Bunga Acuan Sudah Dipangkas 2 Kali, kok Saham Bank Longsor?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 August 2019 16:36
Utak-Atik Direksi A la Menteri Rini
Foto: Arie Pratama
Selain itu, kekhawatiran terkait perombakan direksi dari bank kategori BUKU 4 yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ikut menjadi faktor yang melandasi aksi jual atas saham-sahamnya.

Pekan ini BMRI, BBNI, dan BBRI akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). RUPSLB Bank Mandiri akan digelar besok (28/8/2019), disusul oleh RUPSLB dari BNI pada hari Jumat (30/8/2019). Pada tanggal 2 September, giliran BRI yang menggelar RUPSLB.

RUPSLB tersebut merupakan permintaan dari Rini Soemarno selaku Menteri BUMN. Deputi Jasa Keuangan, Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo sebelumnya menyebut bahwa tujuan pelaksanaan RUPSLB tersebut untuk melihat kinerja laporan keuangan selama semester I-2019 dan untuk perubahan susunan pengurus perseroan (direksi dan komisaris).

"Manajemen bisa mengusulkan agenda tambahan untuk aksi korporasi yang perlu persetujuan pemegang saham seperti akuisisi dan penerbitan bond (obligasi)," kata Gatot dalam siaran persnya, Kamis (18/7/2019).

Padahal, kalau diingat sejatinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah melarang para menterinya untuk membuat kebijakan strategis, minimal hingga Oktober 2019 atau sebelum periode kedua pemerintahan Jokowi.


Kalau berbicara mengenai Kementerian BUMN, salah satu fungsinya adalah mendorong perusahaan-perusahaan pelat merah untuk mencetak kinerja keuangan sebaik mungkin, guna mendukung pembiayaan belanja pemerintah melalui dividen yang mereka salurkan ke kas negara.

Guna mendorong BUMN supaya bisa mencetak kinerja yang maksimal, tentu perencanaan menjadi salah satu kuncinya. Dibutuhkan roadmap yang jelas dan terukur untuk memaksimalkan setiap sumber daya yang dimiliki oleh BUMN itu sendiri.

Nah, roadmap ini merupakan tanggung jawab dari jajaran direksi (yang saat ini santer diisukan akan dirombak secara masal oleh Menteri Rini).

Kalau tanpa sebab yang jelas jajaran direksi dirombak, tentu implementasi roadmap yang sudah dibuat dengan susah payah akan menjadi sulit untuk diimplementasikan secara maksimal.

Menteri Rini harus belajar dari kasus yang terjadi di tubuh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang merupakan maskapai pelat merah. Pada awal masa jabatan Menteri Rini, Arif Wibowo diangkat menjadi Dirut Garuda untuk masa kepemimpinan 2014-2019. Kala itu RUPS juga melakukan perampingan jumlah dewan direksi dari delapan menjadi enam.

Namun belum tuntas masa jabatan, Arif Wibowo keburu dilengserkan pada April 2017 dan digantikan oleh Pahala Nugraha Mansury (mantan Direktur Keuangan Bank Mandiri).

Bank Indonesia Pangkas Bunga Lagi, Kok Saham Bank Longsor?Foto: Garuda Indonesia Tinjau Kembali Kerjasama dengan Mahata Aero Teknologi (CNBC Indonesia TV)
Nasib Pahala kemudian sama dengan Arif Wibowo, dirinya dicopot dari jabatan sebelum waktunya, yakni pada September 2018 dan Pahala kemudian menjadi direktur keuangan Pertamina.

Berdasarkan RUPSLB yang berlangsung saat itu, Ari Ashkara yang merupakan Dirut PT Pelindo III didapuk menjadi pimpinan Garuda menggantikan Pahala Nugraha.

Tak sampai 5 tahun, Rini mengganti posisi Dirut Garuda sebanyak tiga kali.

Kini, mari tengok kinerja keuangan Garuda. Pada tahun 2014, Garuda membukukan kerugian bersih senilai US$ 370 juta. Masuk ke tahun 2015, penunjukan dirut baru oleh Rini berhasil memutarbalikkan kondisi keuangan perusahaan.

Kala itu, Garuda membukukan laba bersih senilai US$ 76,5 juta. Masuk ke tahun 2016, walaupun turun drastis, setidaknya perusahaan masih bisa membukukan laba bersih, yakni senilai US$ 8,1 juta.

Pada tahun 2017 kala Menteri Rini memasukkan dirut baru, Garuda membukukan rugi bersih senilai US$ 216,6 juta.

Maju ke tahun 2018 kala posisi Dirut diganti lagi, Garuda malah menciptakan skandal yang menggemparkan pasar saham tanah air. Sejatinya, Garuda membukukan laba bersih senilai US$ 809.846 kala itu.

Namun, penyajian laporan keuangan tahun 2018 terbukti tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga akhirnya membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada perusahaan, di mana salah satunya adalah memperbaiki dan menyajikan kembali Laporan Keuangan Tahunan (LKT) tahun 2018.

"Memberikan Perintah Tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018," demikian kutipan sanksi yang diberikan OJK dalam keterangan resminya, Jumat (28/6/2019).

Selain itu, sanksi yang diberikan oleh OJK termasuk juga berupa denda administratif, baik kepada Garuda sendiri maupun kepada para direksi dan komisarisnya.

Dikhawatirkan, kalau sampai direksi dari bank-bank BUMN tersebut benar diganti, kinerja keuangannya akan memburuk. Apalagi, seperti sudah disebutkan di halaman satu, saat ini perbankan sedang menghadapi permasalahan fundamental yakni likuiditas yang begitu ketat.

Kedua hal tersebut (permasalahan likuiditas dan kekhawatiran terkait perombakan direksi) membuat saham-saham bank BUMN yang masuk ke dalam kategori BUKU 4 dilego investor.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular