
Aksi Wait & See Pelaku Pasar Tekan Harga Obligasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
23 August 2019 20:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup lemas atau terkoreksi pada ujung pekan ini, seiring dengan koreksi di pasar surat utang pemerintah negara lain mengantisipasi pidato The Fed akhir pekan ini yang diharapkan memberi sinyal arah kebijakan moneter bank sentral Negeri Sam tersebut.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 dan FR0079 yang bertenor 15 dan 20 tahun dengan kenaikan yield sama-sama 2,4 basis poin (bps) menjadi 7,67% dan 7,76%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,26 poin (0,1%) menjadi 259,99 dari posisi kemarin 260,26. Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 563,2 bps, menyempit dari posisi kemarin 563,4 bps.
Yield US Treasury 10 tahun stagnan di 1,61% dari posisi kemarin. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada beberapa seri, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun dan 2 tahun-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri panjang, membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve). Kurva ini mencerminkan investor lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, bisa berupa tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.008 triliun SBN, atau 38,46% dari total beredar Rp 2.621 triliun berdasarkan data per 22 Agustus.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 113,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 3,24 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti penguatan yang terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya naik 0,26% menjadi 6255 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan +0,14% menjadi Rp 14.210 per dolar AS untuk rupiah.
Saat ini, di pasar global, koreksi terjadi secara luas baik di pasar obligasi negara berkembang maupun negara maju. Hal tersebut mencerminkan investor global sedang menghindari obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen yang belum jelas dan diwarnai aksi menunggu (wait and see).
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 dan FR0079 yang bertenor 15 dan 20 tahun dengan kenaikan yield sama-sama 2,4 basis poin (bps) menjadi 7,67% dan 7,76%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 23 Aug'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 22 Aug'19 (%) | Yield 23 Aug'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 22 Aug'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.678 | 6.658 | -2.00 | 6.6222 |
FR0078 | 10 tahun | 7.244 | 7.242 | -0.20 | 7.2224 |
FR0068 | 15 tahun | 7.649 | 7.673 | 2.40 | 7.627 |
FR0079 | 20 tahun | 7.737 | 7.761 | 2.40 | 7.7333 |
Avg movement | 0.65 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,26 poin (0,1%) menjadi 259,99 dari posisi kemarin 260,26. Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 563,2 bps, menyempit dari posisi kemarin 563,4 bps.
Yield US Treasury 10 tahun stagnan di 1,61% dari posisi kemarin. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada beberapa seri, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun dan 2 tahun-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri panjang, membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve). Kurva ini mencerminkan investor lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, bisa berupa tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 23 Aug'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 22 Aug'19 (%) | Yield 23 Aug'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 1.992 | 1.971 | 3 bulan-5 tahun | 48.3 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.609 | 1.603 | 2 tahun-5 tahun | 11.5 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.527 | 1.522 | 3 tahun-5 tahun | 3.4 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.493 | 1.488 | 3 bulan-10 tahun | 36 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.61 | 1.611 | 2 tahun-10 tahun | -0.8 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.008 triliun SBN, atau 38,46% dari total beredar Rp 2.621 triliun berdasarkan data per 22 Agustus.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 113,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 3,24 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti penguatan yang terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya naik 0,26% menjadi 6255 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan +0,14% menjadi Rp 14.210 per dolar AS untuk rupiah.
Saat ini, di pasar global, koreksi terjadi secara luas baik di pasar obligasi negara berkembang maupun negara maju. Hal tersebut mencerminkan investor global sedang menghindari obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen yang belum jelas dan diwarnai aksi menunggu (wait and see).
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 22 Aug'19 (%) | Yield 23 Aug'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.22 | 7.26 | 4.00 |
China | 3.077 | 3.07 | -0.70 |
Jerman | -0.641 | -0.65 | -0.90 |
Prancis | -0.353 | -0.354 | -0.10 |
Inggris | 0.518 | 0.534 | 1.60 |
India | 6.56 | 6.566 | 0.60 |
Jepang | -0.243 | -0.232 | 1.10 |
Malaysia | 3.344 | 3.367 | 2.30 |
Filipina | 4.426 | 4.475 | 4.90 |
Rusia | 7.18 | 7.23 | 5.00 |
Singapura | 1.807 | 1.8 | -0.70 |
Thailand | 1.49 | 1.545 | 5.50 |
Amerika Serikat | 1.61 | 1.61 | 0.00 |
Afrika Selatan | 8.265 | 8.29 | 2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular