Tampil Beda, IHSG Melemah Kala Bursa Saham Asia Kompak Naik

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 September 2019 12:09
Tampil Beda, IHSG Melemah Kala Bursa Saham Asia Kompak Naik
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan terakhir di pekan ini dengan apresiasi sebesar 0,07% ke level 6.248,97, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan cepat putar balik ke zona merah. Selepas itu, IHSG tak pernah lagi merasakan manisnya zona hijau. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut melemah 0,44% ke level 6.217,33.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (-1,14%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,93%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,33%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,41%), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,36%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru sedang kompak melaju di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei menguat 0,43%, indeks Shanghai naik 0,17%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,03%, indeks Straits Times terkerek 0,05%, dan indeks Kospi bertambah 0,34%.

Asa damai dagang AS-China yang kian terasa sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Melansir Bloomberg, kemarin (19/9/2019) delegasi setingkat wakil menteri dari pihak AS dan China menggelar perbincangan guna merumuskan dasar untuk negosiasi tingkat tinggi yang rencananya akan digelar pada bulan depan.

Negosiasi tingkat tinggi tersebut direncanakan untuk digelar di Washington dan akan melibatkan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Wakil Perdana Menteri China Liu He, serta Gubernur Bank Sentral China Yi Gang.

Dalam negosiasi setingkat wakil menteri yang akan kembali dilanjutkan pada hari ini, delegasi China dipimpin oleh Liao Min selaku Deputi Direktur dari Office of the Central Commission for Financial and Economic Affairs dan juga Wakil Menteri Keuangan China. Sementara itu, AS mengutus Jeffrey Gerrish selaku Deputi Kantor Perwakilan Dagang AS.

Melansir Global Times selaku media yang dikontrol oleh Partai Komunis China, ditunjuknya Liao Min untuk memimpin delegasi China dipandang oleh para analis dapat membawa angin segar bagi hubungan dagang AS-China. Untuk diketahui, delegasi China dalam perbincangan guna mempersiapkan negosiasi tingkat tinggi dengan AS sebelumnya dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen.

Sebelumnya pada hari Rabu (18/9/2019), Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa AS dan China dapat meneken kesepakatan dagang dalam waktu dekat. Pernyataan dari Trump tersebut lantas melengkapi pernyataan serupa sehari sebelumnya kala dirinya mengungkapkan optimisme bahwa AS dan China akan segera bisa meneken kesepakatan dagang.

Trump mengatakan di hadapan reporter bahwa China telah membeli produk-produk pertanian asal AS dalam jumlah yang besar, sebelum kemudian mengatakan bahwa kesepakatan dagang dengan China bisa diteken sebelum gelaran pemilihan presiden (Pilpres) di AS pada tahun 2020 atau sehari setelahnya.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> The Fed Terdengar Hawkish, Pemangkasan Bunga Acuan Oleh BI Jadi Tak Terasa

Hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS masih menjadi momok bagi bursa saham Indonesia. Dini hari kemarin waktu Indonesia, The Fed mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke rentang 1,75%-2%, menandai pemangkasan kedua di tahun ini pasca sebelumnya The Fed juga mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan Juli.

Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian AS, serta rendahnya tekanan inflasi.

Adalah nada hawkish yang dilontarkan oleh Jerome Powell selaku Gubernur The Fed pada saat konferensi pers yang membuat pelaku pasar kecewa. Nada hawkish tersebut menepis ekspetasi pelaku pasar bahwa masih akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan lagi hingga akhir tahun.

Walau menyebut bahwa pihaknya akan melakukan hal yang diperlukan guna mempertahankan ekspansi ekonomi, Powell menilai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan Juli dan kemarin sebagai “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment” dan bukan merupakan strategi untuk mendorong tingkat suku bunga acuan lebih rendah lagi.

Pernyataan tersebut lantas menegaskan komentar Powell di bulan Juli bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.

Memang, walau ada nada hawkish yang dilontarkan oleh The Fed, nyatanya Bank Indonesia (BI) tetap berani untuk mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dimulai pada hari Rabu dan berakhir kemarin, BI memutuskan untuk memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 5,5% menjadi 5,25%. 

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bank Indonesia, Kamis (19/9/2019).

Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, beserta juga analisis dari kami sendiri.

BACA

Namun, nada hawkish yang dilontarkan oleh The Fed dikhawatirkan akan membatasi ruang dari BI untuk kembali memangkas tingkat suku bunga acuan di masa depan yang pada akhirnya akan membatasi laju perekonomian tanah air.

Padahal, pada saat ini perekonomian Indonesia membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut. Pada awal bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019. Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.

Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.

Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.

Dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air. Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular