Investasi pada Dolar Australia Rugi 5,74%, Kenapa?

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
01 September 2019 13:31
Kinerja Dolar Australia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun 2019 bisa dibilang anjlok.
Foto: Foto Ilustrasi mata uang Dolar Australia. REUTERS / Daniel Munoz / File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja mata uang Dolar Australia (AUD) terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) sejak awal tahun hingga bulan Agustus 2019 bisa dikatakan anjlok. Secara akumulatif, Dolar Australia melemah 4,44% dan diperdagangkan pada level AUD 0.673/USD di pasar spot pada penutupan Jumat (30/08/2019), berdasarkan data yang dihimpun Refinitiv (Reuters).

Sedangkan jika diperbandingkan dengan rupiah, ternyata pelemahan Negeri Kanguru tersebut lebih dalam hingga mencapai 5,74%. Sebagai ilustrasi investasi, jika kita memegang dolar Australia sebanyak 100 dolar pada awal tahun, maka nilainya akan terpangkas 5,74% atau tersisa hanya AUD 94,26 atau lebih turun jika dibandingkan dengan memegang rupiah. Sebaliknya, jika kita membeli AUD sekarang maka jumlahnya akan lebih banyak 5,74%.

Terakhir, mata uang dolar Australia diperdagangkan pada level Rp 9.551/$AU, berikut pergerakan lengkapnya:




Australia merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-13 di dunia, dan memiliki PDB per kapita terbesar ke-9 di dunia. Di tengah kondisi perekonomian yang cenderung lesu, Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memotong suku bunga acuannya dalam 2 bulan berturut-turut, yakni pada bulan Juli dan Agustus, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) guna menstimulus perekonomiannya.

Kini suku bunga acuan negara yang berbatasan dengan Indonesia tersebut hanya tersisa 1%. Dampak dari pemotongan tersebut tentu saja melemahkan mata uangnya karena pemanis "sweetener" dari suku bunga akan berkurang drastis.

Sejak tanggal 18 Juli, AUD telah kehilangan levelnya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) sebanyak 4,79%.


Hal lainnya yang membuat mata uang Australia menjadi ringkih karena polemik Britania Exit (Brexit) yang masih menjadi santapan utama para pelaku pasar di sana. Maklum, Australia adalah negara persemakmuran Britania Raya, ketika ada sesuatu yang kurang kondusif maka dampaknya akan berimbas ke dolar Australia.

Perkembangan terakhir, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson ingin membekukan Parlemen menjelang keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanggal 30 Oktober tahun ini. Hal ini pun memicu protes dari sejumlah warga Inggris yang berpotensi membesar, akibatnya pounsterling menjadi rawan terkoreksi begitu juga dolar Australia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(yam/yam) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular