Maaf Pak Jokowi, tapi Pasar Saham Vietnam juga Lebih Seksi!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 September 2019 08:33
Belum Masuk Indeks Saham Bergengsi
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Kembali ke masalah seksinya pasar saham Vietnam, patut diingat bahwa sejauh ini saham-saham yang melantai di sana belum masuk ke indeks saham bergengsi dunia.

Berdasarkan penilaian tahunan yang dilakukan oleh FTSE Russell pada September 2018, saham-saham di Vietnam hanya masuk ke dalam FTSE Frontier Index Series atau yang bisa dikatakan indeks-indeks saham kelas bawah bentukan FTSE Russell. Negara-negara yang membentuk FTSE Frontier Index Series selain Vietnam di antaranya adalah Argentina, Bangladesh, Nigeria, dan Sri Lanka.

Namun, saham-saham di Vietnam sudah dimasukkan ke dalam watch list untuk masuk ke kelas “Secondary Emerging” atau setingkat di atas kelas “Frontier”. Kategori “Secondary Emerging” dihuni oleh saham-saham dari negara-negara dengan nilai perekonomian yang lebih besar seperti China, India, Filipina, Rusia, dan Indonesia. Kenaikan kelas dari saham-saham di Vietnam bisa terjadi pada bulan ini juga.

Melansir Forbes, Vietnam juga bisa diklasifikasikan sebagai “Emerging Market” pada tahun depan oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI), atau setingkat dari levelnya saat ini yakni “Frontier Market”. Masih melansir Forbes, sejauh ini kekhawatiran dari MSCI sehingga belum menaikkan kelas Vietnam menjadi “Emerging Market” adalah terkait hal teknis dan bisa diselesaikan dengan perubahan di bidang regulasi.

Nah, jika kelas dari saham-saham di Vietnam benar dinaikkan oleh FTSE Russell dan MSCI, investor asing akan semakin tergiur untuk memburunya. Aliran modal investor asing akan mengalir semakin deras ke pasar saham Vietnam.

Saat ini, pasar saham Indonesia memang nilainya lebih besar dari Vietnam. Melansir data yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), kapitalisasi pasar dari IHSG adalah senilai Rp 7.239 triliun, sementara kapitalisasi pasar VN-Index jika dirupiahkan adalah senilai Rp 1.997 triliun.

Namun, Indonesia harus berhati-hati. Pasalnya, kini Vietnam sudah menjelma menjadi salah satu destinasi utama bagi perusahaan-perusahaan untuk menawarkan sahamnya ke publik.

Untuk diketahui, dana raihan dalam Initial Public Offering (IPO) di Indonesia pada tahun lalu adalah senilai Rp 12,56 triliun, lebih kecil dibandingkan dengan dana raihan IPO di Vietnam yang mencapai US$ 2,6 miliar atau setara dengan Rp 37 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$. Padahal, jumlah perusahaan yang melantai di Vietnam pada tahun lalu tercatat hanya sebanyak lima perusahaan, sementara di Indonesia ada 56.

Setelah tahun 2018, pasar saham Vietnam diprediksi akan semakin berkembang dengan potensi IPO dari beberapa BUMN dan akan memuncaki raihan dana IPO jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, melansir riset Baker McKenzie dan Oxford Economics. Bahkan, riset tersebut memprediksi Vietnam akan terus memimpin jumlah raihan dana IPO hingga tahun 2021.

Kekesalan Jokowi lantaran Indonesia kalah jauh dari Vietnam dalam urusan tarik-menarik dana investor asing ke sektor riil memang wajar. Diperlukan solusinya yang sifatnya segera untuk meningkatkan daya tarik Indonesia di mata pemodal asing.

Pasalnya, dari paparan kami sudah terbukti bahwa lemahnya fundamental perekonomian Tanah Air telah membuat pasar saham Indonesia menjadi kalah seksi jika dibandingkan dengan Vietnam.

Kalau hal ini dibiarkan berlarut-larut, perusahaan-perusahaan akan menjadi ‘malas’ untuk melantai di tanah air. Lebih lanjut, penerbitan obligasi bisa jadi juga akan banyak yang menjadi ditunda lantaran pelaku usaha khawatir bahwa harga lelang akan rendah.

Pada akhirnya, fundamental perekonomian Tanah Air lagi-lagi akan tersakiti.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular