Kenapa Harga Emas Global Jatuh Usai Reli 2 Hari Beruntun?

Putu Agus Pransuamitra & Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
25 September 2019 06:46
Kenapa Harga Emas Global Jatuh Usai Reli 2 Hari Beruntun?
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia di pasar spot melemah memasuki perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) pada Selasa tadi (24/9/19) setelah mencatat penguatan selama 2 hari beruntun dan mencapai level tertinggi dalam 2 pekan.

Pada pukul 20:57 WIB Selasa malam, harga emas melemah 0,24% ke level US$ 1.518,24/troy ons di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Sebelumnya, logam mulai ini bahkan sempat turun 0,42%.

Isu resesi yang kembali menghangat di pekan ini menjadi pendorong kenaikan harga emas. Negeri Adikuasa, Amerika Serikat (AS) banyak yang memprediksi akan mengalami resesi pada tahun depan. Sementara yang terdekat, bahkan bisa dikatakan di ujung tanduk akan mengalami resesi adalah Jerman.


Sebagai negara yang mengandalkan ekspor sebagai roda penggerak perekonomian, sektor manufaktur Jerman justru mengalami kontraksi sembilan bulan beruntun.



Angka pembacaan awal Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Jerman versi Markit periode September ada di 41,4. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5.

Angka 50 menjadi ambang batas, di atas 50 menunjukkan ekspansi atau peningkatan aktivitas, sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau aktivitas yang memburuk.


Kontraksi sektor manufaktur Jerman tersebut menjadi yang terdalam dalam lebih dari satu dekade terakhir.

Akibat kontraksi panjang sektor manufaktur, pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal II-2019 mengalami kontraksi sebesar 0,1% secara kuartalan atau quarter-on-quarter.

Dengan aktivitas manufaktur yang terus memburuk, maka di kuartal III-2019 Jerman berpeluang besar kembali mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi, sehingga berpotensi mengalami resesi.

Resesi yang dialami Jerman tentunya akan berdampak buruk ke negara-negara lainnya di Benua Biru.

Meski demikian isu resesi pada pekan ini sepertinya tertutupi oleh kabar akan berlanjutnya negosiasi dagang AS-China di bulan Oktober. Asa akan adanya damai dagang kembali membuncah, dan logam mulia mengalami tekanan.

Kabar bagus tersebut juga membuat bursa saham AS menguat, yang artinya selera terhadap risiko (risk appetite) para investor sedang bagus. Ketika risk appetite bagus, maka emas menjadi kurang menarik dan harganya pun menjadi melemah.

Secara teknikal
Kendati harga emas menurun tadi malam di level US$ 1.518,24/troy ons, maka jika kembali bergerak konsisten di atas level tersebut, emas berpeluang naik dan menguji kembali level US$ 1.526/troy ons.

Peluang ke area US$ 1.530/US$ hingga ke US$ 1.534/troy ons menjadi terbuka jika logam mulia mampu menembus konsisten di atas US$ 1.526/troy ons.

Hanya saja kalau emas terus tertahan di bawah level US$ 1.521/troy ons, target penurunan yang dituju berikutnya adalah US$ 1.516 sampai US$ 1.512/troy ons.

LANJUT HALAMAN 2: Antara harga emas Antam dan prediksi Goldman Sachs

Harga emas investasi ritel kepingan acuan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau emas Antam naik Rp 3.000 per gram menjadi Rp 716.000 per gram pada perdagangan Selasa kemarin (24/9/2019) dari Rp 713.000.000 per gram pada Senin lalu. 

Penguatan yang terjadi melanjutkan tren kenaikan harga yang sudah terbentuk sejak pekan lalu, terutama karena kondisi dalam negeri yang diwarnai demonstrasi menolak RUU KPK dan KUHP.

Dari global, sentimen negatif pasar keuangan yang diharap-harap cemas dapat mendorong kenaikan harga emas dunia adalah aksi menunggu investor terhadap ancaman resesi dunia serta kelanjutan perundingan damai dagang Amerika Serikat (AS)-China. 

Meskipun kemarin harga emas naik, harga emas keping acuan 100 gram tersebut masih cukup jauh dari posisi tertinggi sepanjang masanya Rp 726.000/gram pada Kamis 5 September lalu.


Lebih lanjut, bank investasi Goldman Sachs Group Inc. juga memprediksi harga emas global akan kembali melesat pada Oktober mendatang seiring dengan tingginya indeks volatilitas yang tercermin dari CBOE Volatility Index. Goldman menegaskan sejak 1928, volatilitas di bulan Oktober 25% lebih tinggi dari bulan-bulan lainnya.

"Pada bulan September, indeks volatilitas CBOE turun sebesar 19,3% dari bulan ke bulan," tulis catatan Goldman dikutip CNBC Indonesia dari marketrealist.com, Selasa (24/9/2019).

CBOE Volatility Index, atau dikenal dengan simbol VIX, adalah ukuran yang populer menggambarkan risiko volatilitas pasar saham yang tersirat dari opsi indeks S&P 500. Indeks ini dihitung dan disebarluaskan secara real-time oleh Chicago Board Options Exchange (CBOE), dan biasanya disebut sebagai indeks rasa takut atau pengukur rasa takut bagi investor pasar modal.

Menurut Goldman, proyeksi tingginya indeks volatilitas pada Oktober mendatang akibat ketidakpastian seputar kebijakan perdagangan AS-China yang telah memperlambat pertumbuhan ekonomi di pasar negara berkembang dan Eropa.

Pada Agustus lalu, riset Goldman Sachs yang dikutip Bloomberg, mengemukakan bahwa reli harga emas global di atas level US$ 1.500/troy ons adalah hanya awalan. Hal ini lantaran harga emas sudah berada di level tinggi dalam 6 tahun terakhir, dan akan melonjak ke level US$ 1.600/troy ons dalam 6 bulan ke depan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas) Next Article Emas Dunia Loyo, Apa Kabar Emas Antam?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular