
Setiap September Harga Emas Jatuh, Waktunya untuk Beli?

Emas merupakan logam mulia yang jumlahnya terbatas di bumi ini. Keterbatasan tersebut membuat emas selalu diminati, sehingga permintaannya pasti selalu ada. Namun tidak bisa dipungkiri kenaikan harga emas belakangan ini terbilang cepat, lebih dari 6% dalam sebulan.
Kenaikan cepat tersebut terjadi akibat ekspektasi (jika tidak mau disebut spekulasi) pelaku pasar akan kondisi ekonomi global saat ini, dan kebijakan moneter bank sentral. Kondisi ekonomi global memang sedang melambat, kecemasan akan resesi menjadi wajar, dan emas dijadikan investasi alih risiko, untuk mengamankan kekayaan para investor.
Sementara kebijakan moneter bank sentral, yang juga mempengaruhi harga emas masih belum ada yang tau pasti, hanya sebatas ekspektasi. Pelaku pasar memperkirakan bank sentral di berbagai belahan dunia, termasuk bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga atau menggelontorkan stimulus moneter lainnya, yang membuat pasar dibanjiri likuiditas.
Saat banjir likuiditas inflasi berpotensi naik, dan emas sekali lagi menjadi incaran para pelaku pasar sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi.
Khusus The Fed, kebijakannya memangkas suku bunga bisa membuat dolar AS melemah, jika dolar melemah harga emas yang dibanderol mata uang Paman Sam akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan akan meningkat
Faktor-faktor tersebut harga emas akhirnya melambung akibat permintaan yang tinggi. Namun, harga yang melambung tinggi juga rentan mengalami koreksi turun tajam jika terjadi sedikit saja perubahan di pasar, misalnya The Fed tidak agresif dalam memangkas suku bunga.
The Fed akan mengumumkan suku bunga pada Kamis (19/9/19) pekan depan waktu Indonesia, dan bisa jadi menentukan arah pergerakan emas selanjutnya.
Memang dalam delapan tahun terakhir, emas hampir selalu melemah di bulan September, tapi beberapa analis memprediksi harga emas masih akan lebih tinggi lagi.
Bank investasi ternama, Goldman Sachs misalnya, pada pertengahan Agustus lalu memprediksi dalam tiga bulan emas akan mencapai level US$ 1,575/troy ons, yang berarti masih lebih tinggi dari rekor tahun ini US$ 1.557/troy ons. Tidak hanya itu, dalam enam bulan Goldman memprediksi harga emas akan menyentuh US$ 1.600/troy ons, sebagaimana dilansir kitco.com.
Kenaikan harga emas yang diprediksi Goldman masih belum seberapa, harga emas diperkirakan mencapai US$ 2.000/troy ons pada akhir tahun ini. Hal ini disampaikan David Roche, Presiden dan ahli strategi global di Independent Strategy yang berbasis di London pada Senin (8/7/2019), sebagaimana dilansir CNBC International.
Masih berdasarkan berita CNBC International pertengahan Agustus lalu, ahli strategi komoditas TD Securities, Daniel Ghali, juga memprediksi emas akan mencapai US$ 2.000/troy ons, namun dalam beberapa tahun ke depan jika para bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang tidak biasa (unconventional) seperti quantitative easing. Untuk tahun ini Ghali menargetkan harga emas akan naik ke US$ 1.585/troy ons.
Jadi, berniat untuk beli emas?
TIM RISET CNBC INDONESIA
