Ada Perang Dagang & RDG BI, IHSG Gundah Gulana

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 August 2019 09:31
Ada Perang Dagang & RDG BI, IHSG Gundah Gulana
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat begitu gundah gulana pada perdagangan hari ini. Pada pembukaan perdagangan, indeks saham acuan di Indonesia tersebut mencetak penguatan sebesar 0,07% ke level 6.257,56. Tak lama berselang, IHSG berbalik arah ke zona merah. Hingga pukul 09:20 WIB, IHSG ditransaksikan melemah 0,16% ke level 6.242,75.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai turun 0,09%, indeks Hang Seng jatuh 0,66%, dan indeks Kospi berkurang 0,42%.

Kekhawatiran bahwa perang dagang AS-China akan tereskalasi sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Untuk kesekian kalinya, Presiden AS Donald Trump kembali "menelanjangi" China di hadapan publik.

Berbicara di hadapan reporter sebelum berangkat ke Kentucky, Trump mengatakan bahwa dirinya merupakan "sosok yang terpilih" karena berani melawan praktek perdagangan curang yang selama ini dieksekusi oleh China.

"Ini bukanlah perang dagang saya, ini adalah sebuah perang dagang yang harusnya sudah berlangsung sejak dulu," kata Trump di area Gedung Putih, melansir CNBC International.

"Seseorang harus melakukannya. Saya adalah sosok yang terpilih (the Chosen One)," lanjut Trump sembari memandang ke langit.

Trump juga mengumbar bahwa sejauh ini, AS merupakan pihak yang menjadi pemenang dalam perang dagang dengan China.

"Saya melawan China di bidang perdagangan, dan anda tahu? Kita memenangkannya."

Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara pihak China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Pada awal bulan ini, Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini sejatinya akan mulai berlaku pada tanggal 1 September, sebelum kemudian AS merubah keputusannya.

Belum lama ini, Kantor Perwakilan Dagang AS pada hari ini mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.

Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa keputusan ini dilandasi oleh alasan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya", dilansir dari CNBC International.

Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.

Namun, penundaan bea masuk tersebut dilakukan guna menjaga konsumsi masyarakat AS di musim liburan sehingga tak begitu dipandang sebagai etikat baik oleh China.

Kini, aksi Trump yang kembali "menelanjangi" China di hadapan publik dikhawatirkan akan membuat perang dagang kedua negara kembali tereskalasi.

BERLANJUT KE HALAMAN 2
Selain karena kekhawatiran terkait eskalasi perang dagang AS-China, IHSG juga terkoreksi seiring dengan gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang membuat grogi.

Pada hari Rabu dan Kamis (21-22 Agustus), BI menggelar RDG guna menentukan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Keputusan terkait dengan tingkat suku bunga acuan terbaru akan diumumkan pada siang hari ini.

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan bahwa BI akan menahan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75%. Dari 13 ekonom yang kami survei, hanya terdapat empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan, yakni sebesar 25 basis poin (bps).


Sekedar mengingatkan, pasca menggelar RDG selama dua hari pada pertengahan bulan lalu, BI mengumumkan pemangkasan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25bps, dari 6% ke level 5,75%.

Pemangkasan tersebut terbilang historis lantaran menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama sejak September 2017. Pada tahun 2018, tingkat suku bunga acuan dikerek naik oleh BI sebesar 175 bps.

Kini, para ekonom justru memproyeksikan bahwa BI akan menginjak rem dengan menahan tingkat suku bunga acuan, walaupun analisis kami menunjukkan bahwa BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, minimal 25 bps.


Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Saat ini perekonomian Indonesia sedang lesu, kurang bergairah.   Pada awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019. Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%. Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.

Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.

Jelas dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air. Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Bermain aman sembari menantikan hasil RDG BI, pelaku pasar melepas kepemilikannya atas saham-saham di tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular