Investor Kalang Kabut, Ini Potret Lesunya Pasar Keuangan RI!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 August 2019 13:58
Saham, Obligasi, dan Rupiah Keok
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Seiring dengan bara perang dagang AS-China yang begitu panas, pasar keuangan tanah air pun dilanda tekanan jual. Per akhir sesi satu perdagangan hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat koreksi sebesar 0,99% ke level 6.193,89. Pada titik terlemahnya hari ini di level 6.149,02, IHSG tercatat anjlok sebesar 1,7%.  

Investor asing ikut berperan dalam mendorong IHSG terperosok ke zona merah. Per akhir sesi satu, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 307 miliar di pasar reguler.


Beralih ke pasar obligasi, hingga siang hari ini pasar obligasi tanah air membukukan koreksi, ditunjukkan oleh mayoritas imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia seri acuan yang bergerak naik.

Di pasar obligasi, yang menjadi acuan adalah tenor 5 tahun (FR0077), 10 (FR0078), 15 (FR0068), dan 20 tahun (FR0079). Hingga siang hari ini, yield obligasi tenor 5, 10, dan 20 tahun seri acuan naik masing-masing sebesar 6,3 bps, 5,7 bps, dan 0,9 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.



Beralih ke rupiah, hingga siang hari ini rupiah tercatat melemah sebesar 0,39% di pasar spot ke level Rp 14.265/dolar AS.

Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi terus saling balas mengenakan bea masuk untuk produk impor dari masing-masing negara, apalagi jika sampai AS memaksa perusahaan-perusahaan untuk hengkang dari China, memang aktivitas konsumsi dan investasi akan terpengaruh yang pada akhirnya membuat aktivitas perdagangan dunia menjadi lesu.

Pada tahun 2017, International Monetary Fund (IMF) mencatat pertumbuhan ekonomi global melonjak menjadi 3,789%, dari yang sebelumnya 3,372% pada tahun 2016, sekaligus menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2011.

Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi global melandai menjadi 3,598%. Untuk tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan kembali melandai menjadi 3,328%. Jika terealisasi, maka akan menandai laju pertumbuhan ekonomi terburuk sejak tahun 2009 kala perekonomian global justru terkontraksi sebesar 0,107% akibat krisis keuangan global.

Seiring dengan tingginya risiko yang membayangi perekonomian global, pelaku pasar memilih untuk melepas instrumen keuangan di Indonesia yang relatif berisiko dan mengalihkannya ke instrumen yang masuk kategori safe haven seperti dolar AS. Hingga berita ini diturunkan, indeks dolar AS tercatat menguat sebesar 0,04%.

Selain itu, emas yang juga merupakan safe haven ikut menjadi preferensi bagi pelaku pasar. Hingga berita ini diturunkan, harga emas di pasar spot dunia menguat 1% ke level US$ 1.541,42/troy ons.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular