Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah melawan dolar AS menguat pada perdagangan Rabu (18/9/19) setelah melemah hampir 1% dalam dua hari terakhir.
Rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot hari ini di level Rp 14.055/US$ atau menguat 0,25% berdasarkan data Refinitiv.
Begitu perdagangan hari ini dibuka rupiah langsung melompat 0,14% ke zona hijau. Dalam perjalanannya hingga tengah hari Mata Uang Garuda tidak banyak bergerak bahkan cenderung memangkas penguatan hingga ke level Rp 14.085/US$.
Selepas makan siang, rupiah kembali bertenaga, terus menguat hingga mencapai Rp 14.055/US$ persis di akhir perdagangan.
Kinerja rupiah pada hari ini membawanya menjadi runner up Asia, hanya kalah dari rupee India yang menguat 0,36%.
Hingga pukul 16:00 WIB, mayoritas mata uang utama Asia pada hari ini berada di zona merah atau mendatar, sehingga penguatan rupiah hari ini terbilang impresif.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sentimen pelaku pasar membaik pada hari ini setelah kecemasan akan Perang Teluk mereda, serta harga minyak mentah yang tidak lagi menguat tajam.
Presiden AS Donald Trump sudah menyatakan tidak akan berperang dengan Iran. Perang hanya akan membuat harga minyak mentah semakin tinggi, dan berdampak buruk bagi perekonomian global yang saat ini sedang melambat.
Sementara suplai minyak dari Arab Saudi disebut akan segera pulih membuat harga minyak tidak lagi melesat naik, bahkan melemah pada Selasa kemarin. Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, mengatakan produksi minyak Arab Saudi akan kembali normal di akhir September.
Selain itu harapan akan adanya damai dagang AS-China semakin membuncah setelah Trump mengatakan China membeli produk pertanian AS dalam jumlah besar, dan menyatakan kesepakatan dagang kemungkinan akan tercapai sebelum Pemilu di AS tahun 2020, atau sehari setelahnya.
Sebelumnya Presiden AS ke-45 melemparkan pernyataan tersebut, Selasa kemarin, CCTV selaku media yang dimiliki oleh pemerintah China mengabarkan bahwa delegasi setingkat wakil menteri akan bertandang ke Washington pada pekan ini guna mendiskusikan permasalahan terkait perdagangan dan ekonomi, dilansir dari CNBC International. Menurut CCTV, pertemuan tersebut diinisiasi oleh AS. Wakil Menteri Keuangan China Liao Min disebut akan memimpin delegasi setingkat wakil menteri tersebut.
Melansir CNBC International, waktu pasti terkait dengan pertemuan kedua negara belumlah jelas: pemberitaan dari CCTV menyebut bahwa delegasi China akan menyambangi AS pada hari Rabu (18/9/2019), sementara pemberitaan dari Reuters yang melansir pejabat pemerintahan AS menyebut bahwa perbincangan akan digelar pada hari Kamis (19/9/2019).
Namun, kabar bagus tersebut masih belum memberikan dampak maksimal ke rupiah. Pelaku pasar masih "galau" jelang pengumuman suku bunga The Fed Kamis pukul 1:00 WIB dini harii nanti. Berbeda dengan pekan lalu, di pekan ini pelaku pasar mulai ragu The Fed akan memangkas suku bunganya di pekan ini.
Hanya dalam waktu dua hari, probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed turun drastis. Piranti FedWatch milik CME Group siang ini menunjukkan pelaku pasar melihat probabilitas The Fed memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,75%-2% sebesar 54,2%, turun dari Selasa malam sebesar 61,2%. Bahkan pada pekan lalu, probabilitas tersebut lebih dari 90%.
 Grafik: Probabilitas Suku Bunga The Fed Sumber: CME Group |
Kenaikan tajam harga minyak mentah menjadi penyebab perubahan peta probabilitas tersebut, selain juga beberapa data ekonomi dari AS yang cukup bagus serta ekspektasi adanya kesepakatan dagang sementara AS dengan China.
Probabilitas pemangkasan suku bunga yang menurun tajam membuat dolar AS cukup perkasa, terlihat dari pergerakan mata uang utama Asia lainnya.
Rupiah akan langsung merespon suku bunga The Fed pada pembukaan perdagangan besok, selain juga pengumuman suku bunga dari Bank Indonesia (BI) beberapa jam setelahnya.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warijyo dan sejawat akan kembali menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25%.
Penurunan suku bunga dari The Fed akan mendorong penguatan rupiah lebih lanjut, begitu juga jika BI akhirnya kembali menurunkan suku bunga. Roda perekonomian diharapkan akan melaju lebih kencang yang tentunya berdampak positif bagi Mata Uang Garuda.
TIM RISET CNBC INDONESIA