
Selamat, Rupiah Peringkat 2 Asia Pekan Ini!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 September 2019 09:10

Mengawali pekan, sebenarnya mata uang Asia masih tertekan seperti minggu sebelumnya. Apalagi awal pekan ini menjadi pembuka babak baru perang dagang AS-China.
Mulai 1 September, kedua negara menerapkan bea masuk baru yang mengawali ronde kesekian dari perang dagang yang berlangsung sejak awal 2018. AS mengenakan bea masuk 15% bagi importasi produk China senilai US$ 125 miliar, di antara berlaku bagi pengeras suara (speaker), headphone, sampai pakaian. Gelombang kedua bea masuk 15% akan berlaku mulai 15 Desember, yang mencakup impor produk China senilai US$ 156 miliar dari mulai alat makan plastik, kaus kaki, lampu LED, sampai dekorasi untuk keperluan Hari Natal.
Sementara China memberlakukan bea masuk 5-10% untuk importasi produk AS senilai US$ 75 miliar. Selain itu, ada kenaikan bea masuk untuk produk yang selama ini sudah menjadi 'korban', misalnya kedelai (dari 25% naik menjadi 30%).
Oleh karena itu, investor masih mencari selamat masing-masing pada hari-hari awal pekan ini. Yen Jepang, franc Swiss, dan emas kebanjiran peminat karena statusnya sebagai aset aman (safe haven).
Namun harapan datang pada tengah pekan. Kementerian Perdagangan China mengungkapkan Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Gubernur Bank Sentral China (PBoC) Yi Gang telah menelepon Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pada 5 September. Mereka sepakat untuk melanjutkan dialog dagang di Washington pada awal Oktober.
Asa damai dagang kembali merekah. Ada harapan kedua negara bisa berdamai, tidak lagi saling hambat.
Kala AS dan China sudah saling membuka pasarnya, maka rantai pasok global akan pulih. Arus perdagangan dan investasi akan kembali semarak sehingga pertumbuhan ekonomi global bisa lebih baik.
Perkembangan ini tentunya mendongrak minat pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko (risk appetite). Aset aman pun dilepas, arus modal masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang. Hasilnya, rupiah perkasa hingga menjadi runner-up Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Mulai 1 September, kedua negara menerapkan bea masuk baru yang mengawali ronde kesekian dari perang dagang yang berlangsung sejak awal 2018. AS mengenakan bea masuk 15% bagi importasi produk China senilai US$ 125 miliar, di antara berlaku bagi pengeras suara (speaker), headphone, sampai pakaian. Gelombang kedua bea masuk 15% akan berlaku mulai 15 Desember, yang mencakup impor produk China senilai US$ 156 miliar dari mulai alat makan plastik, kaus kaki, lampu LED, sampai dekorasi untuk keperluan Hari Natal.
Sementara China memberlakukan bea masuk 5-10% untuk importasi produk AS senilai US$ 75 miliar. Selain itu, ada kenaikan bea masuk untuk produk yang selama ini sudah menjadi 'korban', misalnya kedelai (dari 25% naik menjadi 30%).
Namun harapan datang pada tengah pekan. Kementerian Perdagangan China mengungkapkan Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Gubernur Bank Sentral China (PBoC) Yi Gang telah menelepon Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pada 5 September. Mereka sepakat untuk melanjutkan dialog dagang di Washington pada awal Oktober.
Asa damai dagang kembali merekah. Ada harapan kedua negara bisa berdamai, tidak lagi saling hambat.
Kala AS dan China sudah saling membuka pasarnya, maka rantai pasok global akan pulih. Arus perdagangan dan investasi akan kembali semarak sehingga pertumbuhan ekonomi global bisa lebih baik.
Perkembangan ini tentunya mendongrak minat pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko (risk appetite). Aset aman pun dilepas, arus modal masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang. Hasilnya, rupiah perkasa hingga menjadi runner-up Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular