
Gawat! Tak Hanya Resesi, Eropa Dihantui Risiko Bank Gagal
Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
18 September 2019 14:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah bank besar di Eropa menghadapi risiko bank gagal, bila bunga acuan di kawasan ini terus negatif. Seperti diketahui, European Central Bank (ECB), atau bank sentral Eropa, memangkas bunga acuan 10 basis poin (bps) menjadi -0,5%.
"Saya pikir ada sebuah pertanyaan besar soal profitabilitas sektor perbankan," kata Kepala Ekonom dari Economist Intelligence Unit, Simon Baptist, seperti dilansir dari CNBC International, Rabu (18/9/2019).
Saat ini, tingkat suku bunga acuan di Eropa yang sebesar -0,5% merupakan yang terendah sepanjang sejarah.
Perbankan di Eropa menderita bertahun-tahun karena lingkungan suku bunga rendah. Bunga di kawasan negara pengguna mata uang euro (Eurozone) menyentuh 0% sejak 2012, dan berada di tingkat negatif pada 2014. Kondisi ini menyerang laba perbankan.
"Bila suku bunga tetap di bawah 0%, maka perbankan tidak akan memperoleh untung seperti sekarang dalam beberapa tahun ke depan," ujar Simon.
"Bank ini bisa saja melakukan konsolidasi, dan beberapa akan menjadi bank gagal atau mereka harus mengubah model bisnis secara radikal," imbuhnya.
Apakah bank seperti Deutsche Bank bisa menjadi bank gagal karena situasi suku bunga negatif? Simon mengatakan risikonya ada, namun ini bisa menjadi pintu masuk terjadinya resesi.
"Bila anda menghadapi sejumlah isu seperti bank gagal, maka tidak banyak pergerakan dari sisi moneter yang bisa dilakukan. Anda hanya bisa merasakan sakitnya," kata Simon.
Sebuah bank disebut sebagai bank gagal dapat karena ketidakmampuannya memenuhi kewajiban kepada para deposan, atau karena tidak bisa membayar permintaan dana-dana lainnya yang masih merupakan bagian dari kewajibannya.
Penghentian terhadap operasional bank gagal mempunyai dua alternatif penyelesaian, bisa melalui dilikuidasi tanpa termasuk dalam skema penjaminan. Kemudian bila bank gagal tersebut merupakan bank yang dipertanggungkan atau disebut pula sebagai bank tertanggung, maka bank gagal yang bersangkutan yang berada dalam jaminan pembayaran kewajiban berdasarkan skema penjaminan oleh lembaga atau badan penjaminan tersebut.
Bersambung ke Halaman Berikutnya..
Seperti diketahui, negara besar di Eropa seperti Jerman saat ini tengah menghadapi ancaman resesi yang besar.
Kemungkinan bagi ekonomi Jerman, penguasa ekonomi di Eropa, untuk jatuh ke dalam resesi mencapai hampir 60%. Demikian menurut indeks bulanan yang diterbitkan pada hari Kamis (12/9/2019) oleh Macroeconomic Policy Institute (IMK).
Indeks yang dihasilkan oleh badan riset ekonomi swasta itu menyebut risiko resesi Jerman telah naik menjadi 59,4%, dari 43% pada Agustus. Ini adalah proyeksi risiko resesi tertinggi bagi ekonomi terbesar Eropa itu sejak musim dingin 2012/2013.
Ekonomi Jerman telah melemah karena sektor manufaktur yang bergantung pada ekspor terus mengalami perlambatan. Itu terjadi akibat perang dagang dan ketidakpastian terkait dengan rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Dua kekacauan ini telah menghambat permintaan ekspor Jerman.
Saat memutuskan penurunan suku bunga acuan pekan lalu, Presiden ECB, Mario Draghi, mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah fiskal untuk melengkapi stimulus moneter bank sentral dan menghidupkan kembali ekonomi zona euro.
"Mengingat prospek ekonomi yang melemah dan berlanjutnya keunggulan risiko penurunan, pemerintah dengan ruang fiskal harus bertindak secara efektif dan tepat waktu," kata Draghi.
"Di negara-negara di mana utang publik tinggi, pemerintah perlu menempuh kebijakan bijaksana yang akan menciptakan kondisi bagi penstabil otomatis untuk beroperasi secara bebas. Semua negara harus memperkuat upaya mereka untuk mencapai komposisi keuangan publik yang lebih ramah pertumbuhan," tambahnya.
(wed/roy) Next Article Eropa Terancam Resesi, Kebijakan ECB Dinilai Tak Efektif
"Saya pikir ada sebuah pertanyaan besar soal profitabilitas sektor perbankan," kata Kepala Ekonom dari Economist Intelligence Unit, Simon Baptist, seperti dilansir dari CNBC International, Rabu (18/9/2019).
Saat ini, tingkat suku bunga acuan di Eropa yang sebesar -0,5% merupakan yang terendah sepanjang sejarah.
Perbankan di Eropa menderita bertahun-tahun karena lingkungan suku bunga rendah. Bunga di kawasan negara pengguna mata uang euro (Eurozone) menyentuh 0% sejak 2012, dan berada di tingkat negatif pada 2014. Kondisi ini menyerang laba perbankan.
"Bila suku bunga tetap di bawah 0%, maka perbankan tidak akan memperoleh untung seperti sekarang dalam beberapa tahun ke depan," ujar Simon.
"Bank ini bisa saja melakukan konsolidasi, dan beberapa akan menjadi bank gagal atau mereka harus mengubah model bisnis secara radikal," imbuhnya.
Apakah bank seperti Deutsche Bank bisa menjadi bank gagal karena situasi suku bunga negatif? Simon mengatakan risikonya ada, namun ini bisa menjadi pintu masuk terjadinya resesi.
"Bila anda menghadapi sejumlah isu seperti bank gagal, maka tidak banyak pergerakan dari sisi moneter yang bisa dilakukan. Anda hanya bisa merasakan sakitnya," kata Simon.
Sebuah bank disebut sebagai bank gagal dapat karena ketidakmampuannya memenuhi kewajiban kepada para deposan, atau karena tidak bisa membayar permintaan dana-dana lainnya yang masih merupakan bagian dari kewajibannya.
Penghentian terhadap operasional bank gagal mempunyai dua alternatif penyelesaian, bisa melalui dilikuidasi tanpa termasuk dalam skema penjaminan. Kemudian bila bank gagal tersebut merupakan bank yang dipertanggungkan atau disebut pula sebagai bank tertanggung, maka bank gagal yang bersangkutan yang berada dalam jaminan pembayaran kewajiban berdasarkan skema penjaminan oleh lembaga atau badan penjaminan tersebut.
Bersambung ke Halaman Berikutnya..
Seperti diketahui, negara besar di Eropa seperti Jerman saat ini tengah menghadapi ancaman resesi yang besar.
Kemungkinan bagi ekonomi Jerman, penguasa ekonomi di Eropa, untuk jatuh ke dalam resesi mencapai hampir 60%. Demikian menurut indeks bulanan yang diterbitkan pada hari Kamis (12/9/2019) oleh Macroeconomic Policy Institute (IMK).
Indeks yang dihasilkan oleh badan riset ekonomi swasta itu menyebut risiko resesi Jerman telah naik menjadi 59,4%, dari 43% pada Agustus. Ini adalah proyeksi risiko resesi tertinggi bagi ekonomi terbesar Eropa itu sejak musim dingin 2012/2013.
Ekonomi Jerman telah melemah karena sektor manufaktur yang bergantung pada ekspor terus mengalami perlambatan. Itu terjadi akibat perang dagang dan ketidakpastian terkait dengan rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Dua kekacauan ini telah menghambat permintaan ekspor Jerman.
Saat memutuskan penurunan suku bunga acuan pekan lalu, Presiden ECB, Mario Draghi, mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah fiskal untuk melengkapi stimulus moneter bank sentral dan menghidupkan kembali ekonomi zona euro.
"Mengingat prospek ekonomi yang melemah dan berlanjutnya keunggulan risiko penurunan, pemerintah dengan ruang fiskal harus bertindak secara efektif dan tepat waktu," kata Draghi.
"Di negara-negara di mana utang publik tinggi, pemerintah perlu menempuh kebijakan bijaksana yang akan menciptakan kondisi bagi penstabil otomatis untuk beroperasi secara bebas. Semua negara harus memperkuat upaya mereka untuk mencapai komposisi keuangan publik yang lebih ramah pertumbuhan," tambahnya.
(wed/roy) Next Article Eropa Terancam Resesi, Kebijakan ECB Dinilai Tak Efektif
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular