Rupiah Makin Babak Belur, Hati-hati IHSG Mulai Terkikis!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 September 2019 11:10
Rupiah Makin Babak Belur, Hati-hati IHSG Mulai Terkikis!
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan koreksi tipis sebesar 0,07% ke level 6.215,24, dengan cepat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa membalikkan keadaan dengan merangsek naik ke zona hijau. Di titik tertingginya hari ini, IHSG sempat menguat 0,33% ke level 6.240,02.

Namun kini, penguatan IHSG mulai terkikis. Hingga pukul 11:00 WIB, penguatan IHSG tersisa 0,12% saja ke level 6.226,72.

Untuk diketahui, saat ini mayoritas bursa saham utama kawasan Asia sedang kompak ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei turun 0,11%, indeks Shanghai melemah 0,93%, indeks Hang Seng jatuh 0,96%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,49%,

Rilis data ekonomi China yang mengecewakan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kemarin (16/9/2019), produksi industri China periode Agustus 2019 diumumkan hanya tumbuh sebesar 4,4% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 5,2%, seperti dilansir dari Trading Economics.

Kemudian, penjualan barang-barang ritel periode Agustus hanya tumbuh 7,5% secara tahunan, juga di bawah konsensus yang sebesar 7,9%, dilansir dari Trading Economics. Perang dagang dengan AS terlihat sudah sangat menyakiti perekonomian China.

Lebih lanjut, kondisi geopolitik yang tak kondusif ikut membuat aksi jual dilakukan oleh pelaku pasar saham Asia. Pada akhir pekan kemarin, serangan menggunakan pesawat tanpa awak (drone) diluncurkan ke Arab Saudi dan menyebabkan kerusakan di kilang minyak terbesar dunia dan ladang minyak terbesar kedua di kerajaan tersebut. Akibat serangan tersebut, Saudi Aramco terpaksa memangkas produksinya hingga sekitar 50%.

Walau kaum pemberontak Houthi yang berasal dari Yemen sudah mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, AS menuduh Iran sebagai dalang yang sebenarnya, sebuah tuduhan yang sudah dibantah sendiri oleh Iran.

Tuduhan dari AS ini kemudian dikuatkan dengan pernyataan dari koalisi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi bahwa serangan ke infrastruktur perminyakan tersebut dieksekusi menggunakan senjata milik Iran dan tak berasal dari Yemen.

Dalam waktu dekat, ada potensi yang besar bahwa AS akan meluncurkan serangan terhadap Iran.

Koreksi yang sudah dibukukan IHSG dalam tiga hari perdagangan terakhir menjadi faktor yang menantik aksi beli pada perdagangan hari ini. Bahkan pada perdagangan kemarin, koreksi yang dibukukan oleh IHSG mencapai 1,82%.

Koreksi pada perdagangan kemarin merupakan yang terburuk sejak IHSG jatuh 2,6% pada tanggal 5 Agustus 2019. Jika ditotal, koreksi IHSG dalam tiga hari perdagangan tersebut mencapai 2,55%.

Koreksi yang sudah begitu dalam dibukukan oleh IHSG dalam rentang waktu yang singkat lantas membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Aksi Jual investor Asing Semakin Deras

Aksi jual yang semakin deras dilakukan oleh investor asing menjadi faktor yang membuat penguatan IHSG mulai terkikis. Pada awal perdagangan hari ini, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 16,6 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler). Kini, nilai jual bersih investor asing telah mencapai Rp 39,1 miliar.

Rupiah yang semakin babak belur membuat investor asing melego kepemilikannya atas saham-saham di tanah air. Pada awal perdagangan hari ini, rupiah tercatat melemah 0,39% di pasar spot ke level Rp 14.090/US$, pasca kemarin sudah melemah sebesar 0,54%. Kini, pelemahan rupiah mencapai 0,46% ke level Rp 14.100/US$.

Kala rupiah melemah, apalagi dengan signifikan, investor asing bisa menderita yang namanya kerugian kurs sehingga aksi jual di pasar saham memang menjadi opsi yang sangat mungkin diambil.

Tekanan bagi rupiah salah satunya masih datang dari rilis data perdagangan internasional periode Agustus 2019 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Sepanjang bulan Agustus, BPS mencatat bahwa ekspor jatuh 9,99% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi sebesar 5,7% saja. Sementara itu, impor terkontraksi sebesar 15,6%, juga lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 11,295%. Alhasil, neraca dagang hanya membukukan surplus sebesar US$ 85 juta, jauh lebih kecil dari proyeksi yang sebesar US$ 146 juta. 

Surplus neraca dagang yang lebih rendah dari ekspektasi membuat pelaku pasar khawatir bahwa defisit transaksi berjalan/currenct account deficit (CAD) akan terus bengkak di kuartal III-2019.

Pada kuartal I-2019, BI mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB.

Ketika CAD tak juga bisa diredam, rupiah memang akan mendapatkan tekanan. Untuk diketahui, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada hari ini di antaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 15 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 12,1 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 8,6 miliar), PT Transcoal Pacific Tbk/TCPI (Rp 7 miliar), dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk/TOWR (Rp 5,6 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular