
AS-China 'Baikan', Pasar SUN dan Obligasi Asia Masih Turun
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
26 August 2019 20:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup terkoreksi lagi hari ini, karena masih terpapar sentimen negatif dari eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang terjadi pada akhir pekan lalu.
Sore ini setelah pasar keuangan Asia tutup, ketegangan kedua negara mereda setelah China dan AS sama-sama mengeluarkan pernyataan tentang rencana pertemuan yang lebih kondusif. Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 8,4 basis poin (bps) menjadi 6,74%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 0,19 poin (0,08%) menjadi 260,1 dari posisi kemarin 259,9.
Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 576 bps, melebar dari posisi kemarin 571 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun lagi 0,9 bps hingga 1,51% dari posisi akhir pekan lalu 1,52%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun dan 2 tahun-10 tahun yang sempat terjadi, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.008 triliun SBN, atau 38,46% dari total beredar Rp 2.621 triliun berdasarkan data per 22 Agustus.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 113,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak awal bulan lalu, investor asing tercatat keluar dari pasar SUN senilai Rp 4,85 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,66% menjadi 6.214 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan 0,18% menjadi Rp 14.235 per dolar AS.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di India, Malaysia, Thailand, Rusia, Singapura, dan Afsel. Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar JGBs Jepang dan US Treasury AS. Pasar Asia yang sudah tutup belum mencerminkan perkembangan perang dagang yang terjadi malam ini, ketika AS dan China meredakan ketegangan keduanya setelah aksi retaliasi Beijing disambut balasan oleh Washington.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Sore ini setelah pasar keuangan Asia tutup, ketegangan kedua negara mereda setelah China dan AS sama-sama mengeluarkan pernyataan tentang rencana pertemuan yang lebih kondusif. Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 8,4 basis poin (bps) menjadi 6,74%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 26 Aug'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 23 Aug'19 (%) | Yield 26 Aug'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 26 Aug'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.658 | 6.742 | 8.40 | 6.6688 |
FR0078 | 10 tahun | 7.242 | 7.286 | 4.40 | 7.2357 |
FR0068 | 15 tahun | 7.672 | 7.674 | 0.20 | 7.6515 |
FR0079 | 20 tahun | 7.761 | 7.776 | 1.50 | 7.7955 |
Avg movement | 3.62 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 0,19 poin (0,08%) menjadi 260,1 dari posisi kemarin 259,9.
Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 576 bps, melebar dari posisi kemarin 571 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun lagi 0,9 bps hingga 1,51% dari posisi akhir pekan lalu 1,52%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun dan 2 tahun-10 tahun yang sempat terjadi, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 26 Aug'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 23 Aug'19 (%) | Yield 26 Aug'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 1.964 | 1.969 | 3 bulan-5 tahun | 57.3 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.529 | 1.508 | 2 tahun-5 tahun | 11.2 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.449 | 1.43 | 3 tahun-5 tahun | 3.4 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.409 | 1.396 | 3 bulan-10 tahun | 45.1 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.527 | 1.518 | 2 tahun-10 tahun | -1 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.008 triliun SBN, atau 38,46% dari total beredar Rp 2.621 triliun berdasarkan data per 22 Agustus.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 113,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak awal bulan lalu, investor asing tercatat keluar dari pasar SUN senilai Rp 4,85 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,66% menjadi 6.214 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan 0,18% menjadi Rp 14.235 per dolar AS.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di India, Malaysia, Thailand, Rusia, Singapura, dan Afsel. Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar JGBs Jepang dan US Treasury AS. Pasar Asia yang sudah tutup belum mencerminkan perkembangan perang dagang yang terjadi malam ini, ketika AS dan China meredakan ketegangan keduanya setelah aksi retaliasi Beijing disambut balasan oleh Washington.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 23 Aug'19 (%) | Yield 26 Aug'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.215 | 7.24 | 2.50 |
China | 3.07 | 3.081 | 1.10 |
Jerman | -0.672 | -0.66 | 1.20 |
Prancis | -0.371 | -0.369 | 0.20 |
Inggris | 0.472 | 0.567 | 9.50 |
India | 6.553 | 6.472 | -8.10 |
Jepang | -0.234 | -0.266 | -3.20 |
Malaysia | 3.373 | 3.322 | -5.10 |
Filipina | 4.463 | 4.475 | 1.20 |
Rusia | 7.2 | 7.17 | -3.00 |
Singapura | 1.8 | 1.721 | -7.90 |
Thailand | 1.545 | 1.49 | -5.50 |
Amerika Serikat | 1.527 | 1.518 | -0.90 |
Afrika Selatan | 8.27 | 8.265 | -0.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular