
Setelah Ajrut-ajrutan, Harga Minyak Hari Ini Mulai Kalem
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 September 2019 07:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia tidak lagi garang seperti kemarin. Pagi ini, bahkan harga minyak jenis light sweet sudah turun.
Pada Selasa (17/9/2019) pukul 07:28 WIB, harga minyak jenis brent masih naik tipis 0,1%. Namun jenis light sweet sudah turun 0,2%.
Kemarin, harga minyak naik gila-gilaan sampai nyaris 15%, kenaikan harian tertinggi dalam lebih dari 30 tahun. Investor mencemaskan dampak serangan terhadap ladang minyak milik Saudi Aramco (raksasa migas asal Arab Saudi).
Serangan tersebut membuat produksi minyak Arab Saudi berkurang 5,7 juta barel/hari. Jumlah tersebut hampir separuh dari produksi minyak Negeri Padang Pasir atau sekira 5% dari total produksi dunia.
Untuk kembali ke kapasitas normal, dibutuhkan waktu hitungan minggu, bukan hari. Oleh karena itu, risiko kelangkaan pasokan membuat harga minyak 'terbang'.
Tidak hanya itu, serangan teradap fasilitas milik Saudi Aramco juga memantik konflik di Timur Tengah. Berbagai pihak ramai-ramai menuding Iran sebagai dalang sekaligus pelaku serangan tersebut.
Kolonel Turki Al Malki, Juru Bicara Koalisi Militer, bukti permulaan mulai mengarah bahwa serangan bukan berasal Yaman. Belum diketahui dari mana misil jelajah (cruise missile) ditembakkan tetapi mulai terang bahwa senjata tersebut milik Iran.
"Hasil temuan sementara menunjukkan bahwa senjata itu milik Iran, dan kami sedang mengidentifikasi dari mana lokasi peluncurannya. Serangan teroris ini tidak berasal dari Yaman, seperti yang diklaim milisi Houthi," ungkap Al Malki, seperti dikutip dari Reuters.
Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB Kelly Craft mempertegas hal tersebut. "Ada indikasi Iran yang bertanggung jawab," ujarnya, seperti diwartakan Reuters.
AS pun bersiap untuk segala kemungkinan. Kemarin, Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa Negeri Adidaya sudah mengisi dan mengokang senjata.
Iran yang tidak terima dengan tuduhan tersebut ikut panas. Teheran menyatakan bahwa misil mereka bisa menjangkau pangkalan militer AS yang berjarak lebih dari 2.000 km.
Situasi Timur Tengah yang memanas dan api perang bisa tersulut kapan saja membuat investor cemas. Bukan apa-apa, perang pasti akan membuat produksi dan distribusi minyak di kawasan ini terganggu, bahkan putus.
Padahal Timur Tengah adalah produsen minyak terbesar di planet ini. Lagi-lagi ada kekhawatiran kelangkaan pasokan. Jadi tidak heran harga minyak melonjak tajam kemarin.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Namun hari ini, investor sepertinya mulai 'gatal' mencairkan cuan. Kenaikan harga yang begitu tinggi kemarin pasti sangat menggiurkan. Aksi profit taking terjadi sehingga harga minyak terkoreksi.
Kemudian, sepertinya upaya AS untuk menstabilkan harga sudah menuai hasil. Kemarin, Trump menyetujui penggunaan cadangan minyak Negeri Adidaya untuk menjaga pasokan di pasar.
"Mengingat adanya serangan di Arab Saudi, yang bisa berdampak terhadap harga minyak, saya sudah menyetujui penggunaan Cadangan Minyak Strategis jika dibutuhkan agar pasokan di pasar tetap terjaga. Saya sudah menginformasikan pihak-pihak terkait untuk memproses," cuit Trump di Twitter.
AS adalah produsen minyak nomor satu dunia. Jadi upaya AS untuk menjaga pasokan dan menstabilkan harga (apalagi Trump tidak suka harga minyak terlalu tinggi) tentu berdampak signifikan.
Selain itu, Trump mencoba meredakan ketegangan. Meski masih meyakini bahwa Iran adalah pelaku dari serangan di Arab Saudi, tetapi Trump menegaskan dirinya tidak akan terburu-buru memerintahkan agresi militer.
"Sepertinya untuk saat ini memang demikian (Iran adalah pelaku serangan). Namun saya bukan seseorang yang senang akan perang. Saya tidak akan terburu-buru, kami punya banyak opsi," ujar Trump, seperti diberitakan Reuters.
Kombinasi tiga faktor tersebut membuat harga minyak mulai kalem, tidak ada lagi lonjakan seperti kemarin. Apakah situasi kembali normal? Agak terlalu awal menyimpulkan seperti itu, tetapi semoga demikian...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Harga Minus, Beli Minyak Dapat Duit!
Pada Selasa (17/9/2019) pukul 07:28 WIB, harga minyak jenis brent masih naik tipis 0,1%. Namun jenis light sweet sudah turun 0,2%.
Serangan tersebut membuat produksi minyak Arab Saudi berkurang 5,7 juta barel/hari. Jumlah tersebut hampir separuh dari produksi minyak Negeri Padang Pasir atau sekira 5% dari total produksi dunia.
Untuk kembali ke kapasitas normal, dibutuhkan waktu hitungan minggu, bukan hari. Oleh karena itu, risiko kelangkaan pasokan membuat harga minyak 'terbang'.
Tidak hanya itu, serangan teradap fasilitas milik Saudi Aramco juga memantik konflik di Timur Tengah. Berbagai pihak ramai-ramai menuding Iran sebagai dalang sekaligus pelaku serangan tersebut.
Kolonel Turki Al Malki, Juru Bicara Koalisi Militer, bukti permulaan mulai mengarah bahwa serangan bukan berasal Yaman. Belum diketahui dari mana misil jelajah (cruise missile) ditembakkan tetapi mulai terang bahwa senjata tersebut milik Iran.
"Hasil temuan sementara menunjukkan bahwa senjata itu milik Iran, dan kami sedang mengidentifikasi dari mana lokasi peluncurannya. Serangan teroris ini tidak berasal dari Yaman, seperti yang diklaim milisi Houthi," ungkap Al Malki, seperti dikutip dari Reuters.
Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB Kelly Craft mempertegas hal tersebut. "Ada indikasi Iran yang bertanggung jawab," ujarnya, seperti diwartakan Reuters.
AS pun bersiap untuk segala kemungkinan. Kemarin, Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa Negeri Adidaya sudah mengisi dan mengokang senjata.
Iran yang tidak terima dengan tuduhan tersebut ikut panas. Teheran menyatakan bahwa misil mereka bisa menjangkau pangkalan militer AS yang berjarak lebih dari 2.000 km.
Situasi Timur Tengah yang memanas dan api perang bisa tersulut kapan saja membuat investor cemas. Bukan apa-apa, perang pasti akan membuat produksi dan distribusi minyak di kawasan ini terganggu, bahkan putus.
Padahal Timur Tengah adalah produsen minyak terbesar di planet ini. Lagi-lagi ada kekhawatiran kelangkaan pasokan. Jadi tidak heran harga minyak melonjak tajam kemarin.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Namun hari ini, investor sepertinya mulai 'gatal' mencairkan cuan. Kenaikan harga yang begitu tinggi kemarin pasti sangat menggiurkan. Aksi profit taking terjadi sehingga harga minyak terkoreksi.
Kemudian, sepertinya upaya AS untuk menstabilkan harga sudah menuai hasil. Kemarin, Trump menyetujui penggunaan cadangan minyak Negeri Adidaya untuk menjaga pasokan di pasar.
"Mengingat adanya serangan di Arab Saudi, yang bisa berdampak terhadap harga minyak, saya sudah menyetujui penggunaan Cadangan Minyak Strategis jika dibutuhkan agar pasokan di pasar tetap terjaga. Saya sudah menginformasikan pihak-pihak terkait untuk memproses," cuit Trump di Twitter.
AS adalah produsen minyak nomor satu dunia. Jadi upaya AS untuk menjaga pasokan dan menstabilkan harga (apalagi Trump tidak suka harga minyak terlalu tinggi) tentu berdampak signifikan.
Selain itu, Trump mencoba meredakan ketegangan. Meski masih meyakini bahwa Iran adalah pelaku dari serangan di Arab Saudi, tetapi Trump menegaskan dirinya tidak akan terburu-buru memerintahkan agresi militer.
"Sepertinya untuk saat ini memang demikian (Iran adalah pelaku serangan). Namun saya bukan seseorang yang senang akan perang. Saya tidak akan terburu-buru, kami punya banyak opsi," ujar Trump, seperti diberitakan Reuters.
Kombinasi tiga faktor tersebut membuat harga minyak mulai kalem, tidak ada lagi lonjakan seperti kemarin. Apakah situasi kembali normal? Agak terlalu awal menyimpulkan seperti itu, tetapi semoga demikian...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Harga Minus, Beli Minyak Dapat Duit!
Most Popular