Bank Sentral AS & Indonesia Bawa IHSG Melemah, Kok Bisa?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 August 2019 12:39
Bank Sentral AS & Indonesia Bawa IHSG Melemah, Kok Bisa?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,07% ke level 6.257,56 pada perdagangan hari ini, dengan cepat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik arah ke zona merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut melemah 0,5% ke level 6.221,71.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,81%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,59%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,57%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (-2,76%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-0,99%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei melemah 0,04%, indeks Shanghai turun 0,18%, indeks Hang Seng jatuh 0,87%, dan indeks Kospi berkurang 0,32%.

Rilis risalah dari pertemuan The Federal Reserve (The Fed) edisi Juli 2019 sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.

Seperti yang diketahui, dalam konferensi pers usai mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell menyebut pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang dieksekusi The Fed hanyalah sebuah "penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment".

Powell menjelaskan The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.

"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Powell, dilansir dari CNBC International.

"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."



Nah, pernyataan dari Powell ini dikonfirmasi oleh risalah rapat tersebut. Para pejabat The Fed yang setuju untuk memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu sepakat bahwa keputusan tersebut tak seharusnya dipandang sebagai indikasi tingkat suku bunga acuan akan kembali dipangkas di masa depan.

"Dalam diskusi mereka terkait dengan prospek kebijakan moneter di masa depan, para peserta secara umum menginginkan sebuah pendekatan di mana arah kebijakan (moneter) ditentukan oleh informasi-informasi yang akan datang dan implikasinya untuk prospek perekonomian," tulis risalah rapat The Fed yang dirilis pada dini hari tadi waktu Indonesia, dilansir dari CNBC International.

Risalah tersebut kemudian menyebut kebanyakan peserta rapat memandang pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu "merupakan bagian dari pengkalibrasian ulang atas stance kebijakan (The Fed) atau penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment", di mana itu merupakan respons dari kondisi perekonomian global yang telah berubah.

Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif dari The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami hard landing. Pada 2018, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak 2015.

Pada 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,331%. Untuk 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,871% saja.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Bikin Grogi
Dari dalam negeri, aksi jual di pasar saham dilakukan seiring dengan kekhawatiran yang menyelimuti terkait dengan gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).

Pada hari Rabu dan Kamis (21-22 Agustus), BI menggelar RDG guna menentukan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Keputusan terkait dengan tingkat suku bunga acuan terbaru akan diumumkan pada siang hari ini via keterangan pers pukul 14.00 WIB.

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75%. Dari 13 ekonom yang kami survei, hanya terdapat empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan, yakni sebesar 25 basis poin (bps).


Sekedar mengingatkan, usai menggelar RDG selama dua hari pada pertengahan bulan lalu, BI mengumumkan pemangkasan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 6% ke level 5,75%.

Pemangkasan tersebut terbilang historis lantaran menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama sejak September 2017. Pada tahun 2018, tingkat suku bunga acuan dikerek naik oleh BI sebesar 175 bps.

Kini, para ekonom justru memproyeksikan BI akan menginjak rem dengan menahan tingkat suku bunga acuan, walaupun analisis kami menunjukkan BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, minimal 25 bps.


Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Saat ini perekonomian Indonesia sedang lesu, kurang bergairah.  

Pada awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019. Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.

Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.


Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan dan Lebaran yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.

Jelas dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air. Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Bermain aman sembari menantikan hasil RDG BI, investor melepas kepemilikannya atas saham-saham di tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular