
Analisis Teknikal
Pasar Finansial Mulai Kondusif, Emas Masih Layak Dilirik
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 August 2019 18:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia di pasar spot melemah dalam dua hari beruntun sejak Senin (19/9/19) kemarin, setelah pasar finansial global mulai kondusif. Hal ini tercermin dari bursa saham global yang terus menghijau. Namun daya tariknya dalam jangka menengah belum akan pudar,
Meredanya isu perang dagang, currency war atau perang mata uang, dan resesi memang membuat daya tarik emas sebagai aset aman atau safe haven menjadi agak berkurang, kalah bersaing dari imbal hasil aset investasi di pasar keuangan.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi menunda kenaikan bea impor produk-produk dari China, bahkan beberapa produk batal dikenakan tarif. Selain itu pada hari Jumat lalu, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump memberikan sinyal positif terkait negosiasi dagang dengan China.
"Sepengetahuan saya, pertemuan pada September masih terjadwal. Namun yang lebih penting dari pertemuan itu, kami (AS dan China) terus berkomunikasi melalui telepon. Pembicaraan kami sangat produktif," ungkap Trump, dikutip dari Reuters.
Harapan akan adanya kesepakatan dagang antara dua negara kembali muncul, apalagi China sudah tidak lagi mendevaluasi nilai tukar yuan secara signifikan. Kecemasan akan perang mata uang juga menjadi mereda.
Selanjutnya, isu resesi di AS yang sempat muncul pada pekan lalu juga perlahan sirna setelah yield obligasi (Treasury) AS tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun sudah tidak lagi mengalami inversi.
Inversi merupakan keadaan di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi daripada tenor panjang. Dalam situasi normal, yield obligasi tenor pendek seharusnya lebih rendah.
Inversi menunjukkan bahwa risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Oleh karena itu, inversi kerap dikaitkan dengan pertanda resesi.
Namun yang patut diingat, semua isu di atas bersifat sangat dinamis, Presiden Trump sering mengubah sikapnya, China bisa saja kembali mendevaluasi yuan, dan isu resesi bisa jadi kembali muncul jika isu perang dagang dan perang mata uang kembali memanas, pasar sebenarnya masih penuh ketidakpastian.
Satu hal yang pasti, outlook kebijakan moneter global saat ini adalah longgar, entah itu dengan pemangkasan suku bunga, atau pemberian stimulus moneter.
Kebijakan moneter yang longgar tersebut akan menguntungkan bagi emas dalam jangka panjang. Namun, jika melihat pergerakan emas sepanjang bulan Agustus logam mulia ini telah naik lebih dari US$ 100, sehingga pelemahan dalam dua hari terakhir terlihat masih dalam wajar.
Akibat kenaikan tajam kurang dari satu bulan tersebut, emas berpotensi masuk ke fase sideways atau bergerak dalam rentang perdagangan tertentu.
Emas kemungkinan mendapat momentum pergerakan dari pertemuan Jackson Hole di AS mulai Kamis nanti, di mana pimpinan bank sentral dari berbagai negara akan berkumpul, dan bisa jadi memberikan proyeksi kebijakan moneternya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Meredanya isu perang dagang, currency war atau perang mata uang, dan resesi memang membuat daya tarik emas sebagai aset aman atau safe haven menjadi agak berkurang, kalah bersaing dari imbal hasil aset investasi di pasar keuangan.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi menunda kenaikan bea impor produk-produk dari China, bahkan beberapa produk batal dikenakan tarif. Selain itu pada hari Jumat lalu, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump memberikan sinyal positif terkait negosiasi dagang dengan China.
"Sepengetahuan saya, pertemuan pada September masih terjadwal. Namun yang lebih penting dari pertemuan itu, kami (AS dan China) terus berkomunikasi melalui telepon. Pembicaraan kami sangat produktif," ungkap Trump, dikutip dari Reuters.
Harapan akan adanya kesepakatan dagang antara dua negara kembali muncul, apalagi China sudah tidak lagi mendevaluasi nilai tukar yuan secara signifikan. Kecemasan akan perang mata uang juga menjadi mereda.
Selanjutnya, isu resesi di AS yang sempat muncul pada pekan lalu juga perlahan sirna setelah yield obligasi (Treasury) AS tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun sudah tidak lagi mengalami inversi.
Inversi merupakan keadaan di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi daripada tenor panjang. Dalam situasi normal, yield obligasi tenor pendek seharusnya lebih rendah.
Inversi menunjukkan bahwa risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Oleh karena itu, inversi kerap dikaitkan dengan pertanda resesi.
Namun yang patut diingat, semua isu di atas bersifat sangat dinamis, Presiden Trump sering mengubah sikapnya, China bisa saja kembali mendevaluasi yuan, dan isu resesi bisa jadi kembali muncul jika isu perang dagang dan perang mata uang kembali memanas, pasar sebenarnya masih penuh ketidakpastian.
Satu hal yang pasti, outlook kebijakan moneter global saat ini adalah longgar, entah itu dengan pemangkasan suku bunga, atau pemberian stimulus moneter.
Kebijakan moneter yang longgar tersebut akan menguntungkan bagi emas dalam jangka panjang. Namun, jika melihat pergerakan emas sepanjang bulan Agustus logam mulia ini telah naik lebih dari US$ 100, sehingga pelemahan dalam dua hari terakhir terlihat masih dalam wajar.
Akibat kenaikan tajam kurang dari satu bulan tersebut, emas berpotensi masuk ke fase sideways atau bergerak dalam rentang perdagangan tertentu.
Emas kemungkinan mendapat momentum pergerakan dari pertemuan Jackson Hole di AS mulai Kamis nanti, di mana pimpinan bank sentral dari berbagai negara akan berkumpul, dan bisa jadi memberikan proyeksi kebijakan moneternya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular