BI: Walau Bunga Acuan Turun, Indonesia Masih Seksi!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 August 2019 15:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Secara mengejutkan, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari yang dimulai kemarin (21/8/2019) dan berakhir hari ini (22/8/2019).
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (22/8/2019).
Keputusan ini merupakan kejutan lantaran konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan tingkat suku bunga acuan di level 5,75%, walaupun keputusan ini sejatinya sesuai dengan proyeksi dari Tim Riset CNBC Indonesia bahwa BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, minimal 25 bps. Dari 13 ekonom yang kami survei, hanya terdapat empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan.
Perry menjelaskan bahwa dirinya yakin pasar keuangan Indonesia masih seksi walaupun tingkat suku bunga acuan dipangkas. Saat ini, Perry mengungkapkan bahwa tingkat suku bunga di Indonesia masih relatif tinggi, baik itu real policy rate maupun nominal interest rate.
Lebih lanjut, Perry memaparkan bahwa dalam memutuskan untuk memangkas 7-Day Reverse Repo Rate pada hari ini, pihaknya masih menggunakan skenario di mana The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini. Hal tersebut sudah dieksekusi oleh The Fed pada bulan lalu.
Untuk diketahui, saat ini pelaku pasar memproyeksikan bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 hingga 75 bps lagi di sisa tahun ini.
Jika The Fed benar kembali memangkas tingkat suku bunga acuan di sisa tahun 2019, BI meyakini bahwa imbal hasil aset keuangan di tanah air akan menjadi lebih menarik jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.
"[...] Kami yakin imbal hasil aset domestik akan lebih menarik dibandingkan sejumlah negara emerging market lain," kata Perry.
Dengan imbal hasil aset keuangan domestik yang relatif menarik, diharapkan bahwa kinerja rupiah yang sempat babak belur dalam beberapa waktu terakhir bisa terjaga, seiring dengan masuknya aliran modal investor asing ke Indonesia.
(ank/ank) Next Article Uji Nyali BI Jilid II: Beranikah Pangkas Bunga Hari Kamis?
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (22/8/2019).
Keputusan ini merupakan kejutan lantaran konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan tingkat suku bunga acuan di level 5,75%, walaupun keputusan ini sejatinya sesuai dengan proyeksi dari Tim Riset CNBC Indonesia bahwa BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, minimal 25 bps. Dari 13 ekonom yang kami survei, hanya terdapat empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan.
Perry menjelaskan bahwa dirinya yakin pasar keuangan Indonesia masih seksi walaupun tingkat suku bunga acuan dipangkas. Saat ini, Perry mengungkapkan bahwa tingkat suku bunga di Indonesia masih relatif tinggi, baik itu real policy rate maupun nominal interest rate.
Lebih lanjut, Perry memaparkan bahwa dalam memutuskan untuk memangkas 7-Day Reverse Repo Rate pada hari ini, pihaknya masih menggunakan skenario di mana The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini. Hal tersebut sudah dieksekusi oleh The Fed pada bulan lalu.
Untuk diketahui, saat ini pelaku pasar memproyeksikan bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 hingga 75 bps lagi di sisa tahun ini.
Jika The Fed benar kembali memangkas tingkat suku bunga acuan di sisa tahun 2019, BI meyakini bahwa imbal hasil aset keuangan di tanah air akan menjadi lebih menarik jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.
"[...] Kami yakin imbal hasil aset domestik akan lebih menarik dibandingkan sejumlah negara emerging market lain," kata Perry.
Dengan imbal hasil aset keuangan domestik yang relatif menarik, diharapkan bahwa kinerja rupiah yang sempat babak belur dalam beberapa waktu terakhir bisa terjaga, seiring dengan masuknya aliran modal investor asing ke Indonesia.
(ank/ank) Next Article Uji Nyali BI Jilid II: Beranikah Pangkas Bunga Hari Kamis?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular