Luhut & Airlangga Kompak Dukung Larangan Ekspor Nikel
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
02 September 2019 19:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian ESDM memastikan soal berlakunya percepatan larangan ekspor komoditas bijih nikel. Mulai berlaku 1 Januari 2020.
Menko Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan menuturkan, selama ini Indonesia selalu mengekspor bijih nikel, padahal nilai tambahnya besar sekali.
"Nilai tambahnya mungkin sampai 20 kali, sehingga tahun lalu saja ekspor kita ke sana sudah mencapai US$ 5,8 miliar. Jadi nilai tambahnya luar biasa sekali," ujar Luhut saat dijumpai di kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, saat ini, investasi smelter nikel sudah mencapai US$ 10 miliar, dan dalam lima tahun ke depan, akan bertambah kira-kira US$ 19-20 miliar lagi.
"Karena itu nanti sampai lithium baterai dan macam-macam. Bahkan nanti sampai recycle industrinya. Malah saya pikir angka itu akan lebih besar dari itu," imbuh Luhut.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menambahkan, smelter di Indonesia, bahan bakunya sudah 100% daari dalam negeri. Namun, apabila berhubungan dengan ekspor bijih nikel, memang perlu dibatasi, sebab terjadi ketidakadilan.
"Karena yang terjadi ekspor ore (nickel) Indonesia ke China, kemudian oleh pabrik China diproduksi, begitu bersaing dengan produk Indonesia, Indonesia dikenakan dumping. Badi business practice-nya tidak adil," pungkas Airlangga.
Sebelumnya, Luhut juga mengatakan memang, penghentian ekspor nikel ini akan berdampak sebesar US$ 600 juta tapi ini akan berimbas besar dan menyentuh angka US$ 6 miliar pada tahun 2024. "Nanti sampai pada tataran dengan turunannya bisa US$ 35 miliar dan lapangan kerja bisa lebih dari 100 ribu," kata luhut.
Kebijakan ini akan mencambuk RI untuk membiasakan ekspor dengan nilai tambah, bukan sekedar ekspor mentah. Diperkirakan kebijakan ini bisa memancing investasi hingga senilai US$ 30 miliar sampai 2024.
(gus) Next Article Akhirnya, Luhut Ungkap Alasan di Balik Larangan Ekspor Nikel
Menko Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan menuturkan, selama ini Indonesia selalu mengekspor bijih nikel, padahal nilai tambahnya besar sekali.
"Nilai tambahnya mungkin sampai 20 kali, sehingga tahun lalu saja ekspor kita ke sana sudah mencapai US$ 5,8 miliar. Jadi nilai tambahnya luar biasa sekali," ujar Luhut saat dijumpai di kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, saat ini, investasi smelter nikel sudah mencapai US$ 10 miliar, dan dalam lima tahun ke depan, akan bertambah kira-kira US$ 19-20 miliar lagi.
"Karena itu nanti sampai lithium baterai dan macam-macam. Bahkan nanti sampai recycle industrinya. Malah saya pikir angka itu akan lebih besar dari itu," imbuh Luhut.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menambahkan, smelter di Indonesia, bahan bakunya sudah 100% daari dalam negeri. Namun, apabila berhubungan dengan ekspor bijih nikel, memang perlu dibatasi, sebab terjadi ketidakadilan.
"Karena yang terjadi ekspor ore (nickel) Indonesia ke China, kemudian oleh pabrik China diproduksi, begitu bersaing dengan produk Indonesia, Indonesia dikenakan dumping. Badi business practice-nya tidak adil," pungkas Airlangga.
Sebelumnya, Luhut juga mengatakan memang, penghentian ekspor nikel ini akan berdampak sebesar US$ 600 juta tapi ini akan berimbas besar dan menyentuh angka US$ 6 miliar pada tahun 2024. "Nanti sampai pada tataran dengan turunannya bisa US$ 35 miliar dan lapangan kerja bisa lebih dari 100 ribu," kata luhut.
Kebijakan ini akan mencambuk RI untuk membiasakan ekspor dengan nilai tambah, bukan sekedar ekspor mentah. Diperkirakan kebijakan ini bisa memancing investasi hingga senilai US$ 30 miliar sampai 2024.
![]() |
(gus) Next Article Akhirnya, Luhut Ungkap Alasan di Balik Larangan Ekspor Nikel
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular