
Goldman Sachs: Oktober Kian Volatil, Emas Bisa Rekor Lagi!

Menurut Goldman, proyeksi tingginya indeks volatilitas pada Oktober mendatang akibat ketidakpastian seputar kebijakan perdagangan AS-China yang telah memperlambat pertumbuhan ekonomi di pasar negara berkembang dan Eropa.
Tahun ini, kurs dolar AS bahkan telah menguat sebesar 2,4% terhadap mata uang utama lain yang mengindikasikan adanya rotasi uang beralih ke AS.
"Apalagi jika pasar ekuitas menurun, emas bisa naik," tulis Goldman.
Pada September ini, harga emas memang turun 0,8% dibandingkan dengan kenaikan 6,5% pada Agustus lalu.
"Emas bisa menjadi lindung nilai yang lebih baik di tengah volatilitas pasar. Selain itu, mata uang safe-haven seperti Franc Swiss dan yen Jepang masing-masing naik 0,4% dan 2,3%, di tengah gejolak pasar saham bulan lalu."
Sebagai perbandingan, data Refinitiv mencatat harga emas dunia di pasar spot bergerak turun pada perdagangan Selasa ini (24/9/2019). Namun ke depan bukan tidak mungkin harga sang logam mulia kembali naik mengingat masih tingginya risiko ekonomi global.
Pada Selasa ini pukul 14:13 WIB, harga emas berada di US$ 1.524,14/troy ons. Turun tipis 0,04% dibandingkan posisi hari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, harga emas sudah melonjak 1,43%. Oleh karena itu, wajar jika investor mencoba mencairkan keuntungan. Harga emas pun turun akibat tekanan jual.
Pada Agustus lalu, riset Goldman Sachs yang dikutip Bloomberg, mengemukakan bahwa reli harga emas global di atas level US$ 1.500/troy ons adalah hanya awalan. Hal ini lantaran harga emas sudah berada di level tinggi dalam 6 tahun terakhir, dan akan melonjak ke level US$ 1.600/troy ons dalam 6 bulan ke depan.
Menguatnya harga emas ini lantaran investor memburu aset-aset teraman atau safe haven assets di tengah buramnya prospek ekonomi global dan memanasnya perang dagang AS-China.
"Jika rasa cemas terus berlanjut, kemungkinan karena eskalasi perang dagang, harga emas bisa melompat lebih tinggi, dipicu naiknya alokasi ETF [exchange traded fund] emas dari portofolio sejumlah manager investasi yang terus menambah kepemilikan emas mereka," demikian laporan Goldman Sachs, termasuk laporan dari analis Sabine Schels, pada Rabu (7/8/2019).
"ETF emas belakangan membangun momentumnya, sehingga posisi kuatnya hampir menyamai pada 2016, dan kami yakin hal itu bisa dijaga dalam jangka pendek," tulis laporan itu lagi.
Mengutip data Bloomberg, kepemilikan emas di ETF melonjak ke level tertinggi sejak April 2013 di tengah anjloknya pasar finansial sehingga menyebabnya tergerusnya nilai pasar saham di bursa AS yang mencapai US$ 700 miliar pada Senin 5 Agustus silam.
Dengan harga prediksi US$ 1.600 dalam 6 bulan ke depan, dengan mengacu aturan di pasar 1 troy ons setara dengan 31,1 gram, maka dengan hitungan itu, besaran US$ 1.600/troy ons dikonversi dengan membagi angka tersebut dengan 31,1 gram, hasilnya US$ 51,45/gram.
Dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.009/US$, maka prediksi harga emas yakni setara dengan Rp 721.000/gram. Adapun harga emas Antam pada perdagangan Selasa ini naik dan berada di level Rp 716.000/gram.
