
Jelang Rilis Pertumbuhan Ekonomi AS, Rupiah Kurang Gairah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 September 2019 09:05

Faktor eksternal memang sedang agak mixed, ada sentimen positif dan negatif. Kabar baiknya, hubungan dagang AS-China sepertinya bisa pulih dalam waktu yang lebih cepat dari perkiraan semula.
Sudah lebih dari setahun kedua negara ini terlibat perang dagang, saling balas bea masuk. Akibatnya rantai pasok global terganggu dan menyebabkan perlambatan ekonomi yang bukan tidak mungkin berujung kepada resesi.
Presiden AS Donald Trump mengungkapkan proses dialog Washington-Beijing berjalan mulus. Bahkan sang presiden ke-45 Negeri Adidaya sudah berani sesumbar bahwa kesepakatan damai dagang bisa segera terwujud.
"Mereka (China) ingin membuat kesepakatan, dan itu bisa terjadi lebih cepat dari yang Anda duga. Saya bersikap baik kepada mereka, dan kami melakukan pembicaraan yang positif. China mulai membeli kembali produk agrikultur kami seperti daging sapi dan babi, banyak sekali daging babi," ungkap Trump kepada para jurnalis di New York, seperti diberitakan Reuters.
Perkembangan ini tentu positif bagi pasar, dan seluruh pelaku ekonomi. Saat AS-China benar-benar sudah berdamai, maka arus perdagangan dan investasi global akan pulih sehingga pertumbuhan ekonomi bisa ditingkatkan.
Namun di sisi lain, investor terus memperhatikan dinamika politik AS yang menghangat. Kemarin, House of Representatives yang didominasi kubu oposisi Partai Demokrat resmi mengajukan proposal pemakzulan (impeachment) terhadap Trump.
Penyebabnya adalah pembicaraan telepon antara Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada 25 Juli lalu. Trump meminta pemerintahan Zelenskiy untuk melakukan penyelidikan terhadap bisnis minyak keluarga Joe Biden di Ukraina. Sebagai balasan, Trump menjanjikan hibah senilai US$ 400 juta.
Biden adalah mantan wakil presiden AS kala masa pemerintahan Barack Obama. Dalam beberapa polling, Biden diunggulkan sebagai calon presiden Partai Demokrat untuk pemilikan presiden 2020.
"Pembicaraan (Trump dengan Zelenkiy) seperti gaya mafia, tetapi dilakukan oleh kepala negara," tegas Adam Schiff, Ketua Komite Intelijen Negara US House of Representatives, seperti diwartakan Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Sudah lebih dari setahun kedua negara ini terlibat perang dagang, saling balas bea masuk. Akibatnya rantai pasok global terganggu dan menyebabkan perlambatan ekonomi yang bukan tidak mungkin berujung kepada resesi.
Presiden AS Donald Trump mengungkapkan proses dialog Washington-Beijing berjalan mulus. Bahkan sang presiden ke-45 Negeri Adidaya sudah berani sesumbar bahwa kesepakatan damai dagang bisa segera terwujud.
Perkembangan ini tentu positif bagi pasar, dan seluruh pelaku ekonomi. Saat AS-China benar-benar sudah berdamai, maka arus perdagangan dan investasi global akan pulih sehingga pertumbuhan ekonomi bisa ditingkatkan.
Namun di sisi lain, investor terus memperhatikan dinamika politik AS yang menghangat. Kemarin, House of Representatives yang didominasi kubu oposisi Partai Demokrat resmi mengajukan proposal pemakzulan (impeachment) terhadap Trump.
Penyebabnya adalah pembicaraan telepon antara Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada 25 Juli lalu. Trump meminta pemerintahan Zelenskiy untuk melakukan penyelidikan terhadap bisnis minyak keluarga Joe Biden di Ukraina. Sebagai balasan, Trump menjanjikan hibah senilai US$ 400 juta.
Biden adalah mantan wakil presiden AS kala masa pemerintahan Barack Obama. Dalam beberapa polling, Biden diunggulkan sebagai calon presiden Partai Demokrat untuk pemilikan presiden 2020.
"Pembicaraan (Trump dengan Zelenkiy) seperti gaya mafia, tetapi dilakukan oleh kepala negara," tegas Adam Schiff, Ketua Komite Intelijen Negara US House of Representatives, seperti diwartakan Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Data Pertumbuhan Ekonomi AS Dinanti
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular