Asing Mulai Profit-Taking, Saham Emiten Nikel Berguguran

tahir saleh, CNBC Indonesia
03 September 2019 11:06
Saham-saham emiten pertambangan mineral nikel, timah, dan emas berguguran.
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten pertambangan mineral nikel, timah, dan emas amblas pada perdagangan Selasa ini (3/9/2019) setelah investor asing merealisasikan keuntungan pasca-saham emiten sektor ini melonjak Senin kemarin.

Penguatan saham-saham emiten tambang mineral yang berlangsung Senin kemarin terjadi setelah pemerintah resmi akan melarang ekspor nikel mulai 1 Januari 2020 demi memperkuat nilai tambah komoditas mineral ini di dalam negeri. Larangan ekspor ini pun mendorong ekspektasi suplai akan berkurang sehingga harga nikel naik.

Berdasarkan International Nickel Study Group (INSG), pada tahun 2017 Indonesia menduduki posisi kedua sebagai produsen nikel terbesar dengan kapasitas produksi mencapai 205.000 ton.


Mengacu data perdagangan BEI pada pukul 10.41 WIB, saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) turun 0,25% di level Rp 3.960/saham setelah kemarin melesat hingga 20%. Investor asing keluar di saham INCO hari ini sebanyak Rp 9,40 miliar, kendati 5 hari perdagangan terakhir asing masuk Rp 46,35 miliar.

Saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) juga minus 2,14% di level Rp 1.140/saham padahal kemarin sempat menguat hingga 9%. Namun asing masih masuk di saham Antam hari ini sebanyak Rp 5,73 miliar.

Adapun saham PT Timah Tbk. (TINS) juga terkoreksi 0,90% di level Rp 1.100/saham dengan catatan net sell asing hari ini Rp 411 juta.

Dari sisi harga nikel, pada perdagangan Senin kemarin (2/9/2019), harga nikel dunia kembali ditutup menguat setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) secara resmi mengumumkan larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020.

Goldman Sachs dalam catatan hari Minggu memprediksi bahwa harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) dapat menyentuh level US$ 20.000/metrik ton dalam 3 bulan ke depan, level yang tidak pernah dilihat sejak Mei 2014, dilansir dari Reuters.

Pelarangan ekspor oleh Indonesia akan menghapus sekitar 10% pasokan nikel dunia dan "menciptakan ketidakpastian pasokan yang substansial," tulis bank investasi tersebut dalam catatannya.

Dalam catatan yang sama juga tertulis bahwa setelah menyentuh level US$ 20.000/ton, harga nikel akan turun ke US$ 18.000/ton dalam 6 bulan, dan menuju US$ 16.000/ton dalam 12 bulan ke depan.

Peningkatan harga tersebut berdasarkan asumsi bahwa Indonesia akan sepenuhnya melarang ekspor bijih nikel pada akhir tahun ini. Pasalnya, hingga kini ini belum ada dokumen resmi yang memberitahukan jika terdapat pengecualian dalam larangan tersebut.


(tas/hps) Next Article RI Mengguncang Pasar, Harga Nikel Tertinggi Sejak 2014!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular