Perang Dagang Mereda, Hasil Lelang SUN Membaik Jadi Rp 17 T

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
27 August 2019 19:12
Pemerintah menerbitkan SUN Rp 17,3 triliun dalam lelang rutin sore ini, naik dari nilai penerbitan dalam lelang serupa 2 pekan lalu.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN) konvensional senilai Rp 17,3 triliun dalam lelang rutin sore ini, meningkat dari nilai penerbitan dalam lelang serupa pada 2 pekan lalu Rp 15 triliun. 

Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menunjukkan jumlah penerbitan tersebut masih di dalam rentang target indikatif yang ditetapkan Rp 15 triliun-Rp 30 triliun. Namun, nilainya masih lebih rendah daripada rerata penerbitan sejak awal tahun Rp 21,58 triliun. 

Nilai penawaran yang diminta peserta lelang hari ini mencapai Rp 29,1 triliun, juga masih lebih besar dibanding nilai penerbitan dalam lelang SUN konvensional pada 20 Agustus yaitu Rp 26,5 triliun. Nilai penawaran tersebut masih lebih rendah daripada rerata lelang yang digelar sejak awal tahun Rp 50,63 triliun. 

Lelang SUN konvensional digelar pemerintah rutin yaitu setiap 2 pekan sekali, tepatnya hari Selasa, berselang sepekan dengan lelang surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara). 

Meningkatnya nilai penerbitan serta nilai penawaran dari pelaku pasar mencerminkan kondisi pasar yang lebih kondusif dibanding kondisi 2 pekan lalu, di mana koreksi harga terjadi pada seri acuan 10 tahun yaitu FR0078 dan membuat tingkat imbal hasilnya (yield) naik hingga 17 basis poin (bps). Dibanding koreksi tersebut, hari ini seri acuan 10 tahun tersebut justru menguat tipis dan menekan yield-nya sebesar 0,8 bps. Besaran 100 bps setara dengan 1%. 

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Selain FR0078 yang bertenor 10 tahun, seri yang menjadi acuan pasar lain adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 yang bertenor 20 tahun.

Meskipun seri 10 tahun menguat, secara rerata seluruh empat seri tersebut membukukan koreksi dan mengangkat yield 1,73 bps. Seri acuan yang paling melemah adalah FR0079 yang bertenor 20 tahun dengan kenaikan yield 5,5 bps menjadi 7,83%.

Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.  

 
Yield Obligasi Negara Acuan 27 Aug'19
SeriJatuh tempoYield 26 Aug'19 (%)Yield 27 Aug'19 (%)Selisih (basis poin)Yield wajar IBPA 27 Aug'19 (%)
FR00775 tahun6.7426.739-0.306.69
FR007810 tahun7.2867.278-0.807.253
FR006815 tahun7.6747.6992.507.6762
FR007920 tahun7.7767.8315.507.8327
Avg movement1.73
Sumber: Refinitiv   

Yield Wajar Obligasi Negara Acuan 27 Aug'19Indeks IBPA Gov Total Return
SeriJatuh tempoYield 26 Aug'19 (%)Yield 27 Aug'19 (%)Selisih (basis poin)
FR00775 tahun6.66886.692.12259.9
FR007810 tahun7.23577.2531.73259.63
FR006815 tahun7.65157.67622.47=
FR007920 tahun7.79557.83273.72-0.27
Avg movement2.51-0.10%
Sumber: IBPA  

Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.

Indeks tersebut turun 0,27 poin (0,1%) menjadi 259,63 dari posisi kemarin 259,9.
 Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 577 bps, melebar dari posisi kemarin 574 bps.  

Yield US Treasury 10 tahun turun 3,6 bps hingga 1,5% dari posisi kemarin 1,54%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada hampir seluruh pasangan seri yang diperhatikan, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu. 

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun dan 2 tahun-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. 

Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

Saat ini, inversi seri 2 tahun-10 tahun terjadi secara meyakinkan, sejak tadi siang dan mengindikasikan ekspektasi pelaku pasar tentang bahaya inversi sebagai indikator ancaman resesi.
 

 
Yield US Treasury Acuan 27 Aug'19
SeriBenchmarkYield 26 Aug'19 (%)Yield 27 Aug'19 (%)Selisih (Inversi)Satuan Inversi
UST BILL 20193 Bulan1.9871.9953 bulan-5 tahun59.4
UST 20202 Tahun1.5511.5262 tahun-5 tahun12.5
UST 20213 Tahun1.4731.4433 tahun-5 tahun4.2
UST 20235 Tahun1.431.4013 bulan-10 tahun48.7
UST 202810 Tahun1.5441.5082 tahun-10 tahun1.8
Sumber: Refinitiv  

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.008 triliun SBN, atau 38,46% dari total beredar Rp 2.621 triliun berdasarkan data per 22 Agustus.  

Angka kepemilikannya masih positif Rp 113,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak awal bulan lalu, investor asing tercatat keluar dari pasar SUN senilai Rp 4,85 triliun. 

Koreksi di pasar surat utang hari ini seperti yang terjadi pada rupiah di pasar valas yang turun 0,11% menjadi Rp 14.250 per dolar AS, sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan menguat 1,02% menjadi 6.278.  

Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi secara luas yaitu di China, Malaysia, Thailand, dan Afsel. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar bunds Jerman, OATs Prancis, gilts Inggris, dan US Treasury AS. Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen negatif terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.    

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
NegaraYield 26 Aug'19 (%)Yield 27 Aug'19 (%)Selisih (basis poin)
Brasil7.3857.3850.00
China3.0813.075-0.60
Jerman-0.67-0.672-0.20
Prancis-0.373-0.384-1.10
Inggris 0.5580.551-0.70
India6.4726.5083.60
Jepang-0.279-0.2631.60
Malaysia3.3223.321-0.10
Filipina4.4634.4751.20
Rusia7.177.214.00
Singapura1.6971.7030.60
Thailand1.491.46-3.00
Amerika Serikat1.5441.508-3.60
Afrika Selatan8.2758.225-5.00
Sumber: Refinitiv          

TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular