
RI Diterpa Gelombang Demo, IHSG Paling Buruk di Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia - 'Jerit tangis' pelaku pasar saham tanah air begitu terdengar pada hari ini, Selasa (24/9/2019), setidaknya di kawasan Asia. Sudah sedari pembukaan perdagangan pasar keuangan RI terombang-ambing.
Mengawali perdagangan hari ini dengan koreksi sebesar 0,28% ke level 6.188,77, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia terus memperlebar kekalahannya seiring dengan berjalannya waktu.
Per akhir sesi dua, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut mencapai 1,11% ke level 6.137,61. IHSG ditutup di bawah level psikologis 6.200 untuk kali pertama sejak 6 Agustus 2019. Posisi IHSG pada penutupan perdagangan hari ini juga merupakan posisi penutupan terlemahnya sejak 6 Agustus 2019.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-1,33%), PT Astra International Tbk/ASII (-2,26%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,94%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-3,31%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (-4,07%).
IHSG melemah kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia justru melaju di zona hijau. Hanya ada dua indeks saham di kawasan Asia yang melemah pada hari ini, yakni IHSG dan KLCI selaku indeks saham acuan di Malaysia. Namun, koreksi yang dibukukan IHSG jauh lebih dalam sehingga menjadikannya indeks saham dengan kinerja terburuk di kawasan Asia.
Investor asing memegang peranan yang begitu besar dalam membuat IHSG terkapar pada perdagangan hari ini. Per akhir sesi dua, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 994 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler), menandai jual bersih kesembilan secara beruntun.
Untuk diketahui, kali terakhir investor asing membukukan beli bersih di pasar saham tanah air adalah pada tanggal 11 September 2019. Dalam periode 12-23 September, jual bersih investor asing di pasar reguler mencapai Rp 3,5 triliun.
Bursa saham kawasan Asia berhasil bangkit pasca kemarin (23/9/2019) sudah diterpa tekanan jual. Kemarin, tekanan jual bagi bursa saham Asia datang dari memudarnya asa damai dagang AS-China.
Pada pekan kemarin tepatnya di hari Kamis (19/9/2019) dan Jumat (20/9/2019), delegasi setingkat wakil menteri dari pihak AS dan China menggelar perundingan di Washington guna merumuskan dasar untuk negosiasi tingkat tinggi yang rencananya akan digelar pada bulan depan.
Dalam negosiasi setingkat wakil menteri yang berlangsung selama dua hari tersebut, delegasi China dipimpin oleh Liao Min selaku Deputi Direktur dari Office of the Central Commission for Financial and Economic Affairs dan juga Wakil Menteri Keuangan China. Sementara itu, AS mengutus Jeffrey Gerrish selaku Deputi Kantor Perwakilan Dagang AS.
Rencananya pasca menggelar negosiasi dagang, delegasi China akan mengunjungi ladang pertanian di Montana dan Nebraska. Namun, rencana kunjungan tersebut dibatalkan dan delegasi China kembali ke negaranya lebih cepat dari yang dijadwalkan.
Sebelumnya pada hari Kamis, Menteri Perdagangan AS Sonny Perdue mengatakan bahwa kunjungan delegasi China ke ladang pertanian di AS dimaksudkan agar pihak China bisa membangun hubungan yang baik dengan para petani di AS.
Sejatinya, pihak China sudah mencoba meredam kekhawatiran yang beredar dengan melakukan klarifikasi atas apa yang terjadi menjelang akhir pekan. Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perbincangan pada pekan lalu di AS berlangsung secara konstruktif, dilansir dari Bloomberg.
Namun tetap saja, pelaku pasar mulai mempertanyakan hubungan antar kedua negara di bidang perdagangan. Ada kekhawatiran bahwa dipersingkatnya kunjungan delegasi China ke AS merupakan pertanda bahwa kedua negara akan sulit untuk meneken kesepakatan dagang dalam waktu dekat.
Pada hari ini, ada perkembangan yang positif terkait dengan hal tersebut sehingga hasrat pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di pasar saham kembali mencuat. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa batalnya kunjungan delegasi China ke ladang pertanian di AS merupakan inisiasi dari pihak AS, dilansir dari CNBC International. Mantan bankir Goldman Sachs tersebut juga mengungkapkan bahwa pihak China akan menjadwalkan ulang kunjungan ke ladang pertanian di AS.
Sentimen positif bagi bursa saham Asia juga datang dari rilis data ekonomi AS yang menggembirakan. Kemarin, pembacaan awal atas data Manufacturing PMI periode September 2019 diumumkan oleh IHS Markit di level 51, menandai ekpansi aktivitas manufatur tercepat dalam lima bulan. Pada bulan Agustus, Manufacturing PMI AS berada di level 50,3.
Tak hanya aktivitas di sektor manufaktur, aktivitas di sektor jasa AS juga tercatat menggeliat. Pembacaan awal atas data Services PMI periode September 2019 diumumkan oleh IHS Markit di level 50,9, lebih tinggi dibandingkan capaian pada bulan Agustus di level 50,7.
Kala AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia mampu mencatatkan ekspansi aktivitas sektor manufaktur dan jasa yang pesat, tentu perekonomian dunia akan bisa dipacu untuk melaju di level yang relatif tinggi.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Suara Rakyat Diabaikan
