
Rakyat Diabaikan, Ini 'Jerit Tangis' Pelaku Pasar Keuangan RI

Jakarta, CNBC Indonesia - 'Jerit tangis' pelaku pasar keuangan Indonesia begitu 'terdengar' pada hari ini, Selasa (24/9/2019), setidaknya di kawasan Asia. Pada Selasa ini, pasar keuangan Indonesia babak belur diterpa tekanan jual. Sudah sedari pembukaan perdagangan pasar keuangan RI terombang-ambing.
Mari kita mulai dari pasar saham. Mengawali perdagangan hari ini dengan koreksi sebesar 0,28% ke level 6.188,77, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia terus memperlebar kekalahan seiring dengan berjalannya waktu.
Hingga berita ini diturunkan, koreksi indeks mencapai 1,36% ke level 6.121,51. IHSG ditransaksikan di bawah level psikologis 6.200 untuk kali pertama sejak 6 Agustus 2019. Posisi IHSG saat ini juga merupakan posisi terlemah sejak 6 Agustus 2019.
IHSG melemah kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia justru sedang melaju di zona hijau.
Hanya ada tiga indeks saham di kawasan Asia yang melemah pada hari ini, yakni IHSG, Sensex (indeks saham acuan di India), dan KLCI (indeks saham acuan di Malaysia).
Namun, koreksi yang dibukukan IHSG jauh lebih dalam sehingga menjadikannya indeks saham dengan kinerja terburuk di kawasan Asia.
Investor asing memegang peranan yang begitu besar dalam membuat IHSG terkapar pada perdagangan hari ini.
Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 669 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler). Jika sampai akhir perdagangan investor asing masih membukukan jual bersih, maka akan menandai jual bersih kesembilan secara beruntun.
Untuk diketahui, kali terakhir investor asing membukukan beli bersih di pasar saham tanah air adalah pada tanggal 11 September 2019. Dalam periode 12-23 September, jual bersih investor asing di pasar reguler mencapai Rp 3,5 triliun.
Beralih ke rupiah, hingga berita ini diturunkan, mata uang Garuda melemah 0,11% di pasar spot ke level Rp 14.095/dolar AS. Rupiah kembali melemah setelah kemarin (23/9/2019) sudah terdepresiasi 0,21% melawan dolar AS.
Tak hanya saham dan rupiah, obligasi terbitan pemerintah Indonesia pun diterpa tekanan jual. Pada perdagangan hari ini, seluruh imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia seri acuan membukukan kenaikan.
Di pasar obligasi, yang menjadi acuan adalah tenor 5 tahun (FR0077), 10 tahun (FR0078), 15 tahun (FR0068), dan 20 tahun (FR0079). Pada perdagangan hari ini, yield obligasi tenor 5, 10, 15, dan 20 tahun seri acuan naik masing-masing sebesar 2,6 bps, 3 bps, 2,4 bps, dan 0,2 bps.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Suara Rakyat Diabaikan
Suara rakyat yang terkesan diabaikan oleh pemerintah menjadi faktor yang membuat investor asing melakukan aksi jual secara besar-besaran di pasar keuangan tanah air.
Dalam beberapa waktu terakhir, gelombang demonstrasi terjadi di berbagai kota di Indonesia terkait dengan beberapa isu.
Isu-isu yang dimaksud di antaranya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang belum lama ini sudah disahkan oleh parlemen. Disahkannya revisi UU KPK dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya yang sistematis untuk melemahkan posisi KPK, sebuah lembaga yang memiliki rekam jejak oke dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia.
![]() |
Dipersulit dan dibatasinya penyadapan, dibatasinya sumber rekrutmen penyelidik dan penyidik, dan penuntutan perkara korupsi yang harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung merupakan poin-poin yang meresahkan hati banyak pihak.
Sejak kemarin hingga Selasa ini, aksi demo besar-besaran digelar di depan Gedung DPR yang salah satu tujuannya adalah memprotes pengesahan revisi UU KPK.
Demo ini berlangsung dengan ricuh ketika pagar gedung DPR dijebol oleh mahasiswa yang melakukan demonstrasi. Tak hanya di Jakarta, aksi serupa bisa didapati dari Sumatera sampai Papua.
Walau sudah didemo habis-habisan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bergeming. Jokowi sudah memantapkan hati untuk tidak merevisi UU KPK yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada pekan lalu.
Meski ribuan mahasiswa turun ke jalan di berbagai penjuru di Indonesia dan salah satu tuntutannya adalah menolak revisi UU KPK, Jokowi tetap bertahan pada sikapnya.
"Enggak ada," kata Jokowi saat ditanya oleh pewarta soal rencana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait KPK, Senin (23/9/2019).
Selain revisi UU KPK, aksi demo juga digelar guna menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
![]() |
Janggal
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus ngotot ingin mengesahkan RUU KUHP di penghujung masa jabatannya, walaupun sejatinya Jokowi telah meminta agar DPR periode ini tidak mengesahkan RUU tersebut seiring dengan banyaknya penolakan dari kalangan masyarakat.
Wajar jika RUU KUHP mendapatkan penolakan dari kalangan masyarakat. Pasalnya, banyak pasal yang dinilai janggal di dalamnya, seperti pasal penghinaan presiden, pasal aborsi, dan pasal pengenaan denda untuk gelandangan.
Ambil contoh pasal pengenaan denda untuk gelandangan. Jika RUU KUHP disahkan, gelandangan bisa didenda maksimal Rp 1 juta. Untuk pasal aborsi, pasal yang dianggap meresahkan adalah pasal 470 dan 471 karena dinilai diskriminatif terhadap korban pemerkosaan. Dikhawatirkan, seorang wanita korban pemerkosaan bisa dipidana jika menggugurkan kandungannya.
Selain RUU KUHP, sejumlah RUU lainnya yang meresahkan masyarakat di antaranya RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Minerba.
Pada siang ini, dalam siaran persnya, DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) kemarin dan forum lobi hari ini sepakat untuk menunda RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan untuk memberikan waktu, baik kepada DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan mensosialisasikan kembali secara masif isi dari kedua RUU tersebut agar masyarakat lebih bisa memahaminya.
Adapun dua RUU lainnya, yakni RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan ditingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.
Karhutla dan Papua
Lebih lanjut, masalah tak berhenti di hal yang berkaitan dengan masalah legislatif. Sudah dalam beberapa waktu terakhir kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melanda Kalimantan dan Sumatera. Ratusan ribu warga sudah menjadi korban dengan mengidap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat paparan asap.
Pemerintah dinilai lamban dalam menuntaskan masalah itu. Jangankan memadamkan kebakaran yang sudah berkepanjangan, pemerintah juga dinilai tak mampu mengatasi masalah pembakaran utang sampai ke akarnya.
![]() |
Beralih ke Papua, sudah dalam beberapa waktu terakhir kondisi di sana memanas. Pada bulan lalu, terjadi insiden penyerbuan asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Akibat insiden tersebut, sebanyak lima mahasiswa asal Bumi Cenderawasih terluka. Polisi kemudian merangsek ke dalam asrama dan mengangkut puluhan mahasiswa.
Menyusul insiden tersebut, aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di Papua. Namun, banyak yang mengecam pemerintah lantaran dinilai lamban dalam menuntaskan insiden tersebut. Langkah pemerintah yang beberapa kali memblokir akses internet di Papua juga dikecam masyarakat.
Untuk diketahui, biasanya pelaku pasar tak merespons dengan besar aksi demonstrasi yang terjadi di Indonesia. Pasalnya, aksi demonstrasi tersebut biasanya tak berlangsung lama.
Namun, yang terjadi kali ini berbeda. Sudah begitu lama suara rakyat tak didengar dan gelombang demonstrasi di seantero negeri tak bisa dibendung lagi.
Bagi pelaku pasar, ketidakpastian memang merupakan salah satu ‘musuh’ utama sehingga wajar jika mereka ‘menghukum’ pasar keuangan tanah air pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
