
Rupiah Bisa Melemah Lagi, Tapi Tak Sampai Rp 14.100/US$ Kok

Pada Senin (23/9/2019) pukul 12:28 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.075. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Rupiah gagal memanfaatkan dolar AS yang sedang melemah, tidak hanya di Asia tetapi juga di tataran global. Pada pukul 12:30 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,04%.
Mengutip Reuters, keterangan tertulis Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative) menyatakan bahwa pertemuan pekan lalu berlangsung produktif. "AS menunggu kedatangan delegasi China untuk pertemuan tingkat menteri pada Oktober," sebut pernyataan itu.
AS juga menunjukkan niat baik dengan menghapus bea masuk untuk importasi sekitar 400 produk China. Perlahan, jalan menuju damai dagang AS-China semakin terbuka.
Meski kondisi eksternal global kondusif, ada satu yang mengganjal bagi rupiah, yakni kenaikan harga minyak mentah. Harga minyak jenis Brent menguat 1,6% dan jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 1,1%.
Kenaikan harga minyak mentah disebabkan oleh situasi Timur Tengah yang masih saja panas. Serangan terhadap ladang minyak milik Saudi Aramco berbuntut panjang, dan bahkan bisa menyulut Perang Teluk Jilid III.
Akhir pekan lalu, AS memutuskan untuk menambah personel militer di Timur Tengah. Tujuannya memang bukan untuk perang, tetapi untuk memberikan efek jera alias menggertak.
"Misi kami adalah menghindari perang. Kalau Anda mendengar pernyataan Menteri Esper (Mark Esper, Menteri Pertahanan AS), maka tujuan kami menambah pasukan di wilayah tersebut adalah untuk memberikan efek jera dan sebagai upaya pertahanan. Kalau tidak jera juga, saya yakin Presiden Trump (Donald Trump, Presiden AS) akan melanjutkan langkah-langkah lain yang dipandang perlu," papar Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, seperti diberitakan Reuters.
Kenaikan harga minyak mentah bukan kabar bagus bagi rupiah, beban impor berpotensi meningkat, dan tentunya bisa membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang selama ini jadi 'hantu' bagi perekonomian Indonesia semakin membengkak.
Selain itu ada kemungkinan investor mencemaskan gaduh politik dan kerawanan keamanan dalam negeri. Hari ini setidaknya ada dua aksi massa yang terjadwal masing-masing di Jakarta dan Yogyakarta.
Di Jakarta, rencananya aksi massa akan terjadi di gedung DPR RI pada 23-24 September. Sementara di Yogyakarta, aksi massa akan dipusatkan di daerah Gejayan.
Saat situasi sosial-politik-keamanan sedang kurang kondusif, pelaku pasar tentu merasa tidak nyaman. Akhirnya ada saja yang memutuskan untuk keluar dulu sembari menunggu situasi tenang kembali.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
