Suku Bunga Acuan BI Dinanti, IHSG Masih Memerah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 September 2019 12:52
Suku Bunga Acuan BI Dinanti, IHSG Masih Memerah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan Kamis ini (19/9/2019) dengan koreksi sebesar 0,04% ke level 6.274,18, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) nyaris tak pernah merasakan manisnya zona hijau.

Per akhir sesi satu, koreksi IHSG adalah sebesar 0,4% ke level 6.251,52.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (-1,49%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,94%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-3,66%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-3,51%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,27%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai turun 0,09%, indeks Hang Seng ambruk 1,3%, dan indeks Straits Times melemah 0,04%.

Sejatinya, ada kehadiran sentimen positif bagi bursa saham Bena Kuning yakni asa damai dagang AS-China yang kian terasa. Kemarin waktu setempat (18/9/2019), Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa AS dan China dapat meneken kesepakatan dagang dalam waktu dekat. 

Pernyataan dari Trump tersebut lantas melengkapi pernyataan serupa sehari sebelumnya kala dirinya mengungkapkan optimisme bahwa AS dan China akan segera bisa meneken kesepakatan dagang.

Trump mengatakan di hadapan reporter bahwa China telah membeli produk-produk pertanian asal AS dalam jumlah yang besar, sebelum kemudian mengatakan bahwa kesepakatan dagang dengan China bisa diteken sebelum gelaran pemilihan presiden (Pilpres) di AS pada tahun 2020 atau sehari setelahnya.

Seperti yang diketahui, kemarin kedua negara diketahui menggelar perbincangan di tingkat wakil menteri guna mempersiapkan negosiasi dagang tatap muka tingkat tinggi pada awal bulan depan.

Diketahui, kunjungan delegasi China ke AS dipimpin oleh Liao Min selaku Deputi Direktur dari Office of the Central Commission for Financial and Economic Affairs dan juga Wakil Menteri Keuangan China.
 

Melansir Global Times selaku media yang dikontrol oleh Partai Komunis China, ditunjuknya Liao Min untuk memimpin delegasi China dipandang oleh para analis dapat membawa angin segar bagi hubungan dagang AS-China.

Untuk diketahui, delegasi China dalam perbincangan guna mempersiapkan negosiasi tingkat tinggi dengan AS sebelumnya dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen.

Hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS terbukti menjadi momok bagi bursa saham Asia. Pada dini hari tadi waktu Indonesia, The Fed mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke rentang 1,75%-2%, menandai pemangkasan kedua di tahun ini pasca sebelumnya The Fed juga mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan Juli.

Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian AS, serta rendahnya tekanan inflasi.

Namun, ada nada hawkish (agresif) yang dilontarkan oleh Jerome Powell selaku Gubernur The Fed dalam konferensi persnya. Nada hawkish tersebut menepis ekspetasi pelaku pasar bahwa masih akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan lagi hingga akhir tahun.

 

Suku Bunga Acuan BI Dinanti, IHSG Masih MerahFoto: Jerome Powell (REUTERS/Erin Scott)


Walau menyebut bahwa pihaknya akan melakukan hal yang diperlukan guna mempertahankan ekspansi ekonomi, Powell menilai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan Juli dan hari ini sebagai "penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment" dan bukan merupakan strategi untuk mendorong tingkat suku bunga acuan lebih rendah lagi.

Pernyataan tersebut lantas menegaskan komentar Powell di bulan Juli bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.

"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Powell pada bulan Juli silam, dilansir dari CNBC International.


"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."

Sementara itu, berdasarkan dot plot versi terbaru, terlihat bahwa para pejabat The Fed saat ini sedang sangat terpecah: sebanyak lima orang menginginkan tingkat suku bunga acuan dibiarkan berada di level 2%-2,25% hingga akhir tahun, lima orang menginginkan tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level saat ini hingga akhir tahun, dan tujuh lainnya menginginkan ada sekali lagi pemangkasan sebesar 25 bps hingga akhir tahun.

Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut oleh The Fed akan membawa perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> The Fed Hawkish, Jalan BI Pangkas Bunga Bisa Terganjal

Seiring dengan nada hawkish yang disuarakan oleh The Fed, dikhawatirkan Bank Indonesia (BI) akan bermain defensif dengan tidak memangkas tingkat suku bunga acuan.

Untuk diketahui, Kemarin BI memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang akan berlangsung selama 2 hari (18-19 September). Keputusan terkait dengan suku bunga acuan akan diumumkan pada siang hari ini pasca-RDG selesai digelar.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksikan bank sentral akan memangkas BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25% dalam pertemuan kali ini.

Jika benar itu yang terjadi, maka akan menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan selama tiga bulan beruntun. Dalam pertemuan di bulan Juli dan Agustus, BI mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan masing-masing sebesar 25 bps.

Sementara itu, analisis kami juga menunjukkan bahwa BI akan mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan kali ini.

Namun ya itu tadi, pelaku pasar khawatir bahwa nada hawkish yang disuarakan oleh The Fed akan membuat BI berpikir dua kali sebelum memangkas tingkat suku bunga acuan.

Padahal, saat ini perekonomian Indonesia jelas membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Pada awal bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019. Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.

Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY. 

Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.

Jelas dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air.

Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular