
Mantap Jiwa! Rupiah Catat Penguatan Empat Pekan Beruntun

Membaiknya persepsi pelaku pasar terjadi setelah munculnya harapan damai dagang antara AS dengan China. Pemerintah Tiongkok pada hari Rabu menghapus pengenaan bea masuk untuk importasi 734 produk AS di antaranya daging sapi, daging babi, kedelai, dan tembaga.
Presiden AS Donald Trump memuji langkah ini. Menurut Trump, Beijing sudah melakukan langkah besar.
"Mereka (China) pernah membuat sejumlah kebijakan yang cukup baik. Saya rasa ini gestur yang baik. Namun yang sekarang adalah langkah besar," kata Trump, seperti diwartakan Reuters.
Terbaru pada Kamis (12/9/2019) waktu AS, Presiden Trump mengatakan kepada wartawan bahwa dia ingin menandatangani perjanjian penuh dengan Beijing, namun dia membuka opsi untuk mencapai kesepakatan sementara.
"Bayak orang membicarakannya, saya melihat banyak analis mengatakan kesepakatan sementara - artinya kita akan mendahulukan yang mudah dulu. Tetapi tidak ada yang mudah atau sulit. Ada kesepakatan atau tidak ada kesepakatan. Tapi itu sesuatu (opsi) yang akan kita pertimbangkan, kurasa," ujar Trump seperti dikutip CNBC International.
Harapan akan damai dagang AS-China membuncah, selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar membuncah. Aset-aset berisiko dan berimbal hasil tinggi menjadi incaran pelaku pasar.
Risk appetite kembali meningkat setelah European Central Bank (ECB) menggelontorkan paket stimulus moneter.
Dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis lalu, ECB memangkas suku bunga deposito (deposit facility) sebesar 10 basis poin (bps) menjadi -0,5%, sementara main refinancing facility tetap sebesar 0% dan suku bunga pinjaman (lending facility) juga tetap sebesar 0,25%.
Selain memangkas suku bunga, bank sentral pimpinan Mario Draghi ini juga mengaktifkan kembali program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing yang sebelumnya sudah dihentikan pada akhir tahun lalu.
Program pembelian aset kali ini akan dimulai pada 1 November dengan nilai 20 miliar euro per bulan. Berdasarkan rilis ECB yang dilansir Reuters, QE kali ini tanpa batas waktu, artinya akan terus dilakukan selama dibutuhkan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian zona euro.
Langkah ECB disambut baik pelaku pasar, paket kebijakan tersebut diharapkan mampu membangkitkan perekonomian di blok 19 negara. Di kala perekonomian bangkit, selera terhadap risiko (risk appetite) investor meningkat, dan aset-aset berisiko yang memberikan return tinggi kembali menjadi incaran.
Indonesia menjadi salah satu target masuknya aliran modal melihat return yang diberikan jauh lebih tinggi. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia seri acuan tenor 10 tahun ada di 7,256%. Memang dalam tren turun, tetapi sangat jauh dibandingkan instrumen serupa di AS (1,7872%).
Selain cuan, berinvestasi di Indonesia juga semakin aman. Akhir Mei lalu, lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Risiko gagal bayar (default) kian rendah.
Risiko investasi di Indonesia yang semakin rendah terkonfirmasi di Credit Default Swap (CDS). Baik untuk tenor 5 maupun 10 tahun, CDS Indonesia berada di posisi terendah sejak akhir Juli.
Semua faktor tersebut membuat rupiah berjaya di pekan ini, dan jika kondisi pasar finansial masih kondusif tidak menutup kemungkinan rupiah akan terbang tinggi lagi di pekan depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA