
Goldman Sach Ramal Emas Tembus US$ 2.000, Emas Antam Redup?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas logam mulia acuan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada perdagangan Rabu kemarin (10/6/2020) naik 0,73% atau sebesar Rp 6.000 menjadi Rp 823.120/gram dari perdagangan Selasa di level Rp 817.120/gram.
Sebelumnya pada perdagangan Selasa, harga emas Antam turun 0,12% dari posisi harga Senin yakni Rp 818.120/gram.
Berdasarkan pencatatan data harga Logam Mulia di gerai Jakarta Gedung Antam di situs logammulia milik Antam pada Rabu kemarin, harga tiap gram emas Antam ukuran 100 gram naik 0,73% berada di Rp 82,312 juta dari harga kemarin Rp 81,712 juta per batang.
Emas Antam kepingan 100 gram lumrah dijadikan acuan transaksi emas secara umum, tidak hanya emas Antam. Harga emas Antam di gerai penjualan lain bisa berbeda.
Adapun khusus harga 1 gram emas Antam juga naik Rp 6.000 menjadi Rp 881.000/gram setelah turun Rp 1.000 ke Rp 875.000/gram pada hari Selasa kemarin.
Di sisi lain, harga beli kembali (buyback) emas Antam juga naik 1,05% atau Rp 8.000 ditetapkan pada Rp 769.000/gram, dari posisi kemarin Rp 761.000/gram. Harga itu menunjukkan harga beli yang harus dibayar Antam jika pemilik batang emas bersertifikat ingin menjual kembali investasi tersebut.
Namun jika membandingkan dengan harga emas yang sempat mencapai rekor Rp 895.000/gram yang dicapai pada Jumat 3 April 2020, maka harga emas Antam saat ini sudah jatuh Rp 71.880 atau ambles 8%. Ini adalah harga emas acuan 100 gram. Sementara itu, pada 3 April tersebut, khusus harga 1 gram emas Antam juga naik tembus Rp 944.000/gram.
Tim Riset CNBC Indonesia menganalisis turunnya harga emas Antam dalam beberapa hari terakhir seiring dengan mulai naiknya risk appetite investor memburu aset-aset berisiko tinggi seperti instrumen di pasar modal, sehingga aset safe haven seperti emas biasanya dilepas saat ekonomi mulai menunjukkan pemulihan.
Kenaikan harga emas Antam pada Rabu kemarin seiring dengan penguatan harga emas dunia di pasar spot pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Indonesia) yang naik sebesar US$ 19,72 atau 1,16% menjadi US$ 1.714,32/troy ons, melansir dari Refinitiv.
Sementara harga emas berjangka AS untuk pengiriman bulan Agustus ditutup naik US$ 16,80 atau 1% pada US$ 1.721,90/troy ons, melansir dari RTTNews.
Penguatan harga emas dunia kemarin menyusul peringatan Bank Dunia (World Bank) tentang kontraksi tajam ekonomi global dan kehati-hatian investor jelang pengumuman kebijakan moneter bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve AS).
Bank Dunia memproyeksi bahwa ekonomi dunia masuk resesi di 2020 ini. Kegiatan ekonomi internasional akan menyusut 5,2% tahun ini atau merupakan resesi terdalam sejak Perang Dunia II.
Sementara itu, Bank investasi terkemuka Credit Suisse menaikkan perkiraan harga emas dunia pada Jumat pekan lalu (5/6/2020). Bank investasi yang didirikan sejak tahun 1856 ini menilai beberapa faktor pendorong harga emas di antaranya imbal hasil (yield) yang masih rendah dan negatif, depresiasi dolar AS dan tekanan inflasi.
Harga emas diprediksi akan naik lagi ke US$ 1.750/troy ons pada kuartal ketiga dari US$ 1.560/troy ons sebelumnya dan naik ke US$ 1.775/troy ons pada kuartal keempat dari US$ 1.600/troy ons sebelumnya. Credit Suisse juga melihat harga emas rata-rata di level US$ 1.701/troy ons untuk setahun penuh, naik dari US$ 1.570/troy ons sebelumnya.
Selain itu, pemicu kenaikan harga emas adalah koreksi dalam di bursa saham domestik. Hingga pukul 10.17, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) drop 1,37% ke level 4.966,29.
Goldman
Di sisi lain, bank investasi global Goldman Sachs juga memberikan outlook bullish untuk logam mulia emas. Kondisi sekarang ini mendukung harga emas untuk terbang lebih tinggi.
Logam mulia emas memang diperdagangkan di rentang yang sempit. Harga emas tak pernah jauh dari kisaran level US$ 1.700/troy ons. Pekan lalu harga emas tergelincir di bawah US$ 1.700/troy ons akibat rilis data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang mengejutkan.
Tak disangka, angka penciptaan lapangan kerja di bulan Mei meningkat 2,5 juta melampaui ekspektasi ekonom yang memperkirakan angka lapangan kerja masih akan terpangkas sebanyak 8 juta.
Namun setelah itu harga emas rebound lagi. Jeffrey Currie, ekonom Goldman Sachs melihat koreksi tersebut sebagai 'jeda yang menyegarkan'. Lebih lanjut, Goldman Sachs melihat prospek emas untuk jangka panjang masih menarik.
Beberapa faktor yang mendorong harga emas lebih tinggi menurut Goldman Sachs antara lain, kebijakan moneter dan fiskal yang super-ekspansif dibarengi dengan kuatnya sentimen konsumen. Hal ini akan mendorong laju inflasi yang lebih kencang.
Emas sebagai aset lindung nilai (hedge) menjadi diburu ketika ada ancaman inflasi dan depresiasi nilai tukar. Akibatnya harganya bisa melambung tinggi. Target inflasi yang lebih tinggi membuat Goldman Sachs menilai harga emas bisa tembus di atas US$ 2.000/troy ons.
Kini pasar kembali menyorot keputusan Chairman The Fed, Jerome Powell dan komite pengambil kebijakan (FOMC) The Fed. Berdasarkan piranti FedWatch CME Group, 85% pelaku pasar melihat adanya peluang suku bunga di tahan di kisaran sekarang 0 - 0,25%.
Sebenarnya yang ditunggu dari pertemuan The Fed lebih ke proyeksi ekonomi ke depan, seperti proyeksi pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi hingga prospek lapangan kerja di AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas) Next Article Usai Nyepi, Antam Jual Emas 1 Gram Tembus Rp 924.000/gram
