Terbang Tinggi 2 Hari Terakhir, Ada Apa Dengan Poundsterling?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 September 2019 20:26
Dua hari lalu poundsterling sempat menyentuh US$ 1,1957, artinya ada kenaikan lebih dari 3% sejak menyentuh level terlemah tersebut.
Foto: Pound Sterling (REUTERS/Chris Ratcliffe)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling terbang tinggi dalam dua hari terakhir melawan dolar AS hingga mencapai level terkuat sejak 29 Juli. Padahal pada hari Selasa lalu, mata uang Inggris ini jeblok dan mendekati level terlemah 34 tahun.

Pada pukul 18:57 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2334 atau menguat 0,69% di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Pada Rabu kemarin, poundsterling melesat naik 1,37%, sementara pada dua hari lalu poundsterling sempat menyentuh level US$ 1,1957, artinya ada kenaikan lebih dari 3% sejak menyentuh level terlemah tersebut.


Gejolak politik di Inggris memberi berkah bagi poundsterling. Pada pekan lalu Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson melakukan manuver politik untuk memuluskan langkahnya membawa Inggris keluar dari Uni Eropa dengan atau tanpa kesepakatan (no-deal).



PM Johnson menetapkan Pidato Ratu Inggris (Queen's Speech) pada 14 Oktober, yang menjadi awal resmi parlemen Inggris kembali aktif. Ini berarti Parlemen Inggris punya waktu sekitar 2 minggu membahas proposal Brexit.

Dengan singkatnya waktu pembahasan tentunya akan memberikan kesulitan bagi Parlemen Inggris, jika hingga deadline 31 Oktober tidak ada Perjanjian Penarikan (Withdrawal Agreement) yang baru, maka secara otomatis no-deal Brexit akan terjadi.

Parlemen Inggris akan kembali dari masa reses pada Selasa (3/9/19) dan punya waktu kurang lebih sepekan sebelum kembali reses. Memanfaatkan waktu yang sempit tersebut, Parlemen Inggris melakukan manuver melawan PM Johnson.


Pada hari Rabu kemarin, Parlemen Inggris melakukan voting dan hasilnya menyepakati pembuatan rancangan undang-undang yang mencegah terjadinya no-deal Brexit. PM Johnson kembali bermanuver dengan menyatakan akan mengadakan pemilu sela jika parlemen mencoba menjegal rencananya.

Pemilu sela tentunya dimaksudkan untuk mengubah komposisi parlemen agar diisi lebih banyak pendukungnya. Kemudian pada hari ini, Parlemen Inggris kembali melakukan voting, hasilnya Pemerintah Inggris harus meminta penundaan deadline Brexit selama tiga bulan kepada Uni Eropa.

Hal tersebut membuat kelegaan di pasar, peluang terjadinya no-deal Brexit kini menipis, yang membuat poundsterling terbang tinggi.

"Menghilangkan ancaman no-deal Brexit membantu poundsterling pulih dari pelemahan baru-baru ini" kata Daniel Trum dan Dean Turner, ahli strategi pasar di UBS, sebagaimana dilansir Reuters. Mereka memprediksi jika deadline Brexit ditunda hingga Januari 2020 dan pemilu sela dilakukan setelah Oktober, poundsterling bisa menguat ke kisaran US$ 1,3.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Bukan Virus Corona, Ini yang Bikin Poundsterling Jeblok 1,5%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular