Ambruk 1,82%, IHSG Catatkan Koreksi Terdalam Sejak 5 Agustus

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 September 2019 16:47
Surplus Neraca Dagang Jauh di Bawah Ekspektasi
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Lebih lanjut, tekanan bagi bursa saham tanah air datang dari rilis data perdagangan internasional periode Agustus 2019 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Sepanjang bulan Agustus, BPS mencatat bahwa ekspor jatuh 9,99% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi sebesar 5,7% saja.

Sementara itu, impor terkontraksi sebesar 15,6%, juga lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 11,295%. Alhasil, neraca dagang hanya membukukan surplus sebesar US$ 80 juta, jauh lebih kecil dari proyeksi yang sebesar US$ 146 juta.

Koreksi ekspor dan impor yang lebih dalam dari ekspektasi menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia cenderung berada di posisi yang lebih lemah dari perkiraan. Dalam kondisi seperti ini, penjualan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di tanah air akan tertekan sehingga pasar saham menjadi kurang seksi untuk dilirik.

Lebih lanjut, surplus neraca dagang yang lebih rendah dari ekspektasi juga membuat pelaku pasar khawatir bahwa defisit transaksi berjalan/currenct account deficit (CAD) akan terus bengkak di kuartal III-2019.

Pada kuartal I-2019, BI mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB. 

Ketika CAD tak juga bisa diredam, rupiah akan mendapatkan tekanan. Untuk diketahui, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Hingga sore hari, rupiah melemah 0,54% di pasar spot ke level Rp 14.035/dolar AS. Pelemahan rupiah bertambah dalam jika dibandingkan dengan sebelum data perdagangan internasional dirilis, yakni sebesar 0,5%.

Pelemahan rupiah pada akhirnya membuat pelaku pasar semakin enggan untuk menyentuh saham-saham di tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/ank)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular