Harga SUN Menguat Lagi, Tapi Hati-hati Inversi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
22 August 2019 11:32
Harga obligasi rupiah pemerintah menguat signifikan pada awal perdagangan hari ini, Kamis.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat signifikan pada awal perdagangan hari ini, Kamis (22/8/2019) menjelang pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia yaitu suku bunga acuan siang nanti. 

Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang lain.  

Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).  

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.

Yield
yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
 

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.


Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
 

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 7,5 basis poin (bps) menjadi 7,23%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.  

Penguatan seri 5 tahun yang signifikan turut membuat yield-nya turun lebih dalam dibanding tenor 3 tahun dan membentuk inversi, terutama disebabkan dijadikannya seri 5 tahun sebagai salah satu seri acuan yang umumnya lebih ramai dibanding seri non-acuan.  

Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.



Yield Obligasi Negara Acuan 22 Aug'19
SeriJatuh tempoYield 21 Aug'19 (%)Yield 22 Aug'19 (%)Selisih (basis poin)Yield wajar IBPA 21 Aug'19 (%)
FR00775 tahun6.7356.698-3.706.6597
FR007810 tahun7.3147.239-7.507.2436
FR006815 tahun7.737.694-3.607.6613
FR007920 tahun7.817.759-5.107.7787
Avg movement-4.98
Sumber: Refinitiv  

Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 566 bps, menyempit dari posisi kemarin 573 bps.  Yield US Treasury 10 tahun naik tipis 0,2 bps hingga 1,579% dari posisi kemarin 1,577%. 

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu. 

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun dan 2 tahun-10 tahun yang sempat terjadi, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. 


Yield US Treasury Acuan 22 Aug'19
SeriBenchmarkYield 21 Aug'19 (%)Yield 22 Aug'19 (%)Selisih (Inversi)Satuan Inversi
UST BILL 20193 Bulan1.9741.9773 bulan-5 tahun51
UST 20202 Tahun1.5691.5652 tahun-5 tahun9.8
UST 20213 Tahun1.4921.4953 tahun-5 tahun2.8
UST 20235 Tahun1.4651.4673 bulan-10 tahun39.8
UST 202810 Tahun1.5771.5792 tahun-10 tahun-1.4
Sumber: Refinitiv  

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.006,58 triliun SBN, atau 38,51% dari total beredar Rp 2.613 triliun berdasarkan data per awal pekan ini, 20 Agustus.  

Angka kepemilikannya masih positif Rp 113,33 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.

Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 1,63 triliun.
 Penguatan di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti koreksi yang terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,18% 6.241 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan 0,04% menjadi Rp 14.240 per dolar AS untuk rupiah. 

Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara luas di mana penguatan hanya dialami India dan Afsel saja. Di negara maju, penguatan terjadi di lebih banyak pasar surat utang yaitu di pasar OATs Prancis, pasar gilts Inggris, dan pasar JGB Jepang.

Hal tersebut mencerminkan investor global sedang menghindari obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen positif terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.  

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
NegaraYield 21 Aug'19 (%)Yield 22 Aug'19 (%)Selisih (basis poin)
Brasil7.227.220.00
China3.0623.0741.20
Jerman-0.673-0.6710.20
Prancis-0.399-0.401-0.20
Inggris 0.4760.471-0.50
India6.5786.56-1.80
Jepang-0.239-0.24-0.10
Malaysia3.373.3790.90
Filipina4.4494.4490.00
Rusia7.237.230.00
Singapura1.8021.8110.90
Thailand1.541.5551.50
Amerika Serikat1.5771.5790.20
Afrika Selatan8.398.265-12.50
Sumber: Refinitiv  


TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular