DP Turun Tak Ngaruh ke Saham Properti, Bunga Masih Tinggi

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
20 September 2019 12:34
DP Turun Tak Ngaruh ke Saham Properti, Bunga Masih Tinggi
Foto: Dok.Alam Sutera
Jakarta, CNBC Indonesia - Niat pemerintah Indonesia untuk membangkitkan gairah permintaan di sektor properti melalui berbagai suntikan stimulus tampaknya tidak menjadi sentimen positif bagi pelaku pasar.

Per akhir penutupan sesi I perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini (20/9/2019) harga saham dari para pengembang properti raksasa di Tanah Air justru kompak berada di zona merah.

Harga saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) anjlok 3,1%, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) melemah 1,23%, PT Modernland Realty Tbk (MDLN) turun 0,83%, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) turun 0,81%, dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) terkoreksi 0,74%.

Selain itu, saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) masing-masing ditutup melemah 0,71% dan 0,64%.

Sejatinya industri properti tumbuh lesu dalam beberapa tahun terakhir. Dari grafik di bawah terlihat bahwa hingga Juli 2019, rata-rata pertumbuhan kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kepemilikan apartemen (KPA) tidak lebih dari 1% tiap bulannya.

Bahkan, selepas pemilihan umum presiden di April 2019, pertumbuhan KPR dan KPA justru melambat, di luar ekspektasi analis yang memproyeksi pulihnya permintaan.



Melihat kondisi tersebut, wajar jika pemerintah gencar memberikan stimulus ke sektor ini, karena punya dampak luas terhadap 174 industri dan menarik investasi lainnya.

(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Tahun ini, pemerintah berniat untuk menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), menghapus ketentuan pajak progresif, dan menaikkan threshold untuk Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebagai stimulus bagi para pengembang properti.

Namun, jika stimulus hanya diberikan di sisi pasokan tentu tidak akan mampu mendongkrak pertumbuhan, pelumas juga harus diberikan pada konsumen untuk meningkatkan permintaan.

Oleh karena itu Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) dan merelaksasi ketentuan loan to value (LTV) atau uang muka (down payment/DP) untuk pembelian rumah.

Berdasarkan situs resmi BI dengan relaksasi LTV sebesar 5%, maka rumah tipe 21-70 m2, pembayaran DP menjadi di kisaran 10-25%, dari sebelumnya 15-30%. Sedangkan rumah tipe di atas 70 m2 pembayaran uang muka menjadi sebesar 15-30% dari 20-35%.

Sayangnya, meski pembayaran DP pembelian rumah turun, jika suku bunga kredit (KPR & KPA) masih selangit, tentu membuat masyarakat enggan membeli rumah dan apartemen.

Berdasarkan laporan Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan (SBDK) dirilis OJK, rata-rata SBDK per Mei 2019 masih berada di level 10,75% atau dua kali lipat lebih tinggi dari BI 7DRR.



Merujuk pada grafik di atas, terlihat SBDK PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencapai 11,5%. Sementara suku bunga kredit Bank Buku IV yang paling rendah dicatatkan oleh PT Bank CIMB Niaga (BNGA) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yakni sebesar 9,9%. Ini berarti selisih (spread) antara SBDK perbankan dengan BI7DRR masih sekitar 4,65%.

Apakah ke depannya industri perbankan mau mempertipis jarak tersebut? Lalu kapan bank akan mulai melakukan penyesuaian?

Inilah jawaban yang lebih ditunggu-tunggu oleh para investor. Pemerintah mesti bekerja ekstra dalam menghimbau perbankan Tanah Air untuk mulai menyesuaikan tingkat suku bunganya agar lebih terjangkau bagi masyarakat.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular