Trump meminta pemerintahan Zelenskiy untuk melakukan penyelidikan terhadap bisnis minyak keluarga Joe Biden di Ukraina. Sebagai balasan, Trump menjanjikan hibah senilai US$ 400 juta.

Biden adalah mantan wakil presiden AS kala masa pemerintahan Barack Obama. Dalam beberapa polling, Biden diunggulkan sebagai calon presiden Partai Demokrat untuk pemilikan presiden 2020.

"Pembicaraan (Trump dengan Zelenkiy) seperti gaya mafia, tetapi dilakukan oleh kepala negara," tegas Adam Schiff, Ketua Komite Intelijen Negara US House of Representatives, seperti diwartakan Reuters.



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Meski sudah ada proposal formal dari House, tetapi jalan menuju pendongkelan Trump masih panjang. Pasalnya, impeachment harus disetujui pula oleh kamar yang lain yaitu Senat. Nah, Senat AS saat ini dikuasai oleh Partai Republik pendukung Trump.

Sampai saat ini, hanya dua presiden AS yang terancam dimakzulkan yaitu Andrew Johnson dan William 'Bill' Clinton. Namun keduanya berhasil lolos dari lubang jarum dan menyelesaikan masa jabatannya. Sementara Richard Nixon yang tersangkut skandal maha berat Watergate memilih mundur sebelum dilengserkan.

Oleh karena itu, sulit untuk melihat Trump bakal dipaksa turun melalui impeachment. Prosesnya masih panjang, melibatkan Senat, dan sejarah membuktikan belum ada presiden Negeri Paman Sam yang lengser karena pemakzulan.

Meski begitu, gaduh politik di AS akan membuat investor tidak nyaman. Jadi sembari menunggu kabar terbaru dari Washington, lebih baik bermain aman dulu.

Kemudian, investor juga menantikan rilis data penting dari AS yaitu angka final pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019. Dalam pembacaan kedua, pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2019 adalah 2%, cukup jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 3,1%.


Di tengah isu resesi yang semakin mengemuka, data pertumbuhan ekonomi AS tentu sangat dinanti. Investor pasti ingin mengetahui seberapa kuat ekonomi AS dan seberapa dekat Negeri Adidaya dengan resesi.

Kalau ancaman resesi semakin nyata di AS, maka seluruh dunia akan merasakan dampaknya. Sebab AS adalah perekonomian terbesar, konsumen nomor satu di kolong langit. Saat permintaan di AS turun, sulit bagi negara-negara lain untuk mengandalkan ekspor sebagai mesin pendorong pertumbuhan ekonomi.



Baca: Kalau AS Resesi Emang Kenapa? Apa Ngaruhnya untuk RI?


T
IM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular