Dijepit China dan AS, Rupiah Cuma Bisa Menguat Tipis

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 September 2019 10:38
Stimulus Moneter Siap Jaga Pertumbuhan
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/M Sabki)
Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi di AS dan China juga semakin membuat pasar yakin bahwa bank sentral kedua negara akan terus melanjutkan kebijakan moneter longgar untuk menggenjot pertumbuhan. Bank Sentral China (PBoC) sudah memutuskan kembali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps untuk semua bank. Kebijakan ini diperkirakan mampu memompa likuiditas sebanyak CNY 900 miliar dan menurunkan suku bunga kredit perbankan.


Sedangkan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memang baru melaksanakan rapat pada 18 September. Namun aura penurunan suku bunga acuan sudah begitu terasa.

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2% pada rapat The Fed 18 September mencapai 91,2%. Naik dibandingkan posisi akhir pekan lalu yaitu 90%.

xFoto: CME Fedwatch

Stimulus moneter dan PBoC dan The Fed diharapkan mampu meredam perlambatan, setidaknya kalau pertumbuhan ekonomi China dan AS melambat tidak sampai parah-parah amat lah. Ini membuat pelaku pasar juga tidak mau terlalu bermain aman, masih ada sedikit risk appetite.

Oleh karena sentimen yang bertabrakan ini, mata uang Asia bergerak bimbang. Belum ada tren yang terbentuk, apakah itu menguat atau melemah. Untungnya rupiah masih bisa menguat meski tipis saja.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular