
Gokil! Harga Nikel Melejit 69%, Ini Penyebabnya
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 September 2019 16:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga nikel melejit 3,18% pada perdagangan hari ini, Jumat (20/9/2019) setelah menyentuh level US$ 17.774,2/metrik ton pada pukul 15.00 WIB.
Percepatan larangan ekspor bijih nikel oleh Indonesia masih jadi sentimen utama di balik meroketnya harga komoditas ini.
Semenjak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menyampaikan di depan awak media bahwa ekspor bijih nikel Indonesia akan dilarang per akhir Desember tahun ini, harga nikel naik tajam.
Pelarangan ekspor bijih nikel ini tergolong mengagetkan, mengingat rencana pemberhentian ekspor baru akan dilakukan tahun 2022. Rencana tersebut dimajukan 2 tahun. Akibatnya harga nikel olahan (refined nickel) langsung naik 8,8% di bursa acuan London Metal Exchange (LME) ke level US$ 17.905/MT.
Sejak pengumuman itu, harga nikel tidak pernah turun di bawah US$ 17.000/MT.
Tercatat sejak 30 Agustus hingga 20 September ini, nikel menyentuh harga tertinggi pada US$ 18.153/MT dan terendah pada US$ 17.121/MT pada 17 September lalu.
Namun harga nikel rebound setelah itu. Harga komoditas ini kemudian naik 4% dari 17-20 September (point-to-point). Pada perdagangan hari ini nikel dibuka di harga US$ 17.723,8/MT menyentuh titik terendah perdagangan harian di level US$ 17.430/MT dan tertinggi di harga US$ 17.839,2/MT.
Indonesia memang merupakan negara pengekspor bijih nikel terbesar di dunia terutama ke China. Kemudian China mengolahnya menjadi feronikel atau Nickel Pig Iron (NPI) yang digunakan sebagai campuran untuk berbagai jenis perkakas seperti stainless steel.
Dengan demikian, sejak Kementerian ESDM mengumumkan pelarangan ekspor bijih nikel dimajukan maka harga nikel dunia otomatis bergejolak. Tentu ini akan sangat memberatkan negara-negara yang ekonominya bertumpu pada sektor manufaktur yang berbasis logam.
Ketika ketegangan dunia terus memuncak akibat perang dagang dua raksasa ekonomi global AS-China serta diperburuk dengan penurunan kinerja industri manufaktur, harga nikel justru malah naik drastis.
Sejak awal tahun ini harga nikel olahan sudah naik hingga 69%, ketika harga komoditas logam lain seperti aluminium dan tembaga malah cenderung turun.
Dampak dari pelarangan ekspor bijih nikel ini pada akhirnya akan memangkas suplai NPI dari China yang memungkinkan harga berpotensi untuk naik kembali.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/taa) Next Article Harga Nikel Dunia Bakal Ambruk Efek Kebanjiran Nikel RI, Benarkah?
Percepatan larangan ekspor bijih nikel oleh Indonesia masih jadi sentimen utama di balik meroketnya harga komoditas ini.
Semenjak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menyampaikan di depan awak media bahwa ekspor bijih nikel Indonesia akan dilarang per akhir Desember tahun ini, harga nikel naik tajam.
Pelarangan ekspor bijih nikel ini tergolong mengagetkan, mengingat rencana pemberhentian ekspor baru akan dilakukan tahun 2022. Rencana tersebut dimajukan 2 tahun. Akibatnya harga nikel olahan (refined nickel) langsung naik 8,8% di bursa acuan London Metal Exchange (LME) ke level US$ 17.905/MT.
Sejak pengumuman itu, harga nikel tidak pernah turun di bawah US$ 17.000/MT.
Tercatat sejak 30 Agustus hingga 20 September ini, nikel menyentuh harga tertinggi pada US$ 18.153/MT dan terendah pada US$ 17.121/MT pada 17 September lalu.
Namun harga nikel rebound setelah itu. Harga komoditas ini kemudian naik 4% dari 17-20 September (point-to-point). Pada perdagangan hari ini nikel dibuka di harga US$ 17.723,8/MT menyentuh titik terendah perdagangan harian di level US$ 17.430/MT dan tertinggi di harga US$ 17.839,2/MT.
Indonesia memang merupakan negara pengekspor bijih nikel terbesar di dunia terutama ke China. Kemudian China mengolahnya menjadi feronikel atau Nickel Pig Iron (NPI) yang digunakan sebagai campuran untuk berbagai jenis perkakas seperti stainless steel.
Dengan demikian, sejak Kementerian ESDM mengumumkan pelarangan ekspor bijih nikel dimajukan maka harga nikel dunia otomatis bergejolak. Tentu ini akan sangat memberatkan negara-negara yang ekonominya bertumpu pada sektor manufaktur yang berbasis logam.
Ketika ketegangan dunia terus memuncak akibat perang dagang dua raksasa ekonomi global AS-China serta diperburuk dengan penurunan kinerja industri manufaktur, harga nikel justru malah naik drastis.
Sejak awal tahun ini harga nikel olahan sudah naik hingga 69%, ketika harga komoditas logam lain seperti aluminium dan tembaga malah cenderung turun.
Dampak dari pelarangan ekspor bijih nikel ini pada akhirnya akan memangkas suplai NPI dari China yang memungkinkan harga berpotensi untuk naik kembali.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/taa) Next Article Harga Nikel Dunia Bakal Ambruk Efek Kebanjiran Nikel RI, Benarkah?
Most Popular